Cerita ini sekuel dari Menikahi Mafia Kejam
Sebuah malam kelam mengantarkan Devi Aldiva Brodin pada malapetaka yang merubah hidupnya seratus delapan puluh derajat. Kesalahan fatalnya yang menggoda sang atasan yang divonis impoten saat ia dalam keadaan mabuk berat. Dan pria itu adalah Ibra Ashford Frederick merupakan pria yang sudah beristri sekaligus atasannya.
Bagaimana kelanjutan ceritanya, yuk simak!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Novi Zoviza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Daddy Jahat
"Daddy jahat," ucap Zoey setelah melepaskan pelukannya. Ia melipat kedua tangannya di depan dada dengan bibir mengerucut ke depan.
'Kau juga marah sama Daddy, boy?," tanya Ibra menatap Zion yang berdiri di belakang Zoey dengan kedua tangan di masukan kedalam saku celana dan ekspresi wajah datarnya. Benar-benar copyan dirinya.
Zion mengangguk pelan, ia bukan marah tapi sedikit kecewa pada Daddy-nya yang tidak menempati janjinya padanya.
Ibra menggeleng kecil. Ia kembali berdiri lalu mengambil hadiah yang sudah ia siapkan untuk mereka berdua.
"Maaf ya, Daddy bukannya tidak menempati janji Daddy. Sebenarnya tadi Daddy sudah ada di basement saat kalian turun tapi Daddy takut Mommy kalian yang masih marah sama Daddy tidak memperbolehkan Daddy bertemu kalian," ucap Ibra.
"Tapi Daddy tetap mengikuti kalian dari belakang. Kalian tidak mau memaafkan Daddy?," tanya Ibra mengulurkan kedua hadiah yang ia bawa pada keduanya.
"Kenapa Mommy marah sama Daddy. Daddy nakal ya?," tanya Zoey dengan wajah polosnya menatap Ibra. Rasa kesalnya pada Daddy-nya menguap begitu sajad digantikan dengan rasa penasarannya kenapa Mommy nya marah pada Daddy-nya.
Ibra mengulum senyumannya mendengar pertanyaan Zoey."Iya...," angguk Ibra.
Zoey mengambil boneka Teddy bear berwarna merah muda yang ditangan sang Daddy berikut dengan mainan mobil terbaru lalu memberikannya pada Kakaknya.
"Dad, tidak bisakah hadiah untukku berapa laptop?," tanya Zion. Ia tetap menerima hadiah dari sang Daddy, karena ia memang tengah menginginkan mobil-mobilan ini akan tetapi ia ingin sebuah laptop juga.
'Kau ingin mengerjai Daddy lagi dengan laptop mu itu, hum?," tanya Ibra mengacak rambut cokelat Zion.
Zion hanya tersenyum kecil lalu menggeleng." Aku membutuhkannya untuk membantu melindungi sistem keamanan perusahaan yang Daddy pimpin. Sistem keamanannya sangat lemah, aku yang anak kecil saba bisa membobolnya," jawab Zion dengan wajah tenangnya.
"Nanti akan Daddy belikan. Tapi bagaimana dengan Mommy mu. Apakah dia tidak akan marah kalau kau memiliki laptop. Dan apakah tidak bisa kau seperti anak seusiamu yang masih sibuk bermain dengan mobil-mobilan dan juga robot-robot mu?," tanya Ibra.
"Mainanku sudah terlalu banyak Dad," jawab Zion.
"Baiklah, nanti sore kau bisa menjemput laptop mu di apartemen Daddy," ucap Ibra.
"Yeay... terimakasih Daddy," jawab Zion bersorak kegirangan.
"Iya. Sekarang kalian belajar dulu. Jika ada apa-apa hubungi Daddy, oke," ucap Ibra mengusap kepala kedua anaknya bergantian.
"Siap Daddy," jawab keduanya kompak lalu kembar berlari memasuki kelas sembari membawa hadiah yang diberikan Daddy mereka.
Ibra tersenyum kecil lalu segara pergi meninggalkan area sekolah. Ia melangkah melewati para orang tua yang menunggui anak-anak mereka dan mengabaikan bisik-bisikan kecil tentangnya.
Ia memasuki mobilnya lalu melajukan mobilnya nya menuju perusahaan. Hari ini ia ada jadwal pertemuan dengan beberapa investor salah satunya adalah Devi. Ia akan memberikan sedikit pelajaran pada Devi yang sudah berani berpakaian seperti tadi. Dulu saat masih bekerja di Salim Tbk ia tidak pernah berpakaian seperti itu tapi kini wanita itu semakin berani saja.
Sesampainya di perusahaan ia sudah di tunggu oleh Nia dan mengatakan pertemuan akan segera di mulai. Ia langsung melangkah menuju lift dikuti Nia dari belakang.
"Apakah semuanya sudah hadir Nia?," tanya Ibra.
"Sudah Pak. Dan beberapa menit lagi pertemuan akan di mulai," jawab Nia.
