Vira, terkejut ketika kartu undangan pernikahan kekasihnya Alby (rekan kerja) tersebar di kantor. Setelah 4 tahun hubungan, Alby akan menikahi wanita lain—membuatnya tertekan, apalagi dengan tuntutan kerja ketat dari William, Art Director yang dijuluki "Duda Killer".
Vira membawa surat pengunduran diri ke ruangan William, tapi bosnya malah merobeknya dan tiba-tiba melamar, "Kita menikah."
Bos-nya yang mendesaknya untuk menerima lamarannya dan Alby yang meminta hubungan mereka kembali setelah di khianati istrinya. Membuat Vira terjebak dalam dua obsesi pria yang menginginkannya.
Lalu apakah Vira mau menerima lamaran William pada akhirnya? Ataukah ia akan kembali dengan Alby?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Drezzlle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permainan Ranjang yang Kasar
“Apa yang kamu inginkan dariku sebenarnya,Alby?!” suara Vira meninggi, napasnya memburu. Ia mendorong wajah Alby dengan kasar untuk menyingkir dari pandangan matanya.
Tanpa menjawab, Alby justru semakin mendekatkan wajahnya ke arah Vira, mengikis jarak di antara mereka hingga Vira bisa merasakan napas hangat Alby menerpa wajahnya. “Kamu hanya milikku Vira…” ia berusaha memeluk Vira.
Dengan cepat Vira mengangkat lututnya dengan gerakan kasar tepat mengenai bagian sensitif milik Alby yang berada di dalam celananya. “Rasakan ini!” pekiknya
“A—” Alby meringis kesakitan, satu tangan yang mengunci Vira mengendur. Membuat Vira segera membuka pintu mobil lalu masuk kedalam. Dengan gerakan cepat Vira menutup pintu dan menyalakan mesin mobil—keluar dari area rumah sakit.
“Viraaa!” teriakan Alby menggema—memecah kesunyian area parkir rumah sakit.
Dari pantulan kaca spion, Vira bisa merasakan aura gelap yang menguar dari sosok Alby. Rambutnya acak-acakan, penampilannya berantakan—Alby yang dulu selalu menjaga penampilan seolah lenyap ditelan bumi.
Tanpa membuang waktu, Alby masuk ke dalam mobilnya, mesin meraung saat mulai pengejaran. “Aku harus tahu dimana dia sekarang tinggal,” ucapnya pelan, dengan dada yang gemuruh.
Tiba di basement apartemen, Vira mempercepat langkahnya, seolah ada yang mengejarnya. Ia menekan tombol lift berulang kali, tidak sabar untuk segera sampai di unitnya. Tubuhnya terasa dingin, tangannya gemetar. Trauma masa lalu, kembali menyeruak. Pria tidak waras selalu ingin memilikinya. Bahkan Alby yang ia kira sudah bisa melepaskannya karena telah menikahi Abella terlihat menggila saat mata mereka bertemu tadi.
.
.
Sementara Alby yang berhasil mengikuti Vira dan mengetahui apartemen baru di mana mantan kekasihnya tinggal—tersenyum dingin.
“Aku tidak akan melepaskan mu… aku akan kembali,” bisiknya, sebelum memutar setir dan meninggalkan tempat itu.
Tiba di basement apartemen, Alby melepas seatbelt. Ia menyandarkan tubuhnya, meraih sebotol whisky yang sengaja ia sembunyikan. Setiap kali kembali ke apartemen itu, tempat Abella berada, dadanya terasa sesak, napasnya tercekat. Baginya, tempat itu bukan rumah, melainkan penjara. Setiap teguk whisky yang membakar kerongkongan—tempat pelarian sementara dari kenyataan pahitnya.
“Ck… habis,” decak nya kesal. Membuang botol kosong itu ke kursi belakang. Alby keluar dari mobil dengan tubuh limbung, terhuyung-huyung kesana dan kemari. Pandangan matanya buram, selalu meleset menekan tombol di lift. Membuatnya meraung kesal. “Aaaa!!!”
Tiba di depan pintu apartemennya, Alby terus menekan tombol, meracau memanggil istrinya untuk membukanya. Kondisinya yang setengah sadar membuatnya tak mengingat kode sandi panel unit kamarnya.
“Abel! Buka!” pekiknya sambil terus memukul pintu.
“Abeeeelllla, sialan! Bukaa!” teriaknya, membuat kegaduhan hingga penghuni apartemen merasa kesal. Penghuni kamar di sebelahnya menghubungi Abella dan pintu pun akhirnya terbuka.
