NovelToon NovelToon
Wajah Polos Penuh Jiwa Gelap

Wajah Polos Penuh Jiwa Gelap

Status: sedang berlangsung
Genre:Dikelilingi wanita cantik / Perperangan / Identitas Tersembunyi / Action / Mafia / Romansa
Popularitas:806
Nilai: 5
Nama Author: Komang basir

Arga adalah remaja SMA yang selalu terlihat ramah dan polos, bahkan dikenal sebagai kuli pikul yang tekun di pasar tiap harinya. Namun di balik senyumnya yang tulus, Arga menyimpan rahasia kelam yang hanya diketahui sedikit orang. Ia diam-diam menyelidiki siapa dalang pembantaian keluarganya yang tragis, terbakar oleh tekad balas dendam yang membara. Perjalanan mencari kebenaran itu membawanya bertemu dua gadis tangguh bernama Kinan dan Keysha, yang ternyata juga anak-anak mafia dari keluarga besar yang menyamar sebagai murid SMA biasa namun tetap memiliki jiwa petarung yang kuat di sekolah. Bersama ketiganya, kisah penuh intrik, persahabatan, dan konflik berseteru di dunia gelap mafia pun dimulai, menyingkap tabir rahasia yang tersembunyi jauh di balik wajah polos mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Komang basir, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

kode isyarat

Langkah Keysha menjauh, meninggalkan kelas yang kini hanya tersisa Arga dan Kinan. Suasana hening tiba-tiba terasa berat, seakan-akan udara di dalam ruangan ikut menyempit bersama kepergian mereka.

Beberapa detik berlalu, kelas sunyi hanya diisi suara langkah murid lain yang memudar di koridor. Arga tetap duduk menunduk, sementara Kinan bersandar santai di kursinya. Sesaat ia hanya memperhatikan kipas angin di atas langit-langit yang berputar pelan, lalu tiba-tiba menghela napas panjang.

“Hari ini cerah banget ya… udara juga enak, sejuk,” ucap Kinan, nadanya datar seakan bicara pada dirinya sendiri, bukan mengajak siapa pun.

Arga yang awalnya menunduk, perlahan mengangkat kepala. Sorot matanya kosong, namun dalam hatinya ia paham itu bukan sekadar kalimat iseng. Tatapannya mengarah ke depan, seakan mencoba menafsirkan kode dari ucapan Kinan.

Kinan melirik sekilas ke arah Arga. Senyum samar muncul di wajahnya, senyum yang sulit ditebak—antara mengejek atau sekadar menunggu tanggapan. Tangannya mengetuk pelan meja dengan irama lambat, menambah rasa tegang di udara yang seharusnya tenang.

Arga tetap diam, tapi di balik wajahnya yang datar ia merasakan dada yang sedikit mengencang. Seperti ada sesuatu yang sengaja dipancing dari dalam dirinya.

“Tapi, meski cerah seperti ini, sayangnya masih saja ada segumpal awan yang menghalangi teriknya matahari,” ucap Kinan sambil menatap ke luar jendela. Matanya menyipit, seakan sedang membandingkan sesuatu yang jauh lebih dalam dari sekadar pemandangan langit.

Arga yang mendengar kalimat itu refleks tersenyum kecil. Ia tahu, kata-kata Kinan bukan sekadar komentar soal cuaca. Perlahan ia mengangkat dagunya, menatap kosong ke depan, lalu menimpali dengan tenang, “Seharusnya kamu merasa bersyukur dengan awan tersebut.”

Kinan menoleh cepat, matanya menyorot tajam penuh selidik. Sudut bibirnya terangkat tipis, tanda bahwa ia paham Arga baru saja membalas kodenya. Ia bersandar dengan lengan terlipat, kepalanya sedikit dimiringkan, lalu berkata pelan, “Kenapa kamu bilang aku harus bersyukur dengan kehadiran awan itu?” Nada bicaranya terdengar seperti tantangan. Jari telunjuknya terarah ke langit di luar jendela, tepat pada gumpalan awan yang menutupi sinar matahari.

Arga menghela napas panjang, tubuhnya merosot santai ke kursi. Ia tampak tenang, seakan kalimat Kinan tidak membebaninya sedikit pun. Dengan suara mantap ia menjawab, “Karena jika tidak ada awan yang menutupi, teriknya sinar matahari mungkin saja bisa membuat banyak orang merasa kepanasan.”

Mendengar jawaban itu, tatapan Kinan berubah. Ia terdiam sejenak, menimbang kata-kata Arga, sebelum akhirnya tersenyum samar penuh arti. Perlahan ia bangkit dari kursinya, langkah kakinya berirama tenang saat mendekati Arga.

Arga yang sudah menyadari gerakan itu langsung menoleh, menatap Kinan tanpa ekspresi berlebihan. Matanya tetap tenang, namun jelas ada kewaspadaan di balik sorotannya.

