NovelToon NovelToon
Endless Journey: Emperors Of All Time

Endless Journey: Emperors Of All Time

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Misteri / Fantasi Timur
Popularitas:517
Nilai: 5
Nama Author: Slycle024

Ketika perang abadi Alam atas dan Alam bawah merembes ke dunia fana, keseimbangan runtuh. Dari kekacauan itu lahir energi misterius yang mengubah setiap kehidupan mampu melampaui batas dan mencapai trensedensi sejati.

Hao, seseorang manusia biasa tanpa latar belakang, tanpa keistimewaan, tanpa ingatan masa lalu, dan tumbuh dibawah konsep bertahan hidup sebagai prioritas utama.

Namun usahanya untuk bertahan hidup justru membawanya terjerat dalam konflik tanpa akhirnya. Akankah dia bertahan dan menjadi transeden—sebagai sosok yang melampaui batas penciptaan dan kehancuran?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Slycle024, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perundungan

Sore itu, suara gong menggema, menembus udara dan memecah keheningan. Beberapa murid akademik saling melirik, sebagian lain buru-buru melangkah ke aula, sambil menggerutu pelan.

Tak lama kemudian, suara instruktur terdengar keras dan tegas.

“Para pemalas,” katanya dingin. “Pelajaran sore segera dimulai. Siapa pun yang berani bolos, siap-siap tambahan latihan fisik!”

Suasana seketika hening. Beberapa murid menelan ludah, wajah pucat, tapi mata mereka tetap menunjukkan rasa enggan.

Di sudut aula, terdengar bisik-bisik kecil:

“Sial, kenapa harus latihan fisik … tubuhku masih nyeri dari pagi,” gumam seorang murid.

“Beneran deh, ini nggak adil,” bisik temannya.

“Semoga cepat selesai, aku mau tidur…” suara seorang murid nyaris tenggelam.

“Eh, jangan sampai kedengaran, kamu taukan instruktur itu pendendam!” suara murid lain terdengar menggigil.

Begitu langkah instruktur semakin dekat, semua bisikan berhenti. Murid-murid buru-buru menunduk, menahan napas, pura-pura serius.

Pelajaran pun dimulai. Para instruktur menjelaskan dengan rinci, berusaha agar mudah dipahami. Beberapa murid serius bertanya, ada yang pura-pura semangat, sementara yang lain hanya diam menahan kantuk.

---

Dua jam berlalu. Saat pelajaran selesai dan instruktur pergi, murid-murid serentak bangkit dengan bersemangat.

Akhirnya, mereka kembali ke asrama masing-masing, beberapa sambil tertawa, beberapa masih menahan kantuk, tapi semuanya lega karena berhasil melewati sore yang panjang tanpa tragedi.

Langkah Zhang Hao terdengar pelan di jalan setapak yang diterangi lampu minyak. Udara malam masih menyimpan sisa hangat matahari, namun angin dingin mulai menusuk kulit. Sesekali terdengar tawa dan percakapan murid yang berjalan lebih dulu, sementara sebagian besar sudah kembali ke asrama.

Zhang Hao berhenti dan menatap sekeliling. Ia menghela nafas panjang, mencoba menenangkan diri. l

Bugh!

Suara pukulan keras menggema. Pandangan Zhang Hao berputar, langkahnya mulai goyah, lalu semuanya tenggelam dalam gelap.

Ketika sadar, ia mendapati dirinya terikat pada pohon. Matanya menatap dua gadis berusia sekitar dua belas atau tiga belas tahun. Ia langsung mengenali mereka sebagai bagian dari kelompok Mu Huan.

Kedua gadis itu menatap dengan penuh perhatian, lalu sama-sama menghela napas, kecewa karena tidak menemukan sesuatu yang istimewa.

“Ternyata hanya anak biasa,” gumam salah satu dengan nada datar. “Aku makin penasaran… kenapa Kakak Mu bersikap aneh hari ini.”

“Kamu benar,” sahut yang lain sambil melipat tangan di dada. “Oh iya, aku Mu Xuan, dia Mu Lian… kita sempat bertemu di kedai tadi siang.”

Zhang Hao menarik napas panjang, desahannya terdengar tenang meski tubuhnya masih terikat. Tatapannya tetap datar, tak goyah sedikit pun.

