NovelToon NovelToon
MENJADI PILIHAN KEDUA SAHABATKU

MENJADI PILIHAN KEDUA SAHABATKU

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Pengantin Pengganti / Nikah Kontrak
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Ibu Cantik

Sadewa dan Gendis sudah bersahabat dari kecil. Terbiasa bersama membuat Gendis memendam perasaan kepada Sadewa sayang tidak dengan Sadewa,dia memiliki gadis lain sebagai tambatan hatinya yang merupakan sahabat Gendis.

Setelah sepuluh tahun berpacaran Sadewa memutuskan untuk menikahi kekasihnya,tapi saat hari H wanita itu pergi meninggalkannya, orang tua Sadewa yang tidak ingin menanggung malu memutuskan agar Gendis menjadi pengantin pengganti.

Sadewa menolak usulan keluarganya karena apapun yang terjadi dia hanya ingin menikah dengan kekasihnya,tapi melihat orangtuanya yang sangat memohon kepadanya membuat dia akhirnya menyetujui keputusan tersebut.

Lali bagaimana kisah perjalanan Sadewa dan Gendis dalam menjalani pernikahan paksa ini, akankah persahabatan mereka tetap berlanjut atau usai sampai di sini?.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ibu Cantik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bagian 19

Raka menyesap minumannya pelan, lalu melirik Sadewa yang sejak tadi lebih banyak diam. Sorot matanya menyipit, rasa penasaran jelas terpancar.

“Wa,” ucap Raka akhirnya, memecah kebisuan, “gue masih gak habis pikir. Gimana ceritanya Bianca bisa gantiin Sarah di hari H?”

Dimas dan Arvin ikut menoleh. Pertanyaan itu sejak tadi menggantung di kepala mereka, hanya belum ada yang berani membuka.

Sadewa menghela napas panjang. Ia menyandarkan kepalanya ke sandaran sofa, menatap lampu redup di langit-langit ruangan VIP itu.

“Bianca…” katanya pelan, “…temen kecil gue.”

Ketiganya terdiam.

“Dari kecil rumah kita berseberangan,” lanjut Sadewa tanpa menoleh. “Nyokap gue nganggep dia anak sendiri. Bahkan… lebih dari itu.”

Raka mengernyit. “Terus Sarah?”

Sadewa mengepalkan jarinya di atas lutut.

“Gue juga gak tau dia di mana.”

Nada suaranya datar, tapi ada luka yang jelas terasa.

“Sejak hari itu,” lanjutnya, “nomornya gak aktif. Sosial medianya ilang. Kayak… ditelan bumi.”

Dimas mengumpat pelan. “Gila sih.”

Sadewa meneguk minumannya lagi, kali ini lebih lama.

“Gue nyari. Lewat orang-orang gue. Lewat koneksi bokap. Gak ada.”

Raka bersandar, wajahnya kini serius bukan lagi aktor flamboyan yang biasa dilihat publik.

“Makanya lo nikah sama Bianca?”

Sadewa tertawa pendek. “Gue gak dikasih pilihan.”

Ruangan kembali sunyi sesaat.

Lalu Sadewa menoleh ke arah Raka. Tatapannya tajam, penuh harap yang nyaris tidak ia sembunyikan.

“Rak,” ucapnya pelan tapi tegas, “kalau lo ketemu Sarah… di mana pun… kabarin gue.”

Raka mengangguk tanpa ragu.

“Pasti.”

Ia paham betul alasan Sadewa meminta bantuan darinya.

Sebagai aktor papan atas, lingkaran pergaulan Raka bersinggungan langsung dengan dunia hiburan acara, pemotretan, gala dinner, festival film. Dan Sarah adalah bagian dari dunia itu. Aktris. Model. Wajah yang seharusnya sulit benar-benar menghilang.

“Kalau dia masih di industri ini,” lanjut Raka, “kemungkinannya gede gue bakal ketemu.”

Sadewa mengangguk pelan.

“Itu yang gue harapin.”

Arvin yang sejak tadi diam akhirnya bicara, suaranya rendah.

