"Ya Tuhan...apa yang sudah aku lakukan? Kalau mamih dan papih tahu bagaimana?" Ucap Ariana cemas.
Ariana Dewantara terbangun dari tidurnya setelah melakukan one night stand bersama pria asing dalam keadaan mabuk.
Dia pergi dari sana dan meninggalkan pria itu. Apakah Ariana akan bertemu lagi dengannya dalam kondisi yang berbeda?
"Ariana, aku yakin kamu mengandung anakku." Ucap Deril Sucipto.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desty Cynthia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kondisi Anna
Sesudah subuh tadi Anna segera di larikan ke rumah sakit. Tekanan darahnya semakin menurun, nafsu makannya semakin berkurang. Deril tidak pernah meninggalkan istrinya yang sekarang di rawat. Begitu juga mamah Mona.
"Bibi pijitin ya non." Ucap bibi.
"Makasih ya bi." Jawab Anna lembut.
Deril baru masuk ke kamar setelah selesai mengambil cek dar*h istrinya. Ia menyebutkan jika semuanya normal, lemahnya Anna murni karena hormon kehamilan. Mamah Mona juga melihat hasilnya.
CEKLEK
Orang tua Anna dan ketiga kakak-kakaknya beserta para iparnya datang menjenguk Anna. "Gimana sekarang? Kamu pucat banget. Kakak bawain es campur kesukaan kamu nanti dimakan yah." Ucap Alana.
"Iya kak, masih lemes banget kak. Gara-gara dia aku mual terus." Jawab Anna dengan isak tangisnya sambil memukul perutnya lagi.
Tangan Deril dengan cepat menahan tangan istrinya. "Sayang hei... Aku bilang apa kemarin? Udah yah."
Saudara Anna sangat kasihan dengan adiknya ini. Anna memang belum siap dengan perubahan drastis yang menimpa tubuhnya.
"Sabar yah sayang, kamu harus ikhlas. Anak ini tidak bersalah." Kata Atharya.
"Betul, An. Jangan di pukul begitu." Lanjut Athala.
Ketiga kakak perempuan Anna pun sedikit menasihati Anna agar tidak menyalahkan bayi yang ada didalam perut. "Jangan ya sayang. Kasihan adeknya. Kuncinya ikhlas, berserah diri sama Allah." Ucap Zena kakak iparnya.
-
-
-
Orang tua Anna dan mamah Mona tengah mengobrol di ruang tamu. Sedangkan Deril bulak-balik ke tempat prakteknya dan ke kamar istrinya. Ia bukannya tidak bisa ijin, namun sehari sebelumnya ia sudah bertukar jadwal dengan dokter Rio.
Untungnya ada ketiga kakak istrinya yang menjaga. Jadi Deril tidak terlalu khawatir meskipun hatinya sangat cemas sekali.
Padahal papih Alarich bisa meminta ijin pada pak Joyo, namun Deril tidak enak. Ia tidak ingin menyalah gunakan kekuasaan mertuanya.
"Aku udah beres yank. Thank's ya Alana, Erlan. Udah bantu jagain Anna." Kata Deril.
"Sama-sama dok_eh Deril hehehe. Lupa sekarang kita iparan." Celetuk Anna.
Enggak usah senyum-senyum gitu deh!" Kata Erlan dengan mendelik tajam istrinya.
Baik Athala maupun Atharya menertawakan Alana dan suaminya ini. "Iya kakak jangan senyum sama suami aku. Awas yah." Ancam Anna sambil memanyunkan bibirnya.
"Makasih ya adik iparku. Nanti kakak kasih hadiah." Sahut Erlan, merasa di bela oleh Anna.
"Ckk enggak usah kasih Anna apa-apa. Aku masih sanggup. Sembarangan!" Celetuk Deril pada Erlan.
Hal itu tak luput dari anggota keluarga yang lain. Justru mereka tertawa sumbang.
-
-
-
Menjelang malam keluarga Anna sudah pulang. Tinggal Anna dan suaminya yang ada di sana. Mamah Mona pulang dulu dan akan kembali besok.
"Udah enakan yank?" Tanya Deril.
"Hmm, lebih baik daripada tadi malam yank. Maaf ya sayang aku ngerepotin kamu sama mamah Mona." Lirih Anna.
"Kok gitu ngomongnya? Kamu begini kan gara-gara aku. Nanti udah kamu sembuh, kita babymoon yah. Aku cari jadwal kosong dulu." Kata Deril sambil memeluk istrinya.
Ia kini berada di kasur yang sama bersama Anna. Sedikit pun Anna tidak ingin suaminya pergi. Ia memeluk erat tubuh sang suami.
