Aku memang perempuan bodoh soal cinta, pacaran 5 tahun tapi menikah hanya 8 bulan. Tak pernah mendengar nasehat dari orang tua dan sahabatku, perkara pacarku itu. Aku nekad saja menikah dengannya. dalihku karena sudah lama kenal dengannya aku yakin dia akan berubah saat menikah nanti.
Ternyata aku salah, aku serasa teman tidur saja, bahkan aku tak diberi nafkah lahir, ditinggal dikontrakan sendiri, keluarganya tidak pernah baik padaku, tapi aku masih bodoh menerima dan sabar menghadapi tingkahnya. Bahkan cicilan dan biaya rumah sakit aku yang meng-cover. Gila gak? bodoh banget otakku, hingga aku di KDRT, dan itulah titik balikku berpisah dengannya, hingga menemukan kebahagiaan bersama seseorang yang sama sekali tak kukenal, tapi bisa mewujudkan impian pernimahan yang aku inginkan, hanya karena apa? restu orang tua.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TEGANG
Aku tak menyangka dikasih 100 juta hanya karena aku hamil, ini uang buat aku semua, bahkan langsung menyerahkan cek itu ke aku. Masih belum percaya juga, aku lihat tuh cek sampai Fabian mengusap kepalaku. Ternyata tingkahku dilihat oleh anggota keluarga lain. Aku meringis saja, sekarang siapa yang tak bahagia mendapat uang cuma-cuma begitu.
"Jaga baik-baik cucu pertamaku," ucap beliau tegas. Mendengar kata pertama, aku langsung menatap papa. Mendadak suasana tegang, karena aku baru sadar kalau ada Maya-Jovan yang belum mendapat rezeki itu. Terlebih Jovan sangat benci pada kita, mendadak kok berpikir buruk pada dia. Sedangkan Maya hanya tersenyum tipis lalu menunduk. Mungkin dirinya menyesal melepas Fabian, namun kembali lagi apa yang sudah berjalan saat ini memang sebuah takdir Allah. Bahkan aku sendiri tak menyangka bisa menikah dengan Fabian, padahal kenal saja enggak. Masih ingatkan duniaku penuh dengan kebodohan bersama Akbar lebih dari 5 tahun.
"Baik, Pa!" jawabku dan Fabian kompak. Wajah bahagia Papa berubah saat beliau menatap Jovan dan Maya.
"Bagaimana denganmu, Jovan?" tanya papa pada si sulung. Beliau tak menyangka, ternyata yang menurun brengseknya masa muda beliau adalah si sulung. Padahal selama ini dia selalu bilang mama Fabian adalah pelakor, mama Fabian tak patut dijaga hatinya, mama Fabian sudah menghancurkan hati mama. Padahal kalau mau menyalahkan, harusnya yang disalahkan adalah papa. Memang papa yang tak jujur saat berhubungan dengan mama. Tapi kini, Jovan justru menelan ludahnya sendiri. Dia menyakiti sang istri dan juga sang mama sekaligus.
Aku dan Fabian ikut menatap Jovan. Penasaran dengan apa yang terjadi di keluarga sebelah. Bukan kepo atau ingin mencampuri, tapi sebagai saudara yang tak dianggap, permasalahan mereka juga bisa mempengaruhi hubungan kita.
"Aku tetap akan menikahi Aruni, Pa!" jawab Jovan mantap. Aku dan Fabian langsung bergandengan tangan di bawah meja. Ikut tegang, campur aduk perasaan kita. Istri pertama papa langsung menunduk begitu saja, Maya hanya diam tanpa ekspresi berlebih, mungkin dia sudah merasa akan terjadi seperti ini. Terlebih hubungan mereka sudah sangat jauh, Aruni di mata Jovan adalah perempuan yang ideal untuk menjadi pendampingnya saat ini, dan mungkin saja bisa memberikan Jovan keturunan juga. Maya pasrah.
"Kita juga sudah berhubungan sangat jauh, gak baik kalau aku melepas Aruni, Pa!"
"Kamu yakin?"
"Yakin Pa!"
"Perlu kamu tahu, Jovan. Punya istri dua tak segampang yang kamu pikirkan. Terutama soal finansial. Papa juga sempat oleng saat itu karena papa telah menyakiti hati mama kamu, kemudian papa sadar bahwasannya luka mama yang membuat papa oleng begitu, papa minta maaf sebesar-besarnya pada mama kamu. Pelan-pelan perekonomian papa pun mulai jalan, dan bisa mendamaikan mereka. Poin utama cerita papa adalah kamu dengan kesadaran penuh meminta maaf pada Maya atas kesalahan yang telah kamu perbuat, minta maaflah pada Maya, dan satu lagi selama ini kamu menikah dengan cara yang tidak baik. Kita semua tahu kamu merebut Maya dari Fabian, sekarang mau menikah dengan Aruni pun kamu menyakiti Maya. Sadar tidak kalau langkah kamu bisa saja berat ke depannya, karena ada dua hati yang kamu sakiti sekaligus. Maya dan Fabian. Kamu mau minta maaf sama mereka?" tanya papa.
