NovelToon NovelToon
MENGEJAR CINTA CEO TUA

MENGEJAR CINTA CEO TUA

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / CEO / Pengantin Pengganti / Nikah Kontrak / Beda Usia / Pelakor jahat
Popularitas:7.1k
Nilai: 5
Nama Author: akos

Kania, gadis yang hidupnya berubah seketika di hari pernikahannya.
Ayah dan ibu tirinya secara tiba-tiba membatalkan pernikahan yang telah lama direncanakan, menggantikan posisi Kania dengan adik tiri yang licik. Namun, penderitaan belum berhenti di situ. Herman, ayah kandungnya, terhasut oleh Leni—adik Elizabet, ibu tirinya—dan dengan tega mengusir Kania dari rumah.

Terlunta di jalanan, dihujani cobaan yang tak berkesudahan, Kania bertemu dengan seorang pria tua kaya raya yang dingin dan penuh luka karena pengkhianatan wanita di masa lalu.

Meski disakiti dan diperlakukan kejam, Kania tak menyerah. Dengan segala upaya, ia berjuang untuk mendapatkan hati pria itu—meski harus menanggung luka dan sakit hati berkali-kali.

Akankah Kania berhasil menembus dinding hati pria dingin itu? Atau akankah penderitaannya bertambah dalam?

Ikuti kisah penuh emosi, duka, dan romansa yang menguras air mata—hanya di Novel Toon.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon akos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 20. RENCANA JAHAT KELUARGA HERMAN.

Dengan sangat hati-hati, Kania membuka bingkisan. Selembar kain kecil yang menyerupai baju tidur, namun ukurannya jauh lebih mini dari biasanya.

Geli tapi penasaran, Kania akhirnya membuka pakaian itu dan membentangkannya.

Ternyata isinya adalah sebuah lingerie hitam berbahan transparan bermotif renda. Kania tak bisa membayangkan jika ia memakainya dan Tuan Bram melihatnya. Malam ini, ia bisa menjadi sasaran hasrat pria yang menakutkan itu.

Dengan terpaksa, Kania mengenakan pakaian itu demi menepati janjinya pada Nyonya Marlin. Ia kemudian naik ke pembaringan, membungkus tubuhnya dengan selimut, takut tiba-tiba Tuan Bram datang dan memergokinya.

Tak terasa, jarum jam menunjukkan pukul sepuluh malam. Pintu kamar terbuka, dan muncul tuan Bram dari balik pintu. Kania masih bersembunyi di balik selimut, hanya memperlihatkan setengah dari wajahnya saja.

Tuan Bram masuk, meletakkan tas kerjanya di atas meja, lalu menuju kamar mandi. Tak lama kemudian, ia keluar hanya mengenakan celana panjang berbahan tipis, bertelanjang dada, dengan handuk kecil tergantung di pundaknya.

Rambutnya basah, tubuh sixpack dengan sedikit bulu dada membuat penampilannya tampak sempurna, meski usianya sudah tidak muda lagi. Tak heran banyak wanita tergila-gila pada ketampanan pria itu.

Tuan Bram menatap Kania dengan tatapan membara, wajahnya memerah dengan denyut jantungnya bergejolak tak terkendali. Sejak siang ia menahan gejolak itu, dan kini, hasratnya nyaris meledak.

Baru saja tangannya hendak meraih selimut, seketika itu juga Kania beranjak bangun.

“Makanlah, selagi masih hangat,” rayunya, nada suaranya sedikit memohon.

Tuan Bram menatapnya tajam.

“Aku tak lapar akan makanan… aku lapar akan tubuhmu. Sekarang, aku ingin menagih janjimu tadi siang.”

Tuan Bram tak mampu menahan hasrat dan gejolaknya lagi. Ia menarik selimut yang menutupi tubuh Kania dengan paksa. Selimut tersingkap, memperlihatkan lingerie tipis yang membalut tubuh mungilnya.

Mata tuan Bram terbelalak, beberapa kali pria itu menelan Saliva. Kania hanya bisa menutupi tubuhnya dengan kedua tangannya, merasa malu mempertontonkan lekukan tubuhnya di depan tuan Bram.

Tuan Bram merangkak naik ke pembaringan, kedua tangannya sudah tidak bisa lagi di kendalikan, menjalar di setiap lekukan tubuh Kania. Pasrah hanya itu yang bisa Kania lakukan, ia harus membayar lunas semua hutangnya pada tuan Bram semalam suntuk sesuai janjinya.

Kania sesekali menahan jeritan, menggigit bibirnya. Tuan Bram, tak kalah intens, menyentuh kulitnya yang mulus dengan tangan dan bibirnya. Tubuh Kania seakan menjadi candu tersendiri bagi tuan Bram.

Hampir empat kali Tuan Bram mengaung seperti serigala malam, tubuhnya terhempas diselimuti keringat, sementara Kania sudah tak sadarkan diri.

Pagi kembali menyapa. Kania, yang baru membuka mata bergegas ke kamar mandi, membersihkan tubuhnya dari sisa-sisa malam yang baru dilaluinya bersama Tuan Bram.

Meski masih tersisa rasa perih, perih itu tak sebanding dengan sakit yang dirasakannya saat pertama kali Tuan Bram memaksanya melakukan hubungan.

Beberapa bekas merah masih di toreh tuan Bram di tubuh Kania. Entah apa maksudnya hanya tuan Bram yang tahu.

Kania keluar dari kamar mandi tanpa sehelai benang pun seperti saat di ia masuk.