“Kamu mabuk lagi?” Abella menyeret tubuh suaminya yang sudah terkapar di depan pintu apartemen.
“Da-dasar bodoh!” racau Alby.
Abella dengan susah payah akhirnya bisa membawa suaminya naik ke atas ranjang tidur. Ia melepas sepatu dan kemeja Alby yang kusut dan bau alkohol. “Apa yang membuatmu kacau seperti ini?” Abella memukul wajah suaminya dengan bantal, luapan kekesalan yang selama ini ia pendam.
“Ce… cepat kemari!” titah Alby, suaranya parau memanggil istrinya.
Abella mendekat, “Bangunlah dan minum dulu, atau mandi setidaknya. Dasar bodoh!” Abella menepuk kedua pipi suaminya, mencoba menyadarkannya.
“Ce… cepat layani aku…” titah Alby, menarik paksa bathrobe Abella. “...ayo kita bermain malam ini…” racau Alby lagi.
“Tidak! Kamu mabuk dan… aku sedang lelah, badanku sakit semua hari ini,” tolak Abella.
Alby berusaha bangun dari ranjang, tapi dunia di sekelilingnya berputar tak terkendali. Wajah Abella tampak berlipat ganda, kadang dekat, kadang jauh.
Plak!
Alby menampar pipi Abella dengan keras. Lalu mendorong tubuh istrinya hingga berbaring di ranjang. Dengan cepat ia melucuti bathrobe dan bra Abella dengan gerakan kasar, seolah merobek paksa harga diri istrinya.
“Alby… jangan seperti ini. Aku sedang sakit, malam ini aku tidak bisa,” tolak Abella, berusaha bangun dan menghindar.
Plak!
Dengan gerakan singkat, Alby kembali mendorong tubuh istrinya ke atas ranjang. Abella terhuyung, sebagian bathrobe tersibak, membuatnya segera menariknya kembali, melindungi diri dari tatapan liar suaminya.
“Alby aku mohon, aku sedang tidak ingin… seharian ini aku mual dan kepalaku sakit,” suara Abella bergetar, memohon pada suaminya.
Alby menyeringai, seringai yang tidak mencerminkan cinta, melainkan nafsu dan kekuasaan. Ia kembali mensejajarkan wajahnya dengan Abella, lalu melumat bibir istrinya itu dengan lebih kuat. Bahkan kini lidahnya menerobos masuk, menjelajahi setiap rongga mulut Abella, merampas paksa ciuman yang seharusnya penuh kasih sayang.
“Mpppphhttt…”
Ciuman kasar itu terlepas, berpindah ke bagian lainnya. Bathrobe terbuka, dua bukit kembar milik istrinya terpampang jelas. Benda bulat kecil berwarna pink tampak mengeras, dengan rakus Alby mengisap, memilin, dan menjilatinya seperti es krim, tanpa peduli rasa sakit yang dirasakan Abella.
Kini Abella pasrah, tak lagi melawan. Tangan suaminya meremas bukit kembarnya dengan kasar membuat Abella merasakan kesakitan, menggelinjang menahan teriakan.
Bukan desahan ataupun lenguhan kenikmatan yang terdengar, melainkan isak tangis yang tertahan. Alby menjelajahi setiap lekuk tubuhnya dengan gigitan hingga meninggalkan bekas kemerahan di setiap inci tubuh Abella—menandai wilayah kekuasaannya.
Plak!
Permainan di atas ranjang ini begitu menyesakkan, sebuah penyiksaan yang dibungkus dalam pernikahan. Hanya air mata yang memenuhi ruangan, membasahi bantal dan selimut.
Setelah Alby menghujam nya tiga kali tanpa istirahat, tubuh Abella rasanya remuk. Kepalanya berdenyut kesakitan, merasakan luka batin yang menganga. Suaminya tidur di sampingnya dengan tengkurap, meracau memanggil nama wanita lain. "Vira… Vira…" Nama itu membuat Abella merintih kesakitan dalam diam.
Bersambung…
Siapa yang mau nolongin mbak Abella? tunjuk tangan ✋
Kasihan tuh mbak Abella istri berasa jadi tempat buang benih doang.
Semoga Vira bisa lolos dari terkaman Alby. Kalau saya sih lebih milih bang William. 💗💗💗
Ayo jangan diem, tinggalin jejak like dan komentar. Kasihan othornya 😩
tapi di cintai sama bos gaskeun lah 😍