Xeena Restitalya, hidupnya selalu tidak menyenangkan setelah ibunya meningal. Ayahnya tak pernah peduli dengannya setelah memiliki istri dan juga anak lelaki.
Xeena harus berjuang sendiri untuk hidupnya. Diusianya yang sudah 25 tahun, dia bersyukur masih diberi kesempatan bekerja di tengah sulitnya mencari pekerjaan.
Tapi siapa sangka, bos di tempat kerjanya yang baru itu begitu terobsesi kepadanya.
"Tetaplah di sisiku, kemanapun kau pergi, aku tetap akan bisa menemukanmu, Xeena."
Jeremy Suryoprojo atau Jeremy Wang, dia merupakan bos Xeena.
Pria yang selalu acuh terhadap orang lain itu tiba-tiba tertarik kepada Xeena.
Xeena yang hanya ingin hidup dengan tenang kini malah berurusan dengan bos obsesif sekaligus ketua Geng Wang.
Lalu bagaimana kehidupan Xeena setelah bertemu dengan Jeremy?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tawanan Cinta 14
"Meel, aku jalan dulu yak!"
"Ya ati-ati."
Keesokan harinya, Xeena dengan penuh semangat berangkat kerja. Kekhawatirannya terhadap bos yang menakutkan sirna sudah setelah kemarin dia diminta untuk membuatkan kopi setiap pagi. Bagi Xeena itu merupakan sebuah awal yang baik bagi karirnya sebagai seorang Office Girl.
Selama perjalanan menuju ke kantor, Xeena terus saja bersenandung. Tak hanya di jalan, bahkan ketika sampai di lantai 13 pun, dia masih bersenandung.
Tak!
Xeena meletakkan tas punggungnya, dan dia mulai mengeluarkan alat-alat yang akan digunakan untuk melakukan pekerjaan.
Drtzzz
Ponsel Xeena berbunyi. Di layar terpampang nama Marwan. Ia baru menyadari bahwa rekan kerjanya itu ternyata memang belum datang.
"Halo Xeen, maap, maap banget ya. Aku agak telat ini. Anak aku sakit, aku harus nganter ke dokter dulu. Aku beneran minta maap. Tapi nanti setelah selesai, aku langsung ke kantor kok. Jadi untuk ruangan Bos dan asisten, tolong dikerjain dulu ya Xeen. Aku minta tolong banget dan maap banget."
Nada bicara Marwan terlihat sangat tidak enak kepada Xeena. Marwan tentu merasa bersalah karena meninggalkan Xeena yang masih anak baru untuk mengerjakan pekerjaan pagi itu sendirian.
Akan tetapi, Marwan juga tidak bisa meninggalkan anaknya yang sakit. Dia saat ini pun sedang berada di tempat praktek dokter untuk menunggu antrian periksa.
"Ndak apa, Kang. Beres. Aman. Dah, jangan gelisah gitu. Aku bisa kok ngelakuinnya. Fokus aja sama anak Kang Marwan yang lagi sakit. Ya udah aku tak langsung kerja yo, Kang."
Di seberang sana, meskipun mengiyakan tapi tetap saja Marwan sangat tidak tenang. Tapi mau bagaimana lagi, dia hanya bisa percaya bahwa Xeena akan baik-baik saja.
Ya, yang dikhawatirkan Marwan sebenarnya bukanlah pekerjaan tapi Xeena itu sendiri. Marwan takut Xeena akan mendapat masalah dari sang bos. Meskipun katanya kemarin kopi Xeena diterima dengan baik, tapi tetap saja tidak ada yang tahu tentang hari ini.
"Semoga dia beneran baik-baik aja,"harap Marwan sambil menggendong putranya yang sakit.
Sedangkan Xeena, dengan penuh keyakinan dan semangat mulai membersihkan ruangan milik Boni dan Jeremy. Entah mengapa dia memilih ruangan Boni lebih dulu.
Di dalam ruangan tersebut tidak banyak barang sehingga mudah saja untuk dibersihkan.
"Sungguh minimalis,"ucap Xeena lirih.
Tak butuh waktu lama bagi Xeena untuk membersihkan ruangan tersebut. Dia pun kemudian berpindah ke ruangan Jeremy.
Ketika masuk ke ruangan pimpinan SJ Grup itu, Xeena mencium aroma yang berbeda. Bukan aroma parfum melainkan aroma minyak angin.
"Buset, apa ada hantu. Kok sekelebat kayak bau minyak kayu putih. Hiiih."
Seketika bulu kuduk Xeena merinding. Ia lalu memindai setiap ruangan. Xeena bisa membandingkan ruangan asisten dan bosnya. Di ruangan bos ini, jelas lebih besar dua kali lipat dari pada ruangan si asisten.
"Mbah, aku cuman mau kerja Mbah. Jadi jangan usil yo Mbah. Kulonuwun (permisi)."
Entah apa yang dipikirkan Xeena sehingga di bicara demikian. Tapi, dia hanya ingat saja pesan orang-orang jaman dulu. Katanya kalau memasuki tempat yang belum pernah dijamah sebelumnya, katakanlah permisi agar tidak diganggu degan penunggunya.