Jovan mengangguk pelan. "Coba sekarang kamu minta maaf pada Fabian?" tantang papa. Aku dan Fabian kaget, tak menyangka papa meminta hal itu. "Maaf dari seseorang itulah yang membuat jalan kehidupan kamu ringan."
Jovan masih diam. Aku yakin sih, dia ingin minta maaf hanya dari mulut saja, bukan tulus dari hati, toh papa juga yang menyuruhnya. "Jovan minta maaf pada kamu, Ian. Sudah mengambil Maya dulu, begitu juga Maya, aku minta maaf telah menyakiti kamu dengan menghadirkan perempuan lain pada pernikahan kita!"
"Fabian sudah memaafkan, meski ikhlas dan menerima takdirnya lama. Tapi begitu pasrah, ternyata aku mendapat ganti Maya, yakni istriku sekarang. Aku harap, cerita lalu hanya cerita lalu saja. Tidak berefek pada kehidupan selanjutnya. Aku tidak mau menyakiti hati istriku, apalagi dia sedang mengandung anakku, tolong jangan libatkan masa lalu lagi." Aku tersenyum bangga pada Fabian, di depan keluarga besar ia mengambil sikap tegas, bahwa tidak ada ruang untuk Maya dalam hidup Fabian selanjutnya. Ah, meleleh hatiku Sayang.
Jovan mengangguk, toh dia tidak akan menceraikan Maya juga. Mau bagaimana pun dia sudah menemani Jovan selama 9 tahun, tak mungkin dia tega membuang Maya begitu saja. Meskipun porsi cinta dan hatinya sudah terbagi untuk Aruni, ah perempuan itu begitu mempesona bagi Jovan. Usai makan malam itu dengan drama keluarga sebelah, aku tak tahu keputusan Jovan kapan diwujudkan, yang jelas istri papa masih tak merestui. Mama pun hanya diam, beliau sangat tahu diri kapan beliau bicara atau tidak. Aku dan Fabian sendiri pulang, dan tak berniat bertanya kelanjutannya. Kami menjalankan hidup masing-masing.
Hanya saja Maya memang lebih sering chat Fabian. Aku lama-lama kesal juga. Kenapa gak diblokir? Ternyata Fabian sudah sering blokir nomor Maya, tapi perempuan itu beli nomor baru dan kembali menghubungi Fabian. "Dia terlalu mengharap kamu!" ujarku setelah mendapati nomor baru chat pada Fabian.
Saat itu kita sedang duduk berdampingan dengan laptop masing-masing, ponsel Fabian berdenting tanda chat masuk. Tidak kita hiraukan, selang beberapa menit chat masuk lagi dan beruntun. Spontan aku berceletuk, berisik. Barulah Fabian mengambil ponselnya dan membuka aplikasi chat. Aku melirik sebentar, Fabian tampak mengerutkan dahi. "Siapa?" tanyaku.
"Maya!" jawabnya lagi.
"Kan nomornya udah kamu blokir?" tanyaku memastikan, dan aku segera mengambil ponselku, ternyata dia pakai nomor baru, tapi memang chatnya sih menjurus kalau itu Maya.
Kenapa kamu blokir nomorku terus?
Aku butuh balasan kamu.
Aku tahu kamu takut balas chat ini kalau ketahuan Namira kan.
Ian, aku mau bercerai saja.
Nanti kita kembali ya. Aku yakin kamu punya rasa itu sama aku.
Kamu hanya menganggap Namira teman tidurmu kan.
Kamu pura-pura bahagia kan sama Namira?
"Kenapa dia bisa bilang begini sih, Kak? Apa jangan-jangan apa yang dia pikir benar?"
"Namanya orang belum move on pasti berpikir sesuai dengan sudut pandangnya. Blokir saja!"
"Blokir saja sendiri," jawabku. Fabian mengambil ponsel itu kemudian screen shoot room chat tersebut. Aku kepo, aku melihat apa yang dilakukannya, ternyata dia mengirim tangkapan layar itu pada Jovan. Waow. Langkah konkret agar Maya bisa berhenti mengganggunya.
Jo. Tolong urus istri kamu.
Posisi di sini, dia yang mengejar aku. Padahal aku sudah blokir nomornya, aku tak mau ada yang salah paham, dan menyudutkan aku. Terlebih aku sudah punya istri dan siap jadi ayah. Tolong kasih tahu Maya, aku tidak akan kembali pada pengkhianat seperti dia.
up teros sampe pagi