"Buka hatimu untukku kak Praja," mohon Ardina Rezky Sofyan pada sang suami dengan penuh harap. Air matanya pun sejak tadi sudah menganak sungai di pipinya.
Pernikahan sudah berlangsung lama tapi sang suami belum juga memberinya kebahagiaan seperti yang ia inginkan.
"Namamu belum bisa menggantikan Prilya di hatiku. Jadi belajarlah untuk menikmati ini atau kamu pergi saja dari hidupku!" Balas Praja Wijaya tanpa perasaan sedikitpun. Ardina Rezky Sofyan menghapus airmatanya dengan hati perih.
Cukup sudah ia menghiba dan memohon bagaikan pengemis. Ia sudah tidak sabar lagi karena ia juga ingin bahagia.
Dan ketika ia menyerah dan tak mau berjuang lagi, akankah mata angin bisa berubah arah?
Ikuti perjalanan cinta Ardina Rezky Sofyan dan Praja Wijaya di sini ya😍
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bhebz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19 David Mau Papa
Ardina mencium pipi gembul David kemudian menurunkan balita itu dari pangkuannya. Ia berpindah duduk ke samping sang ibu dengan perasaan yang kembali galau.
Sosok Praja Wijaya selalu saja menghantuinya. Ia kesal dan rindu secara bersamaan. Akan tetapi rasa egoisnya lah yang menang. Ia menolak Praja dan kini merasa menyesal.
"Apa kamu mau menerima lamaran Pak Maher?" tanya Asna sekali lagi.
Ardina tersenyum tipis kemudian menjawab, " Tidak Bu. Aku tidak mau menikah dengan pria itu."
Asna menarik nafas lega. Ia senang karena putrinya ternyata tidak pernah memberikan kesempatan atau perasaan kepada pria beristri tiga itu.
"Bagaimana dengan Praja? Apa kalian bertemu?"
Seketika wajah Ardina langsung muram. Ia bertemu dengan suaminya tapi belum bisa menerima permintaan maaf dari pria itu.
"Kenapa?"
"Ah tidak Bu. Aku hanya ingin beristirahat saja. Maafkan aku kalau aku menyimpan David lagi bersamamu."
"Din."
Ardina menoleh.
"Ada apa? Apa ada yang ingin kamu bicarakan dengan ibu?"
"Ah tidak ada Bu. Aku cuma sangat lelah dan mengantuk."
"Istirahatlah."
"Iya Bu. Terimakasih banyak."
Ardina berdiri dan tidak berniat menjawab pertanyaan dari sang ibu. Luka hatinya yang sudah kering ternyata menganga kembali.
Entahlah
Ia sendiri bingung dan merasa sangat egois tapi itulah dirinya yang sebenarnya. Ia tidak gampang melupakan dan memaafkan.
Keras kepala memang.
Asna menghela nafas. Kemarin ia sempat bertemu dengan Alif Wijaya di sebuah tempat. Dan saat itu David sedang mengalami kecelakaan dan jatuh di kolam. Untungnya pria itu menolong David, sang cucu.
Disitulah ia mendengar kalau keluarga mereka sangat menderita dengan kepergian Ardina waktu itu. Terutama Praja Wijaya, ia adalah orang yang paling terpuruk dan menyesal disini.
"Saya berharap Praja bisa meraih hati Ardina kembali Bu Asna," kata Alif Wijaya waktu itu.
"Saya juga berharap begitu pak Alif. Meskipun saya tahu kalau Ardina itu sangat keras kepala."
"Aamiin. Saya sangat mengerti perasaan Ardina. Mengandung dan membesarkan anak yang tidak diakui dibuat oleh suaminya sendiri itu adalah hal yang sangat fatal Bu."
"Ah iya pak Alif." Asna mengangguk setuju.
"Ardina pernah terlalu mencintai tapi tak berbalas. Dan sekarang saya tidak tahu harus mengatakan apa. Putriku itu bahkan tak pernah mau menyebut nama Praja Wijaya dalam hidupnya, eh maaf pak," lanjutnya dengan wajah tak nyaman.
Alif Wijaya menarik nafas beratnya.
"Baiklah, biarkan mereka bertemu secara normal. Dan biarkan Praja berusaha sendiri. Kalau memang ia berniat untuk memperbaiki hubungan ini, maka Praja pasti akan berusaha menunjukkannya."
"Iya pak."
"Saya tidak akan memberitahu Praja kalau kalian ada disini, biarkan ini jadi kejutan untuknya."
Alif Wijaya pun mencium pipi gembul David kemudian pergi dari tempat itu. Ia ingin membelikan mainan untuk David, sang cucu.
Asna kembali menghela nafasnya.
