NovelToon NovelToon
Cerita Kita

Cerita Kita

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Diam-Diam Cinta / Cinta Murni / Idola sekolah
Popularitas:614
Nilai: 5
Nama Author: cilicilian

kisah cinta anak remaja yang penuh dengan kejutan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cilicilian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pantai dan Cerita

Keduanya kini berada di pantai, tempat yang indah dan menenangkan. Suara debur ombak terdengar merdu, menciptakan suasana yang damai. Matahari bersinar terik di siang hari, namun mereka berteduh di bawah rindangnya pohon kelapa, menikmati kesejukan dan semilir angin pantai. Suasana yang tenang dan nyaman.

Dara menghirup udara segar pantai, merasakan kesejukan angin laut yang menerpa wajahnya. "Emmm, udah lama nggak ke pantai. Makasih, Dra, udah ajak gue ke sini." ujarnya, suaranya terdengar lebih riang, menunjukkan bahwa ia mulai merasa lebih baik. Ia merasa senang bisa menikmati suasana pantai yang menenangkan.

Andra menatap Dara, ia senang melihat Dara kembali tersenyum. "Aku senang lihat kamu senyum lagi," ujarnya, suaranya lembut dan tulus. Ia merasa lega karena bisa sedikit membantu Dara.

Dara sedikit memuji dirinya sendiri, menaik-turunkan alisnya. "Kenapa? Cantik, kan, gue?" tanyanya, nada suaranya sedikit menggoda.

Andra mengangguk, senyumnya mengembang. "Cantik… cantik banget…" ujarnya, menunjukkan ketulusan hatinya.

Awalnya Dara tampak bangga dengan pujian Andra, namun pipinya tiba-tiba bersemu merah. Ia terlihat malu-malu. "Apaan sih, lo!" ujarnya, menunjukkan rasa malunya dan memalingkan wajahnya.

Andra mendekat, menatap Dara dengan penuh perhatian. "Ra, apapun masalah kamu, mau seberat apapun itu, kamu harus kuat. Kamu nggak sendirian, ada aku, ada temen-temen kamu, pastinya," ujarnya, memberikan dukungan dan semangat untuk Dara. Ia ingin Dara tahu bahwa ia selalu ada untuk Dara, bahwa Dara tidak sendirian dalam menghadapi masalahnya.

Dara menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk menenangkan dirinya sebelum bercerita. Udara pantai yang segar membantu untuk menenangkan perasaannya yang masih bercampur aduk.

"Dra, gue kesel sama Mamah sama Papah. Mereka nggak pernah sekali pun ngertiin perasaan gue," ujarnya, suaranya sedikit bergetar, menunjukkan betapa besarnya rasa kecewa dan sakit hati yang ia rasakan. Ia mulai bercerita, mencurahkan isi hatinya kepada Andra. Ia menumpahkan semua perasaannya pada Andra.

Andra menatap Dara dengan lekat, mendengarkan dengan penuh perhatian. Ia merasa lega karena Dara akhirnya mau terbuka kepadanya. "Mereka nggak ngertiin kamu dalam hal apa aja?" tanyanya, suaranya lembut dan penuh empati. Ia ingin memahami apa yang sebenarnya terjadi.

Dara menatap ombak yang bergulung-gulung di depannya, seakan-akan ombak itu mewakili gelombang emosi yang tengah ia rasakan. "Gue nggak pernah diperhatikan, gue nggak pernah merasakan kasih sayang mereka, gue juga nggak pernah ditemenin makan sama mereka, gue selalu sendiri," Dara melanjutkan ceritanya, suaranya terisak-isak.

Air mata kembali menetes di pipinya, menunjukkan betapa dalamnya luka di hatinya. Ia menceritakan semua rasa sakit hati yang telah lama ia pendam, semua perasaan terabaikan dan tidak dicintai yang selama ini ia rasakan. Ia merasa sangat kesepian dan terluka.