Srak srak srak
Xeena mulai membersihkan lantai. Meskipun masih sedikit merinding, tapi yang namanya pekerjaan tetap saja harus dilakukan. Dia tidak mungkin kabur dari sana. Yang ada pekerjaannya bisa saja tidak selesai dan pasti dia akan mendapat masalah.
Ughh ...
"Weladala, opo kui (apa itu)."
Xeena menggenggam erat gagang sapu yang ia tengah gunakan ketika mendengar sebuah suara. Rasa takut menjalar ke seluruh tubuhnya.
"Ini udah siang lho, Mbah. Moso yo masih berkeliaran,"ucap Xeena. Dia berusaha tenang meskipun takut.
Setelah beberapa saat, tidak terdengar apa-apa lagi. Xeena pun kemudian melanjutkan pekerjaannya. Hanya saja dia merasa pekerjaannya sungguh banyak dan tidak selesai-selesai.
Ughhh
Pyaaar
Aaah hmppp
Kali ini Xeena terkejut dengan sangat. Ia bahkan sampai terjingkat. Suara erangan lalu benda yang pecah itu sungguh sangat nyata. Saking terkejutnya, Xeena hampir berteriak. Tapi dia berhasil menahannya dengan cara membungkam mulutnya sendiri.
Ughhh
Suara seperti orang yang mengeluh karena rasa sakit itu semakin jelas di telinganya. Xeena merasa itu bukanlah suara hantu karena terdengar sangat jelas. Ia pun mencari dimana suara itu berasal. Semakin mendekat dan semakin jelas ketika dia berjalan ke arah belakang kursi.
Di sana ada sebuah rak buku, dan dibelakang rak buku itu ada sebuah ruangan tersembunyi ternyata. Suara yang di dengar semakin jelas berasal dari sana.
Tok tok tok
"Halo, apa ada orang?"
Xeena mengetuk pintu sambil bertanya. Tapi tidak ada jawaban, dan hanya terdengar erangan saja.
Ceklek
"Pak!"
Meskipun awalnya ragu untuk membuka pintu itu tanpa izin, tapi akhirnya Xeena pun melakukannya. Erangan rasa sakit yang ia dengar itu menandakan bahwa orang itu tengah mengalami sakit yang sangat.
Xeena terkejut ketika melihat seseorang tengah meringkuk di atas sebuah ranjang. Ranjang yang ukurannya tidak besar dan tidak kecil. Dan dia baru sadar bahwa itu adalah bosnya.
"Pak, Bapak kenapa? Apa yang Bapak keluhkan?"
Xeena mendekat, dia lalu mencoba bertanya untuk memastikan apa yang terjadi.
Terlihat keringat yang mengucur dari kulit wajah Jeremy. Dan wajah pria itu sungguh pucat. Entah kapan Jeremy berada di sana, tentu saja Xeena tidak tahu.
"Pak, Pak Jeremy bisa dengar saya? Apa yang Bapak rasakan sekarang?"
"Ughhh, perut ... perut ku sakit."
Tring
Xeena paham dengan apa yang dikatakan Jeremy. Dia langsung bangkit dan berlari untuk mengambil sesuatu. Beruntung obat miliknya selalu ada di tas. Jadi dia bisa menggunakannya untuk menjadi pertolongan pertama bagi Jeremy.
"Pak, bisa duduk tidak? Aah tunggu."
Xeena kembali berlari ke pantry. Dia membuka satu persatu lemari yang ada di pantry dan mencari sesuatu. Xeena tersenyum ketika mendapatkan apa yang dia cari.
Sebuah botol kaca bekas. Dia lalu mengisinya dengan air panas yang sebelumnya memang sudah dia masak. Ya sebelum memulai acara bersih-bersih tadi, Xeena lebih dulu memasak air di teko lalu menyimpannya di termos. Ia kemarin melihat marwan melakukan itu untuk membuat teh.
"Nah Pak, coba letakkan ini di perut. Hati-hati karena masih sangat panas. Coba Bapak bersandar. Maaf, saya akan membantu dengan menyentuh Bapak. Lalu, Pak Jeremy minum ini. Ini obat asam lambung saya. Bukan obat yang mahal, tapi saya rasa cukup sebagai pertolongan pertama."
Xeena membantu Jeremy untuk bersandar. Dia mengambil bantal, dan meletakkan di belakang tubuh Jeremy. Sedangkan botol yang berisi air panas itu, dia letakkan di atas perut Jeremy dengan dilapisi handuk kecil agar panasnya tidak terlalu menyengat.
Xeena juga membantu Jeremy meminum obat. Jeremy yang sangat merasakan sakit, tidak mampu berucap. Dia bahkan hanya menganggukkan kepalanya setiap Xeena bicara.
"Nah sekarang Anda bisa beristirahat. Kalau sekiranya masih sangat sakit, sebaiknya Bapak memanggil dokter. Tapi saya yakin sih sakitnya akan berkurang setelah minum obat ini. Saya akan meninggalkan obat ini di sini. Nanti Pak Jeremy bisa meminumnya sekali lagi kalau masih belum ada rekasi. Dan jangan lupa untuk makan. Saya akan mencarikan bubur buat Bapak."
Sreet
Eh?
TBC
santai wae
kok medok bangett