Gubrakkk
Nala Casandra memegang kepalanya, dia baru saja membaca sebuah novel dan sangat kesal. Dia marah sekali pada seorang antagonis yang ada di novel itu. Sangking kesalnya, dia melemparkan novel itu ke dinding, siapa sangka novelnya mental kena kepalanya, sampai dia jatuh dari sofa.
Dan siapa sangka pula, begitu dia membuka matanya. Seorang pria tengah berada di atas tubuhnya.
"Agkhhh!" pekik Nala.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19. Cekatannya Jenderal Mahesa Wulung
Jenderal Mahesa Wulung dengan cepat pergi menemui pelayan putri para bangsawan yang lain. Ternyata ada tiga orang pelayan putri bangsawan lain yang mengatakan hal yang sama. Mereka bilang, saat akan ke sendang pemandian para putri, Asih pelayan pribadi Raden ayu Ratih Jayengwati, berada di sana dan mengatakan kalau di tempat itu ada ular.
Jenderal Mahesa Wulung segera melaporkan hal itu kepada Prabu Jayalodra yang sudah hampir berangkat ke istana.
"Hem, pelayan itu rupanya. Aku dan Ratu Ken Dwijasari harus berangkat ke istana. Kondisi putra mahkota kembali melemah. Kamu urus saja di sini, bersama dengan Arga Yudha!" perintah prabu Jayalodra.
"Sendiko dawuh Gusti prabu!" jawab Mahesa Wulung dengan sikap hormatnya.
Hingga setelah kereta kuda milik Prabu Jayalodra, ratu Ken Dwijasari dan pangeran putra mahkota pergi. Kereta kuda lainnya masih tetap berada di tempat itu.
"Ada apa?" tanya Ratu Sekar Arum kesal. Kenapa kereta kuda miliknya tak kunjung berangkat.
"Mohon ampun Gusti Ratu! Gusti prabu memerintahkan untuk menyelesaikan masalah penculikan tuan putri Galuh Parwati!' kata pengawal pribadi Ratu Sekar Arum.
Wajah ratu Sekar Arum tampak sangat bersemangat.
"Sudah di temukan, bagus! kita adakan pertemuan di tenda utama!" katanya yang segera turun dari kereta kudanya.
Dari kereta kuda selir agung Galuh Ayu, wanita itu juga tampak begitu antusias.
"Siapa? memang Sekar Nala kan?" tanyanya pada pengawal pribadinya.
"Mohon ampun Gusti selur agung, bukan. Jenderal Mahesa Wulung sudah menyelediki. Dan beliau mengatakan bukan tuan putri Sekar Nala. Untuk lebih jelasnya, silahkan Gusti selir agung menuju tenda utama!" kata pengawal itu.
Semua pengawal, ada di bawah kepemimpinan Jenderal Mahesa Wulung. Jika memang mereka tidak berkhianat. Mereka akan selalu patuh pada Jenderal Mahesa Wulung.
Selir agung Galuh Ayu juga segera bergegas ke arah tenda utama.
Sedangkan tuan putri Galuh Parwati, dan Raden ayu Ratih Jayengwati yang sudah berada dalam kereta kuda mereka juga di hentikan oleh pengawal.
"Ada apa?" tanya tuan putri Galuh Parwati.
"Mohon ampun tuan putri, jenderal Mahesa Wulung meminta kita semua berkumpul di aula utama. Atas perintah Gusti Ratu Sekar Arum!" kata pengawal itu sambil memberi hormat pada Galuh Parwati.
"Baiklah, Yunda Ratih Jayengwati. Ayo kita kesana!"
Asih tampak penasaran. Dia pun bertanya pada pengawal itu.
"Tuan pengawal, memangnya ada apa?" tanya Asih diam-diam dari belakang.
"Silakan ikut saja, kamu itu pelayan. Tidak berhak mencari tahu!" kata pengawal itu dengan tegas.
Wajah Asih terlihat tidak senang. Dia mau mendekati majikannya, meminta majikannya itu bertanya pada pengawal. Tapi, Ratih Jayengwati terlihat sibuk terus bicara manis pada putri Galuh Parwati.
Sementara Nala dan pangeran Arga Yudha Kertajaya juga sudah tiba di tenda utama. Nala terlihat masih kesal, dia bahkan lebih nyaman berada di tenda para pelayan bersama dengan Sumi dan Welas daripada di tenda pangeran Arga Yudha Kertajaya.
"Darimana saja kamu?" tanya pangeran Arga Yudha Kertajaya yang rasanya juga kehilangan sebenarnya, ketika dia tidak melihat istrinya dalam waktu yang cukup lama.
