Sebuah masa lalu terkadang tidak ingin berhenti mengejar, membuat kehidupan seseorang berhenti sejenak dan tenggelam dalam sebuah luka.
Lituhayu terjebak dalam masa lalu itu. Masa lalu yang dibawa oleh Dewangga Aryasatya, hingga membuat gadis itu tenggelam dalam sebuah luka yang cukup dalam.
Waktu terus bergulir, tapi masa lalu itu tidak pernah hilang, bayangnya terus saja mengiringi setiap langkah hidupnya.
Tapi, hanya waktu juga bisa menyadarkan seseorang jika semua sudah berakhir dan harus ada bagian baru yang harus di tulis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kirana Putri761, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ide Kendra
" Sepertinya gadis itu tidak berorientasi dengan uang, Bang. Jadi Abang akan sulit untuk mendapatkan tanah itu!" ujar Ken saat mereka bertiga baru saja datang dan duduk di halaman villa mewahnya.
Kalandra pun melirik sejenak adiknya itu, apa yang dikatakan Ken membuatnya ingin tahu.
"Abang mau tau ideku?" tanya Ken dengan melirik abangnya kemudian beralih kepada secara bergantian.
Kalandra dan Aris bersamaan menoleh kepada pemuda yang enggan kembali bicara. Tapi tatapan kedua orang yang duduk bersamanya seolah menunggunya untuk melanjutkan kalimatnya.
" Abang menikah sama gadis itu!"
" Ptaaaak...." satu jitakan melayang di kepala Ken, membuat Aris menahan senyum. Sekonyol apapun Kendra, dia tetap harus menjaga sikap.
" Bodoh... makanya sekolah!" gumam Kalandra merasa kesal, adiknya itu selalu saja berfikir konyol.
"Shittt....!" umpat Ken. Selalu saja bagi Kendra abangnya itu selalu keterlaluan.
Mendengar umpatan Ken, Kalandra kembali melirik adiknya. Sebenarnya Kalandra cukup menyayangi adiknya, tapi kenakalan Ken selalu menguji kesabarannya. Beberapa kali dia dan kedua orangtuanya meminta Ken untuk melanjutkan kuliah di luar negeri tapi pemuda itu selalu menolak, diminta untuk belajar bisnis dari posisi terendah malah selalu membuat onar.
Bagi Kalandra adiknya itu hanya bisa berfoya-foya dan bermain wanita. Hanya satu kenakalan Ken yang membuat habis kesabarannya yaitu saat menyentuh obat terlarang, pria pendiam itu rela menghajarnya dan menitipkan adiknya di sel tahanan seperti yang pernah dia lakukan dulu.
"Kita ini sedang sharing, tidak seharusnya menggunakan kekerasan. Lagi pula apa yang salah dengan ideku?" tanya Kendra denga menjauhkan posisi tubuhnya dari Kalandra. Sementara itu, Kalandra tidak menjawab karna itu terlalu konyol untuk dijawab.
"Sebenarnya tidak ada yang salah ..."
" Dengar, Bang! Bukankah itu cukup masuk akal juga!" Seketika Ken menyela kalimat Aris yang sebenarnya ingin meredakan kejengkelan Kalandra
" Abang sudah cukup tua, umur 35 tahun itu rata-rata pria tampan dan kaya sudah punya 2 anak. Sementara , gadis itu cantik dan seksi meskipun terlihat sederhana dari teman kencan Bang Kai. Dan punya tanah yang diinginkan Abang juga." jelas Ken membuat Aris tersenyum tipis.
Sedangkan Kalandra langsung menghadap ke arah adiknya dengan menatap tajam adiknya.
"Lantas setiap kita ekspansi dan kita kesulitan untuk bernegosiasi Abang harus menikahi orang yang bersangkutan? Dasar bodoh!" ketua Kalandra. Menurutnya, menikah bukan hal yang mudah.
"Nggak harus semuanya. Aku memberikan ide itu kan karna tahu jika gadis itu cukup cantik dan seksi, masak Abang tidak melihat dibalik kemeja longgarkan? Disana ada lekukan gitar spanyol, apalagi pantat dan dadanya yang aduhai, sempurna..." Ken bicara dengan begitu menghayati, hingga akhirnya Kalandra berdiri dengan memasukkan kedua tangannya.
" Dugh...!" Kalandra menendang kaki Ken membuat pemuda itu mengaduh.
"Sana siapkan, besok kita kan keliling agar kamu tahu seluas apa area yang akan di gunakan untuk proyek kita!" titah Kalandra.
Pria itu langsung melangkah pergi tanpa menunggu jawaban dari Kendra. Segala titahnya tidak ada yang bisa menolaknya kecuali papanya.