Kembali ke masa kini, inilah yang terjadi. Sepertinya Ardina tidak menyambut baik pertemuan ini. Dan Asna mempunyai tugas untuk menjadi perantara.
"Ma ma mau minyum," ucap David tiba-tiba. Asna tersentak dari lamunannya. Ia tersenyum. Anak berusia 2 tahun lebih itu sering memanggilnya mama karena ia yang lebih sering bersama dengan anak itu daripada Ardina sendiri.
Ardina harus bekerja untuk kelangsungan hidup mereka meskipun Prilya dan suaminya tidak berhenti mengirimi mereka uang belanja.
"Tunggu sebentar ya sayang, nenek akan ambilkan minum untuk David," ujar Asna sembari berdiri dari duduknya.
"Nye nyek mau ma-ma," ucap anak itu lagi dengan wajah bosan. Ia sepertinya sudah mengantuk. Dan butuh sesuatu dari mamanya.
"Baiklah. Kali ini kita akan ganggu mama ya, kamu memang harus mengganggunya supaya ia memikirkan kalau kamu butuh papamu," ujar Asna dengan senyum penuh makna.
Asna pun membawa anak itu untuk keluar dari kamarnya menuju kamar Ardina. Sementara itu, ibu dari David itu sedang mengganti pakaiannya untuk kemudian mandi.
Waktu sudah sore, jadi setelah mandi ia akan berdiam di dalam kamar saja untuk menunggu waktu magrib.
Novel favorit dengan penulis Bhebz akan ia cari karena begitu penasaran dengan kelanjutan cerita yang pernah ia baca.
Akan tetapi keinginannya untuk bersantai kini buyar karena suara ketukan tak sabar di pintu kamarnya.
"Ma ma ma ma!" teriak David dari balik pintu.
"Uka pincunya. Ma ma ma!"
Anak kecil itu memang sangat tak sabar seperti dirinya.
Ia pun bangun dari posisinya kemudian melangkahkan kakinya ke arah pintu dan membukanya.
"Ma ma caya mau bo bok ca ma ma ma," ucap David seraya menubruk kakinya yang telanjang.
"Sini, sayang. Kita bobok sama-sama mmuah," ucap Ardina seraya mencium pipi gembul David dengan gemas. Ia pun mengusel-ngusel leher anak itu hingga tertawa cekikikan.
"Ma ma ahahahaha."
"Aduh ma ma hahahaha." David tertawa cekikikan.
"Udah Din. Kasihan, nanti ngigau lho kalau terlalu banyak ketawa." Asna berucap seraya membantu cucunya yang ketawa terus.
"Iya ibu. Maaf. Habisnya gemesin banget sih," ucap Ardina tersenyum.
Setelah itu, ia membawa David masuk ke dalam kamarnya sedangkan Ardina langsung meninggalkan mereka berdua.
Ia harus memeriksa makanan untuk persediaan makan malam sebentar.
"Ma ma ma mau bobok," ucap David seraya menguap. Tangannya mulai masuk ke dalam baju tidur Ardina untuk mencari sesuatu yang selama ini selalu bisa menemaninya terlelap.
Definis
"Ma mama mau pa pa," ucap anak itu seraya menatap wajah sang mama dengan mata sayu.
Deg.
Ardina terhenyak. Sejak kapan anak sekecil ini mengerti tentang papa.
"Ma ma mau pa pa," ucap David lagi seraya menguap.
"Udah ya, bobok. Gak usah cari Papa sayang. Mama ada di sini kok." Ia menjawab seraya menepuk-nepuk pantat putranya.
Tak lama kemudian David pun tertidur. Ardina tersenyum. Obat mujarab untuk David adalah ketika menyentuh miliknya maka anak itu akan cepat tidur.
Hanya saja ada yang mengganjal pikirannya. Sejak kapan putranya bisa menyebut kata papa. Padahal selama ini ia tidak pernah sedikitpun menyebut kata itu untuk menghindari putranya bertanya akan papanya.
Ardina pun bangun dan segera memperbaiki letak pakaiannya. Ia juga menyimpan tangan mungil putranya ke atas bantal kecil agar anak itu bisa tidur dengan nyaman.
Ia akan melaksanakan shalat magrib dan akhirnya harus merelakan tidak membaca novel malam ini.
"Pa pa ma ma."
Ardina membatalkan langkahnya yang ingin ke kamar mandi untuk berwudhu. Igauan David semakin mempengaruhi perasaannya.
Apa mungkin ibu yang mengajari putraku menyebut kata papa?
🌹🌹🌹
*Bersambung.
Hai readers tersayangnya othor mohon dukungannya untuk karya receh ini ya gaess dengan cara klik like dan ketik komentar serta kirim hadiah yang banyak agar othor semangat updatenya oke?
Nikmati alurnya dan happy reading 😊