"Kenapa masih bertanya, aku rasa bukan matamu saja yang buta. Telingamu juga tuli..."
"Kamu..."
"Apa?" sela Nala tegas, "aku sudah katakan aku pergi ke tenda pelayan. Sudahlah, bicara pada orang yang cinta lamanya belum kelar, capek!" kata Nala yang segera pergi menjauh dari pangeran Arga Yudha Kertajaya dan memilih tempat yang cukup sepi untuk duduk bersama dengan Welas dan Sumi.
Pangeran Arga Yudha Kertajaya hanya bisa mendengus kesal. Di sana sudah ada banyak orang. Tidak mungkin juga dia membuat keributan.
"Semuanya sudah datang! baiklah, jenderal Mahesa Wulung akan mengatakan sesuatu pada kalian!" kata ratu Sekar Arum meminta perhatian semua orang yang sudah masuk tenda utama.
"Terimakasih Gusti Ratu. Sebelumnya saya akan menghadirkan 4 orang pelayan, mereka adalah pelayan pribadi dari Raden ayu Cundamanik, Raden ayu Pandan Sari, Raden Ayu Rara Wulan, dan Raden Ayu Rara Wilis. Ke empat pelayan ini mengatakan, mereka pagi itu juga akan pergi ke sendang pemandian para putri, tapi di hadang oleh orang yang sama dalam waktu yang berbeda!"
Asih yang mendengar itu mulai panik. Tentu saja panik, karena memang dia yang menghadang ke empat pelayan itu dan mengatakan di sendang pemandian para putri itu ada ular.
Asih mulai terlihat gugup. Dan itu membuat Ratih Jayengwati juga cemas. Dia mendekati pelayan pribadinya itu.
"Kamu bertemu dengan mereka?" tanya Ratih Jayengwati.
Asih mengangguk, dengan keringat yang sudah membasahi pelipisnya.
Melihat reaksi Asih, Ratih Jayengwati juga menjadi pucat. Alasan apalagi yang harus dia siapkan untuk mengelak nanti.
"Dan pelayan yang mereka temui, yang mengatakan kalau di sana ada ular adalah pelayan Raden ayu Ratih Jayengwati, Asih" tunjuk jenderal Mahesa Wulung pada Asih.
Di tunjuk dan di tatap dengan tajam oleh jenderal Mahesa Wulung. Kedua kaki asih menjadi sangat lemas.
Brukkk
"Mohon ampun Gusti Ratu, saya tidak..."
"Masih mengelak? jadi menurutmu para Raden ayu juga berbohong?" tanya jenderal Mahesa Wulung dengan tegas.
Nala mendesah kasar. Tatapannya jelas tertuju pada pangeran Arga Yudha Kertajaya yang juga tengah menoleh ke arahnya.
"Cih, tentu saja menuduhku. Karena kamu pasti yakin bukan mantan kekasih masa kecilmu itu yang merencanakan kejahatan ini kan? dia itu selalu tampan suci di matamu, dan aku, selalu tampak seperti penjahat!" gumam Nala, yang sebenarnya hanya bisa di dengar Nala sendiri.
Tapi wajah pangeran Arga Yudha Kertajaya, menunjukkan kalau dia merasa bersalah, sepertinya.
"Ampun Gusti! memang ada ular..." Asih masih ingin berdalih.
"Lalu bagaimana kamu menjelaskan, kenapa putri Galuh Parwati bisa kesana, dan bukan ada ular di sana tapi para penjahat? lalu bagaimana pula kamu menjelaskan, bagaimana sebelum kami para pengawal yang punya kecepatan lari 10 kali lebih cepat darimu yang seorang pelayan, tapi kamu yang bisa menemukan lebih dulu markas para penjahat itu. Bahkan tanpa ada keributan, mereka melarikan diri!" jenderal Mahesa Wulung terus mengintimidasii Asih, tak membiarkan Asih untuk bisa membuka mulutnya.
Jangankan membuka mulutnya, semua ucapan jenderal Mahesa Wulung itu bahkan tidak memberikan kesempatan Asih untuk bisa berpikir.
"Ampun Gusti, ampuni hamba!" Asih bersujud di depan ratu Sekar Arum.
Rasa takut, membuatnya membongkar kejahatannya sendiri. Kalau memang tidak bersalah, kenapa dia harus minta ampun.
"Ratih Jayengwati, apa yang ingin kamu jelaskan tentang masalah ini?" tanya Ratu Sekar Arum yang juga sudah menatap curiga pada Ratih Jayengwati.
***
Bersambung...