Mantanku PresdirKu Suamiku

Alika tengah berdiri sendiri disekitaran pekarangan taman belakang. Kedua mata dipejamkam dan kedua tangan direntangkan. Menggerakan hidungnya untuk mengirup udara segar malam ini

"Hummmm....!" nafasnya tersembur ke udara, ia seperti tengah mengeluarkan semua penat nya yang ada didalam dada.

"Kamu sudah enakan, Al?" Bilmar kembali membuka suara. Membuat Alika kaget dan seketika menoleh.

"Udara malam kali ini sangat sejuk. Hawa dinginnya masih diterima baik oleh tubuhku, Bil!"

Alika mengalihkan pertanyaan itu. Ia idak mau membahas lagi kejadian tadi sore yang sudah menimpanya. Alika pun berjalan menuju bangku taman dan meletakan tubuhnya untuk duduk disana.

Bilmar pun mengikuti langkah tersebut untuk ikut duduk bersamanya.

"Maafkan aku ya, nggak tau jika istrimu sudah nggak ada. Kasian sekali Maura sedari kecil sudah kehilangan kasih sayang dari ibunya!" ucap Alika memberikan simpatinya.

"Mamanya Maura meninggal disaat ia melahirkan putri kami, bahkan ia belum sempat melihat wajah Maura yang baru saja dilahirkannya, selama lim tahun ini Maura hanya mengenal aku menjadi Mama dan Papanya."

"Sangat menyakitkan sekali mendengarnya." balas Alika.

"Pada saat kematian mamanya Maura. Aku sangat shock diumur yang cukup muda aku sudah memilik bayi dan harus mengurusnya seorang diri. Mungkin mengurus diri sendiri saja aku belum mampu apalagi ditambah seorang bayi cantik seperti Maura!"

Alika terus meratapi Bilmar dengan tatapan kasian dan entah mengapa hatinya mulai tergugah dengan keadaan Bilmar dan Maura saat ini.

"Aku harus merasakan hancur ketika ditinggal untuk kedua kali nya!"

Alika mengerutkan keningnya menjadi beberapa lipatan.

"Ditinggal dua kali? oleh siapa lagi?" tanya Alika penasarana.

Bilmar pun menoleh menatap wajah Alika.

"KAMU...!"

"Hah??Aku??" Alika merasa bingung dengan tuduhan itu.

"Ya kamu, Al! Kamulah yang harus bertanggung jawab atas kehancuran hatiku selama ini! pergi begitu saja! meninggalkan aku tanpa sebab dan alasan!"

"Hah?"

Alika masih bingung dengan tuduhan-tuduhan yang terucap dari mulut Bilmar.

"Kamu jangan asal memutar balikan fakta, Bil! semua tuduhan mu itu harusnya kamu tujukan untuk diri kamu sendiri!"

Alika geram, emosinya mulai memanas dan memuncak.

"Apa? apakah aku tidak salah dengar? drama apa sih yang sekarang sedang kamu mainkan?" Bilmar pun ikut memanas dalam situasi ini.

"Aku selama ini! bertahun-tahun lamanya selalu berusaha untuk bangkit merelakan dan mengikhlaskan hubungan kita yang begitu saja musnah tanpa penjelasan."

"Aku di Idonesia yang selalu setia menunggu kamu! selalu mengirimimu surat ke London, tapi tidak ada satu pun surat yang aku terima!"

"Aku tidak tahu bagaimana nasib kamu disana, hidup atau sudah mati!"

"Aku selalu mengantarkan surat untuk kamu melewati Mama kamu. Entah mengapa aku tidak pernah menerima balasan apapun setelahnya!"

Wajah Alika terus memerah dan menegang. Bilmar terus menatapi nya tanpa bisa berucap.

"Setiap dua minggu aku tulisi surat untukmu dan aku selalu datang kerumah ini untuk menanyakan apakah ada surat balasan untuk ku? tapi kata Mamamu kamu sedang sibuk-sibuk nya mempersiapkan perkuliahan disana, aku diminta untuk bersabar dalam memahamimu!"

Jiwa Bilmar semakin menciut!

"Aku pun menurut dan kembali menjalani hidupku yang baru tanpa kamu disini. Fikirku apakah sesibuk itu kamu disana? mengapa sampai hati membiarkan aku larut dalam kegelisahan dan kecemasan seperti ini!"

"Mamamu selalu meminta maaf kepadaku. Jika aku datang kerumah dan tidak mendapatkan balasan surat dari kamu! Beliau sempat berkata, jika aku harus bisa memulai hidupku tanpa ada bayang-bayang lagi dari kamu!"

Semua rangkaian pembelaan diri Alika dan kejujuran dari masalah selama ini pun harus terkuak.