Ia mengalihkan pandangannya kepada Andra, mencari sedikit pemahaman. "Menurut lo, gue kekanak-kanakan, nggak, sih, Dra?" tanyanya, suaranya sedikit ragu-ragu. Ia takut dinilai berlebihan karena masih membutuhkan kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya.

Tangan Andra terulur, mengusap lembut rambut Dara dengan penuh kelembutan dan pengertian. "Nggak sama sekali, semua anak butuh perhatian orang tuanya, Ra. Jadi, jangan pernah kamu menganggap kalau diri kamu itu kekanak-kanakan" ujarnya, suaranya lembut dan menenangkan. Ia ingin Dara tahu bahwa perasaannya itu wajar, bahwa ia tidak sendirian, dan bahwa ia berhak mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya.

Andra kembali berkata, suaranya lembut dan penuh pengertian. "Kamu berharga bagi kedua orang tua kamu, Ra. Sebesar apapun mereka melakukan kesalahan pada kamu, pasti kamu masih sayang, kan, sama mereka?" tanyanya, mencoba untuk membimbing Dara agar melihat situasi dari sudut pandang yang lebih luas.

Dara mengangguk, menunjukkan bahwa ia masih menyayangi orang tuanya, meski hatinya masih terluka.

"Begitu juga dengan mereka, Ra. Mereka pasti menyesal karena udah membuang waktunya untuk hal lain, bukan untuk memperhatikan kamu," Andra melanjutkan, mencoba untuk membuat Dara memahami situasi dari sudut pandang orang tuanya. Ia ingin Dara menyadari bahwa orang tuanya juga pasti merasakan penyesalan.

Mata Dara berkaca-kaca, menunjukkan bahwa ia mulai memahami apa yang dikatakan Andra. Andra kembali berkata, suaranya sangatlah lembut. "Jadi, kamu nggak boleh benci sama diri kamu sendiri, apalagi sama orang tua kamu. Seburuk apapun mereka. Mereka tetap orang tua kamu."

Andra melanjutkan, "Kalau kamu memang butuh waktu buat sembuhin luka kamu, kamu harus bicara baik-baik sama orang tua kamu. Biar mereka juga paham. Kuncinya cuma satu, Ra, yaitu komunikasi." Andra memberikan solusi yang bijak, menekankan pentingnya komunikasi dalam menyelesaikan masalah keluarga.

Dara memperhatikan Andra dengan seksama, mendengarkan setiap kata yang diucapkan Andra dengan penuh perhatian. Andra berbicara dengan lembut dan penuh pengertian, membuat Dara merasa lebih tenang dan dipahami. Dara menyadari bahwa Andra benar, kunci dari semua masalah ini adalah komunikasi. Komunikasi yang baik dan terbuka akan membantu memperbaiki hubungannya dengan orang tuanya.

Andra mengusap lembut air mata Dara yang masih mengalir di pipinya, gerakannya begitu pelan dan sangat lembut. "Semua butuh proses, Ra, jadi pelan-pelan aja, ya? Kalau memang hati kamu belum siap, jangan dipaksakan." ujarnya, suaranya lembut dan menenangkan. Ia ingin Dara merasa nyaman dan tidak terbebani. Ia ingin Dara merasa bahwa ia tidak perlu terburu-buru. Ia ingin Dara merasa bahwa ia selalu ada untuk Dara.

Hati Dara masih terasa sakit, luka batin yang telah lama terpendam masih terasa perih. Bayangan wajah ibunya, tampak jelas, dan setiap kenangan tentang tamparan itu kembali menghantuinya, menimbulkan rasa sakit yang mendalam. Ia merasa sangat kecewa dan terluka oleh sikap orang tuanya, terutama ibunya. Ia membutuhkan waktu untuk menyembuhkan luka hatinya, waktu untuk menerima dan memaafkan.

"Makasih, Dra. Gue nggak tahu harus bilang apa selain makasih." Dara berkata, suaranya masih sedikit bergetar, namun ia tampak lebih tenang. Ia merasa sangat berterima kasih kepada Andra yang telah mau mendengarkan dan memberikan dukungan kepadanya. Ia merasa beruntung memiliki sahabat seperti Andra.

