Damian pemuda urakan, badboy, hobi nonton film blue, dan tidak pernah naik kelas. Bahkan saat usianya 19 tahun ia masih duduk di bangku kelas 1 SMA.
Gwen, siswi beasiswa. la murid pindahan yang secara kebetulan mendapatkan beasiswa untuk masuk ke sekolah milik keluarga Damian. Otaknya yang encer membuat di berkesempatan bersekolah di SMA Praja Nusantara. Namun di hari pertamanya dia harus berurusan dengan Damian, sampai ia harus terjebak menjadi tutor untuk si trouble maker Damian.
Tidak sampai di situ, ketika suatu kejadian membuatnya harus berurusan dengan yang namanya pernikahan muda karena Married by accident bersama Damian. Akan tetapi, pernikahan mereka harus ditutupi dari teman-temannya termasuk pihak sekolah atas permintaan Gwen.
Lalu, bagaimana kisah kedua orang yang selalu ribut dan bermusuhan ini tinggal di satu atap yang sama, dan dalam status pernikahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Orie Tasya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
cetak!
"Aduh!" Gwen meringis ketika dahinya disentil oleh Damian menggunakan jari. Suasana akward yang terjadi di antara keduanya, berubah menjadi tawa bagi Damian yang melihat ekspresi sang istri. Ia ingin khilaf, tapi ia sadar mereka ada di mana.
Kalau si Axel melihat bisa gawat.
"Makanya fokus, jangan suka halu. Kenapa lo merem tadi? Berharap gue cium, ya?" ucapnya percaya diri.
Telinga Gwen belum tuli untuk mendengar kata halu.
Ia berdecak, dan mendelik ke arah Damian yang sudah duduk di kursinya, tepatnya di balik kemudi.
"Siapa yang suka halu, gue tuh reflek. Habis wajah lo tuh deket banget sama gue, emang dasar pikiran lo aja yang kotor. Pakai ngatain gue halu."
Gwen mendengus, ia memilih mengalihkan pandangannya, asal bukan ke arah sosok pria menyebalkan itu.
'Sumpah, malu banget gue, 'batinnya. Wajahnya merona, dan Gwen tidak mau Damian melihat ia yang tersipu, saat melihat wajah suaminya dari dekat.
Gwen menekan jantungnya yang dag dig dug tak karuan. Setelah bisa menguasai debarannya, ia melirik ke samping. Melihat Damian yang fokus pada jalanan. pemuda itu mengulurkan tangan, ia menyetel musik di audio mobil. Membuat Gwen berdecak kesal. Setelah membuat hatinya jungkir balik, seenaknya saja si Damian bersikap biasa saja, atau mungkin dia yang berlebihan?
"Napa lo lihatin gue? Gue tau gue ganteng," ujarnya, bahkan Damian tak menoleh padanya. Masih asyik fokus pada jalanan
"Jangan GR. Siapa yang lihatin lo, gue lagi menikmati musik yang lo puter."
Damian tak menanggapi, hanya terkekeh. Lalu menirukan lagu yang tengah ia putar.
Gwen meliriknya lagi, sebelum ia buka suara. "Lo ngapain tiba-tiba ada di sana? Lo nguntit gue?" tanyanya.
Damian memainkan bibirnya, ia masih asyik menirukan lagu yang diputar di dalam mobil.
"Damian!" teriak Gwen karena suaminya justru acuh.
"Apaan? Ngapain sih lo teriak-teriak, gue belum budeg."
"Lo nyuekin gue. Gue lagi ngomong sama lo."
Lelaki itu kemudiaan mematikan musiknya, ia mengerem mobilnya mendadak, dan Gwen sedikit panik saat itu. "Bawa mobil tuh yang bener napa sih?"
"Diem, bawel lo."
"Lah kenapa berhenti?" tanya Gwen, karena Damian justru memainkan ponselnya, bukannya kembali menjalankan mobil.
"Gue laper, mau makan. Energi gue terkuras habis buat gelud sama tuh cowok sok iyes."
Gwen mendelik, benar bukan dugaannya. Damian memang mengikutinya. "Lo emang nguntit gue, kan?"
"Ngapain, kurang kerjaan banget gue mata-matain lo. Nggak penting."
"Jangan bohong deh, kalau lo nggak mata-matain gue, ngapain lo bisa tahu gue ada di sana? Ngaku lo."
Damian terkekeh mendengar itu. Arah pandangnya kembali terarah pada sang istri. "Gue juga mau nyari buku, emang lo doang yang mau beli buku. Gue juga, apa lo takut gue ciduk lo lagi selingkuh sama si sok pinter itu?"
"Jangan nuduh, siapa yang selingkuh. Denger ya, Dam. Gue itu meskipun nggak cinta sama lo, tapi gue nggak ada niat buat selingkuh. Kalau lo cemburu tuh bilang, jangan diem-diem lo batin sendiri di dalam hati."
"Yang cemburu juga siapa, GR banget lo. Mana emang ada nih tampang gue cemburu?" Damian mendekatkan wajahnya kembali, sialnya Gwen tak bisa menyembunyikan rona di wajahnya. Buru-buru ia mengalihkan pandangan ke arah jendela.
"Jangan deket-deket napa sih. Wajah lo makin jelek kalau deket-deket gini." Gwen mengelak.
