Mila, seorang gadis modern yang cerdas tapi tertutup, meninggal karena kecelakaan mobil. Namun, takdir membawanya ke zaman kuno di sebuah kerajaan bernama Cine. Ia terbangun dalam tubuh Selir Qianru, selir rendah yang tak dianggap di istana dan kerap ditindas Permaisuri serta para selir lain. Meski awalnya bingung dan takut, Mila perlahan berubah—ia memanfaatkan kecerdasannya, ilmu bela diri yang entah dari mana muncul, serta sikap blak-blakan dan unik khas wanita modern untuk mengubah nasibnya. Dari yang tak dianggap, ia menjadi sekutu penting Kaisar dalam membongkar korupsi, penghianatan, dan konspirasi dalam istana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19 Rencana dalam Bayangan
Mata-Mata di Tengah Pasar
Kota Linzhou selalu sibuk menjelang senja. Hiruk-pikuk pasar, suara para pedagang yang menawarkan barang, dan aroma rempah dari utara bercampur dalam satu tarikan napas. Di balik keramaian ini, Qianru berjalan tenang, mengenakan jubah lusuh seperti pedagang biasa. Tapi matanya tajam—mengamati, menghitung, menghafal.
Ia telah tiga hari menetap di Linzhou. Selama itu pula ia mencatat gerak-gerik orang-orang yang diduga terlibat dalam penyelundupan rahasia ke wilayah Beihou. Setiap malam, ia menuliskan laporannya dalam kode, lalu menyimpannya dalam lapisan ganda tas jamu miliknya.
“Wanita pengusaha dari selatan” kini telah menjadi nama yang dibicarakan di pasar. Salah satu pedagang paling berpengaruh—Zhou Fao, tangan kanan Gu Yong’an di Linzhou—mulai tertarik.
Hari keempat, Qianru menerima undangan makan malam dari Zhou Fao. Lokasinya, sebuah rumah teh eksklusif di tepi sungai.
“Dia ingin bertemu langsung,” ujar Ling Xun—pengawal bayangan yang menyamar sebagai pelayannya.
“Bagus. Itu artinya aku selangkah lebih dekat pada sumber utama,” sahut Qianru.
Malam itu, ia mengenakan pakaian pedagang yang elegan tapi tetap sederhana. Rambutnya disanggul rendah, riasan tipis menyamarkan identitas aslinya. Ia melangkah ke rumah teh dengan langkah percaya diri.
Zhou Fao menatapnya lama saat ia duduk. “Aku tak menyangka, seorang wanita bisa bertahan di kota penuh persaingan ini selama empat hari... dan menarik perhatian banyak orang.”
Qianru tersenyum tipis. “Mungkin karena aku tahu caranya membaca medan. Dagang itu seperti perang, Tuan Zhou. Kau harus tahu kapan menyerang, dan kapan pura-pura mundur.”
Zhou Fao tertawa. “Kau menarik. Maukah kau bekerja denganku?”
Qianru menatapnya dalam. “Apa bentuk kerja sama yang kau tawarkan?”
“Distribusi herbalmu akan kami bantu tembus ke wilayah Beihou. Tapi... tentu saja, kau harus membawa lebih dari sekadar herbal.”
Ia menatap Qianru lekat. “Senjata. Ramuan racun. Informasi.”
Qianru tidak bereaksi kaget. Sebaliknya, ia mengangkat cangkir tehnya dan tersenyum tenang. “Kalau bayarannya cukup, kenapa tidak?”
Setelah malam itu, Zhou Fao membawa Qianru ke sebuah gudang tua di luar kota. Di sana, ia melihat sesuatu yang mengejutkan, tumpukan senjata, baju zirah, dan bahkan dokumen yang memuat peta wilayah dalam istana kerajaan.
“Ini semua... dari dalam?” gumam Qianru.
“Jenderal Gu punya banyak teman lama di ibukota,” kata Zhou Fao, tidak tahu bahwa ia baru saja mengungkap salah satu informasi paling penting.
Qianru mencatat semuanya dalam ingatannya. Peta. Nama kontak. Jalur distribusi.
Malam itu, Qianru menyalakan lentera khusus berwarna biru di balkon rumah sewanya—sebuah sinyal yang hanya dikenali oleh pasukan bayangan Kaisar. Lentera itu berarti, Informasi penting berhasil dikumpulkan. Siap untuk dikirim.
Ling Xun mendekatinya. “Apa kau yakin akan tetap tinggal di sini, Nona Qianru? Kita bisa kembali ke istana dan membawa semua bukti.”
Qianru menatap langit gelap di atas Linzhou.
“Belum. Masih ada satu nama yang belum muncul. Gu Yong’an belum menunjukkan wajahnya. Dia bukan orang yang menyerahkan kekuasaan pada kaki tangannya begitu saja.” jawab Qianru
Keesokan malamnya, saat hujan tipis turun, sebuah kereta hitam berhenti di depan rumah teh yang sama tempat Qianru bertemu Zhou Fao. Dari dalamnya, turun seorang pria tinggi dengan jubah panjang. Wajahnya tertutup topeng perak.
Itulah dia—Gu Yong’an.
Qianru yang mengamati dari atap seberang mengepalkan tangannya. “Akhirnya kau datang.”
Gu Yong’an tidak hanya datang untuk inspeksi. Dia membawa kabar yang membuat bulu kuduk Qianru berdiri.
“Pasukan Beihou telah bergerak. Mereka akan menyerang dalam tiga minggu. Tapi kita tak butuh perang besar. Hanya butuh satu orang yang membuka gerbang istana dari dalam.”
Zhou Fao bertanya, “Siapa orangnya?”
Gu Yong’an tersenyum licik. “Mata-mata baru. Seorang pelayan yang disusupkan ke kediaman Kaisar. Dia akan mengirim sinyal begitu waktunya tiba.”
Darah yang Membeku
Qianru merasa seluruh tubuhnya menegang. Mata-mata di dalam istana? Jika ini benar, maka bahkan istana bukan lagi tempat yang aman. Kaisar dalam bahaya, dan waktu mereka sangat terbatas.
Ia segera menulis laporan rahasia dalam kode, menyelipkannya dalam kotak herbal, dan menyerahkannya pada kurir kepercayaan Kaisar yang menunggu di luar kota.
“Bawa ini ke ibukota. Jangan berhenti, bahkan jika ada yang mencoba menghentikanmu.”
Perang tidak lagi sekadar pertempuran pedang. Ini adalah perang informasi, perang bayangan, dan Qianru berada tepat di pusatnya. Kini, ia harus menentukan langkah berikutnya dengan hati-hati, atau seluruh istana akan jatuh dalam jebakan pengkhianatan.
Bersambung