“Mungkin bagi kebanyakan orang memang akan merasakan panas,” ucap Kinan, kini berdiri tegak tepat di samping bangku Arga. Nada suaranya datar, tapi sorot matanya mengandung sindiran halus. “Tapi pasti ada salah satu dari mereka yang justru merasa suka dengan sinar tersebut.”

Arga perlahan bangkit dari duduknya. Ia berdiri tegak berhadapan dengan Kinan, tubuhnya condong sedikit ke depan, senyum kecil terlukis di bibirnya. Senyum yang bukan sekadar basa-basi, melainkan balasan halus terhadap permainan kata Kinan. “Menurutmu,” ucapnya pelan tapi tegas, “apa yang membuat orang itu bisa merasa suka dengan teriknya sinar matahari?”

Kinan menahan tatapan Arga selama beberapa detik, lalu tersenyum samar. Ia berbalik, melangkah santai dua langkah, dan tanpa izin langsung duduk di atas meja Arga. Tangannya bersedekap di dada, kaki kanan menjuntai ke bawah sementara kaki kiri bertumpu di kursi Arga.

“Entah, aku juga tidak tahu pasti,” jawabnya akhirnya, suaranya terdengar lebih berat, seakan ingin memastikan setiap kata tertangkap jelas oleh Arga. “Yang pastinya… mungkin sinar itu terasa memiliki arti lebih bagi orang yang suka.”

Arga tidak langsung menjawab. Ia hanya menatap Kinan, matanya tenang namun penuh tanda tanya. Dalam senyum kecilnya, ada sesuatu yang jelas berbeda—sebuah kewaspadaan yang berusaha ia sembunyikan di balik sikap santainya.

“Siapa kamu sebenarnya?” tanya Arga pelan, mencoba menjaga nada suaranya tetap datar. Ia kembali duduk di kursinya, tapi sorot matanya tajam menusuk ke arah Kinan.

Kinan tidak langsung menjawab. Ia hanya menatap Arga dengan sorot mata yang penuh pengetahuan, tatapan yang membuat udara di antara mereka jadi terasa berat. Senyum tipis muncul di bibirnya. “Siapa aku itu nggak penting,” ucapnya tenang. “Yang jelas aku tahu gerakan kamu tadi. Mungkin banyak orang nggak sadar… tapi aku melihat jelas bagaimana kamu menepis tendangan lutut itu.”

Arga sempat kaku sesaat. Jantungnya berdetak lebih cepat, tapi wajahnya ia paksa tetap polos. Ia mengangkat bahu kecil, pura-pura kebingungan. “Maksud kamu apa? Aku nggak ngerti,” jawabnya dengan nada polos, seolah benar-benar lugu.

Kinan terkekeh pelan. Ia melangkah mendekat, lalu berdiri tepat di samping bangku Arga.

Tangannya terulur, meraih kerah baju Arga, bukan kasar, tapi dengan cara seperti teman lama yang akrab. Dari jarak sedekat itu, napasnya terasa hangat di telinga Arga. “Jangan coba-coba bohong,” bisiknya rendah. “Aku tahu kok, kamu bukan orang bodoh.”

Otot-otot di tangan Arga menegang. Jemarinya mengepal di atas meja, pertanda tubuhnya siap melawan kapan saja. Dalam hatinya ia sadar, Kinan bukan murid biasa. Ada sesuatu yang berbeda… sesuatu yang berbahaya.

“asal kamu tahu Ar,” suara Kinan makin pelan, hampir tak terdengar oleh siapa pun di kelas yang mulai sepi. “Di kelas ini… banyak orang sama seperti kamu. Yang suka menyembunyikan taringnya.”

Ucapan itu menusuk seperti racun. Arga merasakan dadanya panas, amarahnya bangkit. Ia spontan menoleh cepat, tangannya terangkat hendak menghantam perut Kinan dengan pukulan keras.

Namun, gerakan itu terhenti mendadak.

Sebelum pukulannya sempat dilayangkan, Kinan sudah lebih dulu bergerak. Entah kapan dan bagaimana, tangan kanannya sudah memegang sebuah pisau lipat kecil, kini teracung tepat di leher Arga. Mata Kinan menyipit, senyumnya dingin.

“Awas… sedikit saja kamu melakukan gerakan salah, maka darahmu bisa jadi saksi.”

Arga terdiam. Tubuhnya tetap tegang, tapi matanya kini menatap Kinan lurus, tanpa berkedip. Ada pertarungan yang tak terlihat di sana—pertarungan antara siapa yang akan membuka diri duluan, dan siapa yang akan runtuh dalam permainan.

“Sungguh wanita yang sangat cepat… ternyata aku salah menilaimu,” ucap Arga dengan tubuh kaku, kakinya seperti menancap ke lantai.

Kinan tersenyum kecil. Wajahnya semakin mendekat, begitu dekat hingga napas mereka berdua bertemu di udara sempit itu. Mata Kinan berkilat, memancarkan kepercayaan diri penuh.

“Mungkin kita berdua punya latar belakang yang sama,” bisiknya dengan nada hampir genit, “tapi kita beda jalan.”