Dengan berjinjit Kania mulai berjalan jangan sampai tuan Bram terbangun, bisa-bisa dia jadi bulan-bulan pria itu lagi.

Namun benar saja, sebelum Kania sempat mengambil pakaian, Tuan Bram sudah memeluknya dari belakang, mencium sekujur tubuhnya, dan membawanya kembali ke pembaringan.

Kania memutar otak, mencari cara bagaimana meredam gelora pria itu yang kian menggebu.

“Tahan, Tuan. Aku akan memberikan apa pun yang tuan mau, tapi dengan syarat tuan menuruti keinginanku.” Kania menempelkan jari telunjuknya di bibir Tuan Bram, lalu mundur pelan sambil duduk, menjauh darinya.

“Sekarang, sebutkan apa keinginanmu.” Nafas Tuan Bram tersengal, pandangannya liar, hasratnya masih sulit untuk dikendalikan.

Kania menatapnya sejenak

“Belum saatnya, sekarang mandilah dulu, baru kita sarapan.”

Mau tak mau, tuan Bram menuruti perintah Kania.

Kania tersenyum tipis saat menyaksikan langkah Tuan Bram menjauh, merasa ini awal yang baik untuk menaklukkan pria itu meski harus mengorbankan dirinya.

Hari semakin meninggi ketika keduanya keluar dari kamar. Seperti biasa, Kania membawa tas Tuan Bram.

Keduanya berjalan menuju ruang makan. Seperti biasa, Nyonya Marlin sudah menunggu di sana, ditemani Bi Ana yang sigap memenuhi setiap kebutuhannya.

Kania menarik kursi lalu mempersilakan Tuan Bram duduk.

“Semalam, apa ada yang merdeka?”

Nyonya Marlin tersenyum menatap Kania.

Kania yang sedang menyeruput teh seketika tersendat mendengar pertanyaan itu. Perempuan tua itu benar-benar berhasil menjebaknya, membuatnya teringat janji untuk mengenakan pakaian yang minim bahan.

Nyonya Marlin dan Bi Ana kembali tertawa melihat tingkah lucu Kania. Sementara itu, Tuan Bram tetap tenang, berpura-pura tak mengerti percakapan mereka.

“Mulai besok, Kania akan ikut denganmu. Kalian berdua harus sering bersama supaya Ibu cepat menimang cucu,” ucap Nyonya Marlin.

“Perusahaan sama sekali tidak kekurangan orang pintar bu,” balas Tuan Bram sambil melotot menatap Kania, seolah menyuruh Kania ikut menolak ke inginan nyonya Marlin.

Kania hanya diam dia lebih takut nyonya Marlin ketimbang dirinya.

"Ini perintah, Ana antar aku ke kamar."

Bi Ana mengangguk, lalu mendorong kursi roda nyonya Marlin keluar dari ruangan makan.

Tuan Bram tak bisa berbuat banyak. Perintah Nyonya Marlin tetap berlaku dan tak bisa diganggu gugat.

Sementara itu, di dalam hati Kania, inilah yang selama ini ia harapkan, terjun ke perusahaan MARLIN Grup, sebuah peluang besar untuk membalas dendam kepada mereka yang pernah menyakitinya. Jalan sudah terbentang di depan mata, tinggal menunggu waktu, dan orang-orang yang selama ini menyakitinya akan merasakan ganjarannya.

************************************

Di kediaman Herman, sebuah mobil mewah meluncur memasuki halaman rumah. Satu per satu, Raymond dan Tamara keluar dari dalam mobil.

Tampak wajah mereka di selimuti awan hitam, seperti ada beban berat yang membelenggu hati mereka.

Setelah tiba di ruang tamu, Raymond menghempaskan tubuhnya di atas sofa, diikuti Tamara yang Melakukan hal serupa.

“Apa-apaan ini? Kenapa wajah kalian tampak muram seperti itu?” Herman datang bersama Elizabeth, lalu duduk berhadapan dengan mereka.

Raymond dan Tamara kemudian menceritakan bahwa selama dua hari terakhir, mereka mencoba masuk ke perusahaan MARLIN Grup, namun selalu gagal menemui direktur utamanya. Selalu ada alasan dari pihak perusahaan untuk menolak mereka.

Padahal, inilah satu-satunya cara agar perusahaan mereka bisa lepas dari belenggu keterpurukan.

Cerita mereka tidak berhenti sampai di situ. Raymond dan Tamara juga bercerita kalau mereka sempat bertemu Kania di sana, bukan sebagai karyawan tapi sebagai kurir pengantar makanan.

Elizabeth seketika tersenyum mendengar nama Kania.

“Sayang, dengar-dengar direktur utama MARLIN Grup itu suka menyeleksi gadis-gadis belia. Bagaimana kalau kita jadikan Kania sebagai umpan untuk menarik perhatian pak Direktur bergabung dengan perusahaan kita?”

Elizabeth mengucapkan kata per kata dengan sangat hati-hati, memastikan tidak ada satu pun kata yang menyinggung perasaan Herman.

"Maksudmu, menjual Kania pada tuan Bram." balas Herman.

Elizabeth mengangguk pelan. Herman terdiam sejenak, lalu senyum tipis terbersit di bibir pria paruh baya itu.

1
Trivenalaila
suka jln ceritanya, klu bisa dilanjutkan yaaa🙏🙏
Akos: akan lanjut terus KK sabar ya
total 1 replies
Ahn Mo Ne
apakah ini lagi hiatus.??
Akos: setiap hari update kk,
total 1 replies
Muna Junaidi
Hadir thor
Ayu Sasih
next ditunggu kelanjutannya kak ❤️❤️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!