Andra tersenyum, menunjukkan dukungannya. "Sama-sama, Ra. Kapanpun kamu butuh bantuan, aku selalu ada," ujarnya, menunjukkan bahwa ia akan selalu siap membantu Dara. Ia bangga bisa menjadi tempat Dara berkeluh kesah. Ia ingin selalu ada untuk Dara, memberikan dukungan dan kekuatan kepadanya.

Dara menghembuskan napas panjang, mencoba menetralkan perasaannya. Meskipun luka batinnya belum sepenuhnya sembuh, ia merasa sedikit lebih tenang dan lega setelah bercerita kepada Andra. Ia ingin mengalihkan pikirannya dari masalah yang tengah dihadapinya.

"Dra, ke sana yuk, kita lomba lari. Yang menang boleh minta apa aja." ujarnya, menunjuk ke arah jembatan yang berada di dekat pantai. Ia mengajukan ide untuk lomba lari, sebuah cara untuk melepas penat dan menghibur diri.

Andra mengangguk, senyumnya merekah. "Ok, aku nggak akan biarin kamu menang, yah, Ra," ujarnya, menunjukkan kesiapannya untuk berkompetisi dengan Dara. Ia senang melihat Dara kembali ceria.

Dara menjulurkan lidahnya, tanda jahil, kemudian berlari terlebih dahulu menuju jembatan, meninggalkan Andra yang masih berdiri di tempatnya. Andra hanya bisa menatap Dara dengan senyum senang di wajahnya. Ia merasa senang melihat Dara kembali ceria dan bersemangat.

"Ra, kamu curang!" Andra berteriak, kemudian mengejar Dara.

Aksi kejar-kejaran di tepi pantai itu membuat Dara tertawa lepas. Ia merasa jauh lebih baik, perasaannya yang tadinya berat kini terasa lebih ringan. Mereka berdua larut dalam keceriaan, hingga waktu sudah berganti menjadi sore hari.

Angin pantai yang sepoi-sepoi menerpa wajah mereka, membuat suasana semakin menyenangkan. Suara debur ombak terdengar merdu, menemani keceriaan mereka. Mereka berdua tertawa lepas, melupakan sejenak masalah yang tengah mereka hadapi.

"Dra, tadi kan yang menang gue." Dara berkata, suaranya penuh kemenangan. Ia terlihat sangat gembira setelah memenangkan lomba lari kecil-kecilan tadi.

Andra tersenyum, mengakui kekalahan dirinya. "Iya, Ra, kamu curang sih," ujarnya, menunjukkan sportifitasnya. Ia tidak keberatan kalah dari Dara, ia justru senang melihat Dara ceria.

Dara memasang wajah tengilnya yang khas, menunjukkan kemenangannya. "Biarin yang penting gue menang. Sekarang gue mau minta lo gendong gue dari sini sampai ke restoran sana Gue laper," ujarnya, mengajukan permintaannya dengan penuh percaya diri.

"Siap, Nyonya. Silahkan naik ke punggung saya." Andra berkata, lalu berjongkok, menyuruh Dara naik ke punggungnya. Ia dengan senang hati memenuhi permintaan Dara.

Dara terkekeh melihat tingkah Andra yang begitu perhatian. "Ok, kalau begitu, antarkan Nyonya-mu ini ke restoran ya, karena Nyonya lapar…" ujarnya, membalas candaan Andra. Suasana menjadi lebih ceria dan akrab.

"Siap, Nyonya… Pegangan erat-erat…" Andra berkata, kemudian berlari membawa Dara yang berada di gendongannya. Dara tertawa riang, merasakan sensasi yang menyenangkan.

Mereka terlihat bahagia, saling melepaskan penat. Dara pun sangat menikmati waktu membolosnya begitu juga dengan Andra. Suasana sedih yang sempat menyelimuti Dara seakan telah sirna terbawa oleh angin pantai.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!