"Sudah membawa semaunya?," tanya Ibra dengan tatapan lurus ke depan. Memang Nia bekerja sebagai sekretarisnya, ia akan menoleh pada wanita itu hanya seperlunya saja. Enam tahun ini wanita ini cukup profesional dalam bekerja makanya ia tidak pernah menggantikan posisi Nia sebagai sekretarisnya.
"Sudah Pak," jawab Nia. Ia sudah sangat terbiasa dengan sikap dingin ditunjukan Ibra. Dan selama ini memang banyak karyawan yang iri dengannya bisa berdekatan dengan CEO mereka yang katanya tampan akan tetapi ia tidak tertarik sama sekali untuk menggoda atau lebih dekat dengan atasannya itu. Ia cukup tahu diri dan tidak mau karena hal sepele seperti itu ia di pecat. Ia sangat membutuhkan pekerjaan ini demi menopang kehidupannya bersama sang ibu dan satu orang adiknya yang saat ini menempuh pendidikan di perguruan tinggi.
Saat pintu lift terbuka, Ibra mempersilahkan Nia untuk keluar terlebih dahulu dan barulah ia keluar. Ia melangkah menuju ruang meeting di mana semua orang sudah menunggunya.
Ibra memasuki ruang meeting diikuti Nia dari belakang. Ia hanya mengangguk kecil pada para investor yang menyapanya. Dan ia langsung duduk di kursi kebesaran menunggu Nia mempersiapkan semuanya.
Ia menatap sekilas pada Devi yang tampak duduk tidak jauh darinya. Wanita itu sama sekali tidak melihatnya. Ia semakin geram saja karena Devi duduk diantara pria dengan pakaian seperti itu. Ia tidak mengerti kenapa ia tiba-tiba seperti ini. Dulu hampir setahun Devi bekerja di perusahaan ini ia sama sekali tidak pernah melirik wanita itu tapi setelah kejadian malam itu membuatnya terus memikirkannya.
Dan setelah hampir dua jam melakukan pertemuan membahas pembangunan cabang baru semua orang membubarkan diri. Ibra juga meminta untuk segara keluar. Kini tinggallah ia dan Devi di sini.
Devi belum menyadari kalau semua orang sudah pergi dan kini tinggallah ia berdua dengan Ibra karena ia sibuk dengan ponselnya entah menghubungi siapa.
Sementara itu Ibra mengunci pintu menggunakan remote yang ada padanya. Ia terus memperhatikan Devi, wanita itu meski sudah melahirkan kedua anak kembarnya ke dunia ini tapi bentuk tubuhnya tidak pernah berubah jutsru semakin menggoda saja.
"Ehem," Ibra berdehem pelan saat Devi mengakhiri panggilan teleponnya.
Mendengar deheman Ibra, Devi menoleh dengan tatapan dinginnya. Ia segara membereskan kertas yang ada diatas meja nya. Ia harus segara pergi sebelum Ibra melakukan hal yang tidak-tidak lagi padanya sepatu waktu itu. Pria ini benar-benar mesum sekali.
Setelah selesai, Devi segara berdiri dari duduknya melangkah menuju arah pintu namun saat ia akan membuka pintu. Pintu itu malah terkunci dan tidak bisa dibuka.
"Kita harus bicara," ucap Ibra berdiri seir duduk membuka jas yang ia kenakan lalu meletakkannya diatas meja. Ia melangkah menghampiri Devi yang masih berdiri didepan pintu dengan wajah masam nya. Entah kemana ekspresi wajah Devi saat ini terlihat menggemaskan di matanya.
"Apalagi?," ketus Devi.
Ibra terkekeh kecil mendengar perkataan Devi."Kita duduk di sana," jawab Ibra.
"Di sini saja, bicara saja. Setelah ini saya ada pekerjaan lain," ucap Devi.
Ibra sedikit kesal dengan jawaban Devi. Ia merebut map yang dipegangi Devi lalu melemparnya keatas meja sofa yang ada di dekatnya lalu mengangkat tubuh wanita itu.
"Hei apa yang anda lakukan,"pekik Devi.
Ibra tidak menjawab, ia mendudukkan Devi atas meja meeting. Lalu mengambil jasnya menutupi paha Devi yang roknya sedikit terangkat keatas menggunakan jasnya itu.
"Sekali lagi kau berpakaian seperti ini, akan aku pastikan twins kita akan memiliki adik," bisik Ibra tepat ditelinga Devi.
Devi mendorong tubuh Ibra agar menjauh darinya. Ia sangat terkejut mendengar perkataan Ibra. Apakah Ibra sudah tahu tentang kedua anaknya?. Pria ini benar benar menakutkan sekali menurutnya.
"Jangan mengada-ada Pak," jawab Devi berusaha bersikap profesional.
"Aku sudah tahu semuanya. Kenapa menyembunyikan hal sebesar ini dariku, hum?," tanya Ibra kembali mendekati Devi.
...****************...
lebih tegas Daddy mu kamu Weh Weh no good 👎👎👎👎