“Tapi aneh, Wa. Aktris sekelas Sarah gak mungkin ilang gitu aja.”

Sadewa tersenyum tipis, pahit.

“Nyatanya iya.”

Ia kembali menatap gelasnya, seolah di dalam cairan bening itu tersimpan semua pertanyaan yang tak terjawab.

Bukan berarti Sadewa berhenti mencari Sarah.

Bukan berarti ia menyerah.

Hanya saja Sarah benar-benar lenyap,

seolah bumi sengaja menyembunyikannya meninggalkan Sadewa dengan pernikahan yang tidak ia inginkan,

dan seorang istri yang terlalu baik untuk dijadikan pelampiasan.

Lampu ruangan VIP meredup, musik dari bawah terdengar seperti dengungan jauh yang naik-turun. Di atas meja, botol-botol kosong berserakan. Dimas terkulai di sudut sofa dengan kepala miring tak wajar, sementara Arvin sudah terlelap dengan gelas masih di tangannya.

Tinggal Sadewa dan Raka yang setengah sadar.

Sadewa bersandar malas, kancing kemejanya terbuka dua, jas entah sejak kapan tergeletak di lantai. Matanya sayu, fokusnya buyar, tapi mulutnya justru terlalu jujur.

“Rak…” gumamnya, suaranya berat dan cadel. “Lo tau gak… gue sama Bianca tuh…”

Raka menghela napas, memijat pelipisnya. “Udah, Wa. Minum lo kebanyakan.”

Sadewa tertawa pendek, getir. “Kontrak.”

Raka berhenti bergerak. “Apa?”

“Pernikahan kontrak,” ulang Sadewa sambil mengangkat telunjuk, seolah sedang menjelaskan teori paling logis di dunia. “Satu tahun. Abis itu… selesai.”

Ia menatap langit-langit, matanya berair tapi ia sendiri tampak tak sadar.

“Gue salah, Rak,” lanjutnya lirih. “Harusnya gue gak bawa dia ke ini semua.”

Raka menoleh. “Siapa?”

Sadewa terdiam beberapa detik, lalu bibirnya bergerak pelan.

“…Caca.”

Nama itu membuat Raka tertegun.

Sudah lama sekali Sadewa tidak menyebut nama itu. Nama kecil yang hanya keluar di masa mereka masih bocah sebelum tragedi, sebelum jarak, sebelum semuanya rusak.

“Caca…” Sadewa terkekeh pelan, tapi tawanya rapuh. “Harusnya dia bahagia. Hidup tenang. Nikah sama laki-laki baik.”

Ia menunduk, bahunya merosot.

“Bukan sama gue,” katanya pelan. “Pria brengsek yang gak bisa lepas dari masa lalu.”

Raka mendengus pelan, antara kesal dan pusing. “Wa, lo sadar gak sih apa yang lo omongin?”

Sadewa menggeleng lambat. “Gue sadar satu hal.” Ia menatap Raka dengan mata merah. “Gue nyakitin orang yang gak salah apa-apa.”

Ruangan terasa semakin sesak. Raka mengusap wajahnya kasar.

“Gila,” gumamnya. “Lo mabuk berat.”

Sadewa menyandarkan kepalanya ke sofa, matanya terpejam setengah. “Rak… jagain dia ya.”

Raka menoleh tajam. “Apa?”

“Kalau gue keterlaluan,” bisik Sadewa nyaris tak terdengar. “Kalau gue jadi makin rusak… pastiin Caca gak ikut hancur.”

Raka terdiam lama. Dadanya terasa berat.

Ia menatap sahabatnya yang biasanya dingin, arogan, penuh kontrol kini terkulai, kalah oleh luka yang tak pernah sembuh.

“Lo bener-bener bikin kepala gue mau pecah, Wa,” ujar Raka akhirnya, menarik napas panjang.

Sadewa tidak menjawab.

Ia sudah tertidur dengan dahi berkerut dan air mata yang masih menggantung di sudut matanya.

1
Dewi Susanti
lanjut kak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!