“Kakak benar!” suaranya jernih, namun di balik ketenangan itu terselip nada kesal. “Jadi… kenapa kalian menculik ‘anak biasa’ ke tempat seperti ini? Aku harus beristirahat.”

Mu Xuan menatap perlahan, senyum sinis terukir di wajahnya. Nada main-main terselip di suaranya.

“Sedikit tak tahu malu… tapi masih bisa dimaklumi.”

Zhang Hao menundukkan kepala sebentar, lalu menatap tajam tanpa mengubah ekspresi. Dalam hatinya ia bergumam: perempuan memang sulit ditebak, di hadapan mereka, apapun yang kukatakan pasti salah… haih, merepotkan.

“Kalau begitu, kenapa kalian menculikku? Apakah kalian tidak takut aku akan melaporkan ke paman Mu Tian?”

Ucapan itu membuat keduanya sedikit terkejut. Keheningan singkat turun sebelum pandangan mereka berubah serius.

“Baiklah,” ujar Mu Xuan dengan suara tenang namun penuh tekanan. “Jawab pertanyaan kami dengan jujur.”

Zhang Hao menunduk sedikit, pasrah namun tetap tenang, lalu mengangguk pelan.

“Pertama,” Mu Xuan menatap lurus, matanya setajam pedang, “sebutkan namamu.”

“Zhang Zhang Hao ,” jawab Zhang Hao singkat.

Mu Xuan mengerutkan kening. “Ternyata keluarga Zhang… Apakah kamu pernah bertemu Kak Huan sebelumnya?”

“Pertama kali, di kedai tadi siang.”

“Kalau begitu,” suara Mu Xuan semakin menusuk, “saat di kedai, apa yang kau lakukan sehingga membuat Kak Huan marah sekaligus kebingungan?”

“Kami hanya berjabat tangan.” jawab Zhang Hao singkat.

“Benarkah?!” bentak Mu Xuan, suaranya menggema.

Zhang Hao tetap teguh. “Benar, hanya itu,” jawabnya tegas.

Mu Xuan menatap Zhang Hao dengan senyum sinis. “Kalau hanya itu, sepertinya kami harus membuatmu sedikit… lebih kooperatif.”

Mu Lian melangkah perlahan. Dari dalam jubahnya, ia mengeluarkan sebungkus bubuk merah pekat dan, dengan cepat, memaksa bubuk itu masuk ke mulut Zhang Hao .

Rasa terbakar langsung melanda. Wajah Zhang Hao memerah, keringat mulai bercucuran, lidahnya seperti tersayat ribuan pisau kecil. Sebelum sempat menenangkan diri, Mu Lian sudah menekan botol air dingin ke bibirnya, memaksanya menelan.

Air dingin itu bukannya meredakan, justru membuat sensasi panas meledak lebih hebat—seolah kobaran api disiram minyak. Tenggorokannya perih, dada sesak, tubuh gemetar hebat.

Setelah setengah jam, rasa terbakar mulai mereda. Kedua gadis itu duduk dengan riang, ditemani beberapa makanan ringan. Mereka saling berpandangan, lalu perlahan berjalan mendekat dengan langkah santai.

“Itu hanya peringatan! Kami masih punya banyak serbuk lain,” ujar Mu Lian dengan nada main-main. Senyumnya nakal, lalu ia menambahkan, “Mari kita lanjutkan.”

“Jawab pertanyaan sebelumnya,” kata Mu Xuan tegas, hampir seperti memberi perintah.

“Aku benar-benar jujur,” jawab Bai Tian mantap. Namun matanya tak lepas melirik bubuk itu, dan buru-buru ia menambahkan dengan nada tergesa, “Tunggu… mungkin karena arahan seseorang yang duduk didepanku. Itu tidak disengaja….beneran.”

“Jadi begitu…” Mu Xuan mengangguk perlahan, matanya menajam, seolah menemukan benang merah. “Apakah Kak Huan mengunjungi asramamu?”

“Iya,” jawab Bai singkat.

“Lalu apa yang terjadi di sana?” tanya Mu Xuan penasaran. Hal itu wajar baginya, karena biasanya mereka tidak pernah menyembunyikan apa pun. Namun kali ini, Mu Huan justru menolak memberikan petunjuk apapun.

Di sisi lain, Zhang Hao merasa ada yang aneh. Bagaimanapun, saat melihat mereka bertiga, dia bisa menebak bahwa hubungan mereka sudah terjalin selama bertahun-tahun. Dengan nada kesal, ia balik bertanya, "Kenapa tidak langsung bertanya padanya? Aku hanya melakukan permintaannya."