"Iya, yank...! Aku pengen shopping boleh kan?"
"Boleh donk sayang. Anything for you, babe." Jawab Deril dengan tersenyum hangat.
Tiba-tiba Deril ingat ketika pertama berjumpa dengan istrinya di rumah sakit ini, saat itu ia menjenguk Alana yang baru saja melahirkan. Pertama kalinya ia menatap Anna, si gadis manis nan cantik.
Anna juga tak menampik, ia pun terpesona pada pandangan pertama dengan suaminya. Kini, keduanya sudah mulai terbuka satu sama lain. Jemari Anna terulur mengukir wajah suaminya.
"Yank, aku minta maaf ya soal Brian dulu. Maaf udah nyakitin kamu." Lirih Anna.
"Aku juga minta maaf sudah merusak kamu. Kita jalani pernikahan ini sampai akhir hayat yah sayang. Kamu, aku dan anak-anak kita." Sahut Deril lembut, ia mengecup seluruh wajah istrinya.
"Kan baru satu, yank. Masa anak-anak?" Celetuk Anna dengan heran.
"Udah kamu melahirkan, nanti satu tahun lagi kita program kehamilan. Kalau kamu mau sayang. Minimal dua atau tiga deh, biar kita enggak kesepian. Tapi kembali lagi sama kamu sayang." Sahut Deril.
Anna mengangguk pelan. Sepertinya ia sudah memantapkan hatinya untuk Deril walaupun dengan cara yang salah awalnya.
"Aku mau, yank. Tapi... Nanti badan aku gendut terus kamu selingkuh." Lirih Anna.
"Jangan ngaco! Kalau aku doyan main perempuan, aku enggak akan cari-cari kamu hampir dua bulan kemarin." Sahut Deril mendengus sebal.
Anna mengecup pipi suaminya. "Mau makan lagi sayang?" Tanya Deril.
"Mau... Ini boleh?" Anna menunjuk bibir suaminya.
Senyum manis di bibir Deril menjawab semuanya. Ia memagut istrinya dan menindihnya. Kedua tangan Anna melingkar di bahu suaminya. Tidak ada penyatuan, keadaan Anna masih belum pulih. "Tidur ya sayang."
"Iya papah bawel."
-
-
Tiga hari sudah Anna di rawat, hari ini ia sudah di perbolehkan pulang ke rumah. Selama itu Deril benar benar menjadi suami siaga untuk istrinya. Meskipun di selingi dengan bekerja, tapi fokus utama adalah istrinya.
"Mamah udah masak banyak buat menantu kesayangannya. Nanti kamu makan yang banyak sayang." Kata Deril.
"Iya sayang." Jawab Anna sambil mengecup bibir suaminya.
Tubuh Anna tampak lebih segar dari sebelumnya. Hanya saja memang berat badannya turun drastis. Sebisa mungkin Deril sebagai suami memenuhi asupan gizi istri dan calon anaknya. Ia memberikan obat dan vitamin terbaik untuk istrinya.
"Kamu ngidam apa sayang? Mau sekalian beli sambil kita pulang, mungkin." Ucap Deril yang sudah menggeret kopernya.
Bumil cantik ini tampak berpikir sejenak. "Sebenarnya, aku enggak tahu ngidam apa. Tapi kok ingin bakso yang dekat rumah sakit ini yank. Ituloh bakso mas Paijo rame banget setiap hari."
"Eum... Boleh tapi satu porsi aja yah. Kita makan di mobil, di sana tempatnya selalu rame. Beres... Ayo kita pulang sayang." Tangan Deril menggenggam jemari istrinya. Dan satu tangannya lagi membawa koper.
"Sama aku aja yank, kamu ribet banget bawanya."
"Enggak kok sayang. Kan udah tanggung jawab aku." Kata Deril dengan lembut.
Keduanya menuju parkiran rumah sakit. Orang tua Anna akan menyusul ke rumah Deril. Begitu juga saudara Anna yang lain ingin melihat keadaan adik kecilnya ini.
Dengan penuh perhatian dan kasih sayang, Deril memakaikan selimut ke tubuh istrinya di dalam mobil. "Jangan pakai AC yank, aku mual. Itu pengharum mobilnya buang aja." Lirih Anna.
"Iya sayang." Deril menuruti keinginan istrinya.
Anna menyandarkan kepalanya ke lengan suaminya. Tak lama mobil mereka sampai ke tempat bakso yang di inginkan Anna. Benar saja tempatnya ramai sekali bahkan antri panjang.
"Yank, panjang banget kita cari yang lain aja yah." Kata Deril.
"Hmm iya yank, bisa-bisa sampai malam disini."