"Masa? Yakin gue jelek, pasti mata lo tuh yang rabun." Muncul ide di kepala Damian. Ia melepas sabuk pengamannya. Mendekatkan wajahnya kembali pada Gwen. Ingat dia hanya main-main.
Namun, suasana akward kembali terjadi. Damian bahkan kini yang diam tak bergerak. Bibir merah itu kembali menggodanya. Padahal dia tadi mati-matian menahan kekhilafan agar ia tak menyentuh bibir istrinya.
"Gwen."
Mata Gwen berkedip-kedip, jarak mereka makin lama makin dekat. Hanya tersisa beberapa centi saja, sebelum...
Srett
Gwen mendorong tubuh Damian menjauh. Keduanya tampak salah tingkah. Damian kembali ke kursi kemudi. Melihat ke arah jendela.
'Bego banget gue.'
Gwen menarik napas dalam-dalam, mencoba menghindari suasa akward ini. Ia menoleh ke arah Damian, mencoba mencari topik lain.
"Dam, buruan balik. Katanya lo laper tadi."
Damian tersentak, tak banyak tingkah. Ia langsung menjalankan mobilnya.
"Mau makan di mana?" tanyanya.
"Balik aja ke rumah, gue mau masak. Tadi pagi Ibu telepon. Katanya dateng ke rumah bawain bahan makanan. Ya mending gue masak aja. Udah lama gue nggak masak makanan favorit gue. Yah meski rasanya nggak seenak buatan Ibu."
Saat Gwen menoleh padanya, gadis itu tersenyum lebar. Damian terpana, jantungnya tidak bisa lagi untuk ia kontrol.
Jedag jedug, jedag jedug. Tak mau berhenti.
Damian menekan dada kirinya.
'Tung, jantung. Lo itu sebenarnya kenapa sih, tiap liat tuh cewek lo langsung dugem. Sumpah ya, gue nggak ngerti maksud lo, "batinnya.
Damian tidak pernah jatuh cinta. Yang ia tahu hanya gonta-ganti pacar yang katanya hanya untuk have fun.
Jadi, meskipun selama ini ia mendapat predikat sebagai cowok playboy, Sejujurnya Damian tak pernah merasakan apa itu cinta.
***
Gwen sudah segar setelah mandi, dan membersihkan kamarnya. Ia juga sudah beres memasak.
"Wangi juga gue, tadi aja bau asep. Tuh manusia abnormal pasti ngehina gue lagi, kalau gue bau asep."
Gwen menggerutu.
Dia hampir berjalan menuju ruang makan, namun ia ingat Damian masuk kamar, dan belum keluar.
"Nah tuh, katanya tadi laper. Malah ngegoa aja di kamar."
Gwen berbalik, dan berjalan ke arah kamar sang suami. Ia ingin mengetuk pintunya, namun kebiasaan si Damian itu tidak pernah mengunci pintu, dan membiarkan pintu kamarnya tak tertutup rapat.
"Kebiasaan banget nih orang, nggak pernah ngunci pintu kamar. Kalau ada maling masuk tuh gimana?" gerutu Gwen. Gadis itu lantas masuk ke dalam kamar.
Di dalam sana, ia melihat kamar Damian yang cukup berantakan. Bibirnya mengerucut lucu.
"Orangnya minggat ke mana sih ini. Mana kamar udah kaya kapal pecah lagi." Gwen bergumam, namun telinganya menangkap suara gemericik air dari arah kamar mandi di dalam kamarnya.
"Oh lagi mandi dia." Matanya lantas menyapu seluruh kamar milik Damian.
Gwen geleng-geleng kepala. Ia lantas mengambil beberapa baju kotor yang berjejer di sofa, lalu dimasukkan ke dalam keranjang.
Ia juga membereskan buku-buku Damian yang berserakan di meja.
"Nah gue udah kaya babunya dia aja. Sabar Gwen, sabar. Jadi istri manusia narsis level dewa langit itu harus punya stok kesabaran ekstra."
Sekitar lima belas menit, kamar itu sudah kembali terlihat rapi. Gwen tersenyum, "Nah, gini 'kan enak lihatnya. Nggak kaya tadi. Dih lama amat tuh mandinya, ngapain aja sih dia di kamar mandi? Kek cewek." Karena Damian tak kunjung keluar, Gwen memutuskan untuk duduk di sofa sembari membuka aplikasi chat.
Ada beberapa chat dari Mika, dan dari Axel. Ia mengabaikan chat dari pemuda itu, karena pasti Axel bertanya dia ke mana dengan Damian tadi setelah dari toko buku.
Gwen asyik berbalas pesan dengan Mika, sampai tak sadar, jika Damian sudah berdiri di hadapannya dengan rambut basah, dan handuk sebatas pinggang yang menutupi area privatnya.
"Ngapain lo di kamar gue?" ujar Damian tiba-tiba.
Menyentak Gwen yang masih asyik dengan ponselnya, hingga ia mendongak dan....
"Arghh!" teriaknya.
Gwen lupa bernapas, bagaimana tidak. Damian berdiri di hadapannya hanya dengan handuk sebatas pinggang, dan tanpa atasan.
"Kenapa lo? Suka sama yang lo lihat." Damian terkekeh, dan Gwen reflek menutupi matanya dengan telapak tangan.
...***Bersambung***...