Saat masuk ke dalam kamar, Kalandra malah terbawa ucapan Kendra. Beberapa kali bertemu Alana, Kalandra tidak pernah memperhatikan wajah gadis itu apalagi hingga lekuk tubuhnya. Baginya, sekilas sosok Alana adalah gadis remaja yang menyebalkan.
Kalandra melempar ponselnya ke atas ranjang. Direbahkan tubuhnya dengan kepala bertumpu pada kedua lengan yang ditekuknya.
Pandangannya menerawang tepat di langit-langit kamarnya. Sekilas bayangan Alana memenuhi pikirannya, senyum dan sorot mata itu, dia memang cantik dan manis. Bibirnya begitu menggoda untuk digigit.
" Sial..." umpat Kalandra saat otaknya malah ngeres memikirkan gadis ingusan itu.
Pria itu langsung bangkit dan tak ingin pikirannya liar tentang sosok yang selalu menguji kesabarannya.
Langkah Kalandra kini tertuju pada ruang ganti, di sana dia memutuskan untuk berolahraga agar otaknya tidak harus memikirkan gadis itu.
###
"Al, apa setidaknya kamu terima saja tawaran pengusaha itu!" ucap mama Airin menghampiri Alana yang sedang menghitung hasil warungnya siang tadi.
" Kamu bisa buka kafe di kota, melanjutkan kuliah serta membeli rumah sederhana dan kendaraan yang layak." lanjut Mama Airin yang belum di tanggapi Alana.
Alana menyimpan uangnya yang sudah dipisahkan Anatar modal dan keuntungannya. Setelah itu dia menatap mamanya.
" Apa Mama tidak betah tinggal di sini?" tanya Alana dengan wajah serius.
" Mama betah di sini, Al. Tapi Mama tidak tega kamu harus pantang-panting untuk menghidupi kehidupan kita." ucap Airin. Setiap Alana pergi ke pasar dan pergi kemanapun naik sepeda membuat Airin tidak tega. Alana pasti sangat lelah, belum juga merawat kebun bunganya sendirian.
"Alana senang hidup di sini. Alana merasa tenang dan kita juga masih bisa mempertahankan tanah peninggalan Eyang, Ma." ucap Alana itu alasan Alan masih merasa nyaman tinggal di sini.
" Minggu depan kita periksakan punggung Mama. Tabungan Alana sepertinya sudah cukup." Alana pernah mencoba untuk menggunakan asuransi kesehatan dari pemerintah tapi nyatanya penyakit dan terapi mamanya tidak bisa dibackup oleh Asuransi.
" Apa sebaiknya tidak usah berobat lagi, Al. Kamu perlu memikirkan masa depanmu sendiri, jangan hanya memikirkan Mama." ucap Airin dengan menggenggam tangan putrinya. Tangan kecil yang dulu dia usap itu ternyata sudah bisa menghidupinya sekarang.
Hati wanita itu kembali merasa nyeri. Putri yang dulu selalu dia manja kini menopang kehidupannya.
" Aku tidak akan mampu bertahan sejauh ini jika bukan karena Mama. Jadi biarkan Alana melakukan yang terbaik buat Alana, Ma." jawab Alana. Dia tidak ingin mamanya banyak berfikir, cukup ditinggalkan papanya sudah membuat wanita yang menjadi alasan kekuatannya itu menjadi rapuh.
Alana menyandarkan kepala di bahu mamanya. Seperti ini saja dia sudah merasa nyaman.
" Sebaiknya kita tidur sekarang saja!" ajak Airin. Keduanya masuk ke dalam kamar. Rumah mereka hanya ada satu kamar. Jika Alana tidak tidur di depan tv , maka dia akan satu ranjang dengan mamanya.
###
Pagi ini sungguh cerah, sinar mentari yang mulai menampakkan keberadaannya, seolah mengiri perjalanan Alana dari pasar.
Beberapa barang di keranjang depan dan belakang, sekaligus dua plastik hitam yang mengalung dia antara stang sepeda membuat Alana berhati-hati mengayuh sepedanya. Untung saja jalan di pegunungan ini sudah beraspal hingga cukup memudahkan Alana selama perjalanan.
Alana mengayuh kuat pedal sepedanya saat jalan sedikit menurun karena setelah itu ada jalanan yang menanjak dan berbelok.
" Aaaaarrrrghhhh...." pekik Alana ketika tiba-tiba di depan belokan ada seseorang yang tengah berdiri.
" Brughhh...." Tubuh Alana terjatuh bersama sepeda dan barang belanjaannya.
" Astaga! Kamu ceroboh sekali. Sengaja?" " ucap Kalandra yang kini berusaha membantu Alana berdiri.
Mendengar kalimat itu, Alana langsung menjauhkan diri dari pria itu. Dengan menahan sakit di lutut dan pantatnya, Alana berusaha berdiri tegak sendiri.