Arga menarik napas panjang. Ia tidak memegang senjata, tapi pikirannya bergerak cepat mencari celah. Perlahan, ia mencoba melakukan gerakan halus dengan bahunya, niatnya jelas: membalikkan keadaan.

Namun Kinan lebih lincah. Seakan bisa membaca isi kepala Arga, pisau lipatnya ditekan sedikit lebih kuat ke kulit leher Arga. Bilah tipis itu menempel dingin, membuat urat di tengkuk Arga menegang.

“Sssttt… jangan gerak Ar,” bisik Kinan, senyumnya melebar tipis. “Bilah pisau ini tajam loh. Sedikit saja kamu bergerak… darahmu bisa mengalir deras keluar.”

Arga terpaksa kembali melemas, menurunkan bahunya perlahan. Ia menatap lurus ke mata Kinan, senyum kecil mengembang di bibirnya meski posisinya terancam. “Kalau berani, lawan aku secara kesatria. Perbuatan kamu ini… nggak pantas dapat pujian di dunia keras.”

Bukannya marah, Kinan malah terkekeh pelan. Tawanya ringan, tapi justru semakin menegangkan suasana. Ia menarik pisau sedikit menjauh, tidak lagi menekan, seolah hanya main-main.

“Dunia keras nggak kenal kata jujur Ar,” ucapnya dingin, sambil menatap tajam. “Siapa cepat… dia yang selamat.”

Pisau berkilat tipis saat cahaya dari jendela masuk, sementara kedua pasang mata itu masih saling mengunci—satu penuh tekanan, satu penuh tantangan.

Kelonggaran bilah pisau di leher membuat Arga bisa menarik napas lega. Meski masih dalam ancaman, nalurinya tetaplah naluri binatang buas—setiap celah sekecil apa pun bisa jadi jalan untuk membalik keadaan.

Dalam sepersekian detik, tangan Arga melesat. Ia mencengkeram pergelangan Kinan yang masih memegang pisau, lalu melintirnya keras ke belakang.

“Cepat banget—” Kinan mendesis, tapi tubuhnya lincah. Alih-alih jatuh, ia justru meloncat ke udara melakukan salto pendek, mencoba melepaskan diri. Rambutnya terayun, dan tatapan matanya tetap tenang, seolah sedang menari, bukan terjebak.

Namun Arga tidak kalah cerdik. Begitu Kinan berada di udara, ia justru menarik tangan lawannya lebih dalam, memanfaatkan momentum salto itu. Tubuh Kinan tertarik, punggungnya terbuka, dan seketika Arga mengunci posisinya dari belakang.

Satu lengan Arga melilit leher Kinan, membekap rapat, sementara tangan satunya menekan keras pergelangan hingga pisau hampir terlepas dari genggaman.

“Ahhh… jangan kasar sama cewek Ar,” ucap Kinan dengan suara setengah tercekik, meski bibirnya masih sempat tersenyum.

Mata Arga menyipit. Nafas keduanya saling berpacu, detak jantung mereka terdengar jelas di keheningan kelas yang kosong. Pisau itu bergetar di ujung jari Kinan, seakan hanya menunggu satu tekanan lagi untuk benar-benar jatuh.

Dengan gerakan kecil dan pelan, Arga menundukkan wajahnya, mendekatkan bibir ke telinga Kinan. Nafasnya berhembus panas, tapi tetap tenang dan terukur.

“Cepat katakan siapa kamu sebenarnya,” bisik Arga, suaranya rendah namun penuh tekanan.

Alih-alih merasa takut, Kinan justru cekikikan pelan, seolah tidak peduli dengan posisi terdesak. Bahunya sedikit bergetar karena geli.

“Jangan deket gitu Ar… geli tau,” bisik Kinan dengan nada manja, mencoba merayu.

Arga mengabaikan godaan itu.

Cengkeramannya pada tangan Kinan semakin keras, membuat otot lengan Kinan menegang dan tubuhnya sedikit bergetar.

“Aku tidak akan merasa tergoda oleh suaramu itu,” balas Arga dingin, semakin menekan agar Kinan menyerah.

Namun Kinan tersenyum miring, matanya berkilat penuh peringatan. Perlahan ia mengangkat tangan satunya yang masih bebas, mengacungkannya ke arah Arga.

“Kamu memang cepat Ar,” ucapnya sambil mendekatkan jarinya ke wajah Arga, “tapi kamu itu bodoh… kamu lupa kalau aku punya dua tangan.”

1
Corina M Susahlibuh
lanjut dong cerita nya Thor
nunggu banget nih lanjutannya
tukang karang: terimakasih atas penantian nya dan juga komen nya, bab apdet setiap hari kak di jam 12 siang🙏🙏
total 1 replies
Aixaming
Bener-bener rekomendasi banget buat penggemar genre ini.
tukang karang: makasi kak, maaf aku baru pemula🙏🙏
total 1 replies
Celia Luis Huamani
Wah, seru banget nih ceritanya, THOR! Lanjutkan semangatmu!
tukang karang: siap, bantu suport ya🙏🙏🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!