“Permintaan?” Mu Xuan menatap tajam. "bukankah kalian baru kenal? Lalu apa sebenarnya permintaan Kak Huan? Kenapa sikapnya aneh hari ini?"

Nada suaranya semakin mendesak, menuntut Zhang Hao untuk menjawab semua rasa penasarannya.

“Kalian… apakah kalian sudah selesai?” suara tenang menggema dari kegelapan.

“Belum,” jawab Mu Xuan dan Mu Lian serentak, spontan seperti refleks. Begitu menyadari siapa yang datang, wajah keduanya menegang dan tubuh langsung kaku.

Dari balik bayangan, Mu Huan melangkah keluar. Setiap langkahnya tenang, terukur, namun penuh wibawa. Pemandangan di hadapannya bukan sesuatu yang asing.

Saat melihat Zhang Hao yang terikat dalam kondisi menyedihkan, sorot matanya melembut, bukan karena iba, tapi karena rasa puas.

“Lepaskan dia,” ucap Mu Huan datar, namun tegas.

Keduanya menunduk, bergerak cepat melepaskan ikatan Zhang Hao , lalu membawanya mendekat ke hadapan Mu Huan yang sudah duduk di atas batu pipih.

Zhang Hao mendongak. Wajahnya kusut, antara kesal dan tak berdaya.

Sebuah senyum kecil muncul di wajah Mu Huan, seolah penghinaan yang ia terima perlahan terbayar.

Ia mengangkat dagu Zhang Hao dengan ujung kakinya, menatapnya sejenak. Senyum itu melebar, lalu ia melepaskan dagu Zhang Hao dan berkata pelan namun tegas,

“Ingat baik-baik, kejadian ini tidak boleh bocor. Jika kau berani membuka mulut, aku sendiri yang akan memberi tahu keluargamu… bahwa kau telah mengintip kami mandi.”

“Apa hubungannya denganku?” ujar Zhang Hao ketus sambil membuang muka.

“Oh? Sepertinya kau masih belum paham,” jawab Mu Huan dingin, lalu melirik Mu Xuan dan Mu Lian seakan memberi perintah.

Sekejap kemudian, serbuk-serbuk berbagai warna muncul kembali di tangan mereka. Tubuh Zhang Hao menegangkan, gemetar hebat, nafas tercekat, matanya melebar. Suaranya lembut namun penuh permohonan,

“Kakak Huan…kenapa begitu kejam? Bukankah aku hanya melakukan apa yang kau minta?”

“Diamlah!” bentak Mu Huan keras, rona merah tipis muncul di wajahnya.

Mu Huan segera berdiri dan memberi perintah singkat agar kedua gadis itu membereskan semua barang. Tanpa menoleh lagi, ia berbalik pergi, khawatir kejadian itu secara tidak sengaja keluar dari mulutnya.

Saat langkah Mu Huan menghilang, Zhang Hao menarik napas panjang. Tubuhnya masih gemetar, tapi lega mulai terasa. Ia menatap Mu Xuan dan Mu Lian yang tengah membereskan barang.

“Perempuan memang sulit di tebak,” gumamnya pelan.

***

Tidak jauh dari tempat itu, seorang pria duduk santai di atas dahan pohon. Sejak awal, ia menyaksikan seluruh adegan perundungan itu tanpa melewatkan satu detail pun.

Dengan gerakan ringan, ia turun dan berjalan mendekat perlahan. Aroma tajam yang masih tersisa di udara membuatnya membayangkan rasa perih yang baru saja dialami Zhang Hao .

Namun sesuatu menggelitik pikirannya. Mengapa seorang anak baru bisa menjadi target mereka? Terlebih, sikap Mu Huan malam ini begitu berbeda dari biasanya.

Ia menutup mata sejenak, bergumam pelan dalam hatinya : Anak sulung kabur dari rumah, putri tertua mirip berandalan, putri kedua terlalu dewasa… dan sekarang anak-anak para tetuanya juga aneh… sudahlah.

1
誠也
7-10?
Muhammad Fatih
Gokil!
Jenny Ruiz Pérez
Bagus banget alur ceritanya, tidak monoton dan bikin penasaran.
Rukawasfound
Lucu banget! 😂
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!