Jangan menikah saat hati kita belum bisa move on dan berdamai dari masa lalu, karena yang akan dirugikan tak hanya diri sendiri, namun juga pasangan baru kita. Hal itu yang pada akhirnya menjadi konflik pada hubungan Rania dan juga Andreas. Pernikahan mereka di ambang pada perpisahan karena masa lalu Andreas tiba-tiba datang ditengah-tengah mereka, terlebih sikap Andreas yang dingin dan cuek membuat Rania lelah untuk terus bertahan pada pernikahannya, karena seolah hanya dia yang selama ini memperjuangkan hubungannya. Ia pun akhirnya memilih untuk pergi. Tapi, bisakah ia pergi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Biru_Muda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kegelisahan Andreas
Begitu pikirnya, namun baru berada di depan pintu kamar lainnya ia mengurungkan niatnya untuk masuk ketika mendengar suara tangisan dari Rania. Langkahnya begitu berat untuk masuk terlebih dengan situasi dimana dirinya sudah membuat Rania terluka. Setelah diam cukup lama, dengan Andreas pun memutuskan untuk kembali ke kamar, karena tak ingin mengusik Rania yang sedang bersedih. Ia ingin memberi waktu untuk istrinya itu meluapkan emosinya.
Namun, ke esokan paginya, Andreas justru tak melihat keberadaan Rania di meja makan, membuatnya bertanya dimana keberadaanya pada bibi pengurus rumah.
"Saya juga kurang tahu, pak. Beliau langsung pergi tanpa memberi tahu mau kemana"
Andreas diam mendengar jawaban bibi.
"Baiklah, bi. Terimakasih"
Ia pun menghentikan sarapannya, dan mencoba masuk kembali ke kamar, ia mendapati barang-barang milik istrinya itu ternyata masih ada dan lengkap, membuat Andreas sedikit lega, setidaknya istrinya itu tidak kabur, begitu pikirnya.
"Apa kamu melihat istriku tadi pergi keluar?" Tanya Andreas pada supirnya dan ia kembali mendengar jawaban yang sama. Supirnya itu tidak mengetahui istrinya telah pergi. Ia pun kembali diam pada kenyataan yang sama.
Di dalam kantor ia terus terusik dan membuat pikirannya kacau. Ia merasa gelisah sejak pagi, namun ia mencoba untuk tetap fokus pada pekerjaanya, hanya saja ternyata ia gagal dan terus kepikiran soal istrinya yang pergi entah kemana. Terlebih handphonenya tidak aktif.
"Fandy, coba kamu bantu aku untuk mencari keberadaan istriku lagi dimana?" Pintanya yang akhirnya kembali meminta bantuan Fandy, asistennya.
Fandy tak banyak bicara ataupun protes, ia menunduk mengiyakan permintaan atasannya itu.
"Baik, pak. Akan segera saya lakukan" Begitu ucapnya dan dibalas kata terimakasih oleh Andreas.
Baru pertama kali Andreas merasa gelisah seperti ini, terlebih dengan perasaan yang sedikit kacau. Mengingat pertengkaran kemarin malam bersama Rania juga masih membekas dalam pikirannya. Ia masih tidak percaya mendapat permintaan cerai dari istrinya itu.
Di dalam ruangannya, ia terus melamun dan mencoba menerka dimana istrinya dan bagaimana caranya dia untuk memperbaiki kondisi pernikahannya. Terlebih pada Rania yang ternyata begitu terluka pada dirinya selama ini.
"Padahal aku sudah berusaha agar dia merasa nyaman dirumah dengan mencoba menjaga jarak, ternyata hal itu malah membuatnya tak nyaman."
Dulu, ia terus menjaga jarak dan membiarkan Rania sendirian di dalam rumah dengan dalih kesibukannya, namun hal itu ternyata membuat Rania merasa ditinggalkan dan tak dihargai. Dan, bodohnya ia tak menyadari itu dan malah terus menjaga jarak dan memberi batas dengan Rania agar dia merasa lebih nyaman.
Ia menghela nafas panjang menyadari kesalahannya dan sekarang bingung harus memulai lagi darimana. Karena Rania terlihat begitu kecewa dengannya.
"Aku bingung" Ucapnya frustasi.
Pada awal menikah ia sebenarnya masih cukup canggung untuk mengobrol bahkan mendekati Rania, bahkan tak melakukan malam pertama karena tak ingin terburu-buru mengingat keduanya yang memang masih canggung satu sama lain dan berusaha saling mengenal satu sama lainnya.
Sampai beberapa waktu dimana ia pulang dalam keadaan sedikit mabuk karena saat itu ia habis pulang dari sebuah acara bersama rekan bisnisnya. Ia jalan menuju ke kamar dengan keadaan sedikit sempoyongan. Pada awalnya ia hanya ingin langsung berbaring namun begitu melihat Rania yang telah menunggunya dengan memakai baju tidurnya yang terlihat menggodanya saat itu, tanpa aba-aba ia pun langsung mencium istrinya itu dengan penuh gairah seolah sudah menunggu momen itu.
Padahal dia tak ingin melakukan malam pertamanya dalam kondisi seperti itu, namun pada akhirnya malam pertama keduanya setelah satu bulan pernikahan harus dilakukan saat kondisinya tak sepenuhnya sadar karena pengaruh alkohol. Rania sadar bahwa Andreas bau alkohol, namun ia tak bisa menolak keinginan Andreas saat itu yang terus menciumi bibirnya dan juga menyentuh tubuhnya. Walau ia sedikit kaget dengan perlakuannya yang tiba-tiba.
"Mas, sebaiknya kamu membersihkan diri kamu dulu deh, kamu bau alkohol" Ucap Rania sedikit mendorong tubuh Andreas dan meminta Andreas untuk berhenti.
Namun, bukan jawaban yang ia dengar, sebuah ciuman kembali mendarat pada bibirnya dan semakin dalam hingga larut dalam ciumannya, begitulah keduanya akhirnya memandu kasih sepanjang malam.
Hingga pagi menyambut dan meninggalkan Rania yang tertidur sendirian, karena Andreas yang harus pergi lebih dulu untuk bekerja. Namun, seperti tak ada apa-apa, Andreas tetap tenang di depan Rania yang ternyata tak bisa melupakan kenangan pertamanya itu.
Hanya saja bukan sekali Andreas melakukan hal itu, setiap ingin melakukan hal itu ia selalu ingin memabukkan diri karena terlalu malu saat dalam kondisi sadar, yang tanpa ia kira itu adalah hal yang sangat Rania benci. Benar, ia melakukan hal bodoh hanya untuk bisa dekat dengan istrinya. Dan, sekarang ia pun menyadari betapa ia bodoh dan terlalu meremehkan perasaan istrinya.
"Bodoh" Umpatnya pada dirinya sendiri.