Harin Adinata, putri kaya yang kabur dari rumah, menumpang di apartemen sahabatnya Sean, tapi justru terjebak dalam romansa tak terduga dengan kakak Sean, Hyun-jae. Aktor terkenal yang misterius dan penuh rahasia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Harin berlari ke luar gedung itu, ia harus secepatnya melarikan diri dari Hyun-jae. Beberapa orang yang dia lewati menatapinya dengan heran. Begitu berhasil keluar dari gedung barulah dia bisa bernafas lega.
Ia pun ke arah motor bosnya yang diparkir di tepi jalan. Namun ketika sampai, ia mendapati sesuatu yang membuat lututnya langsung lemas.
Kosong.
Motor itu tidak ada lagi di tempatnya.
Harin melongo, matanya membesar.
"Hah?! Bukannya tadi diparkir di sini?" teriaknya spontan. Ia celingukan ke segala arah, berharap masih bisa melihat motor itu dibawa pergi seseorang, tapi nihil.
"Ya ampun, jangan bercanda."
Ia memegangi kepalanya, panik bukan main.
"Motor bos … motor bos hilang!!"
Tubuhnya langsung limbung. Ia terduduk di trotoar, tas delivery jatuh ke samping. Ia segera bertanya ke orang-orang juga satpam yang ada di depan gedung itu, tapi mereka gak lihat. Pas cek cctv, ternyata sudah di bawa kabur sama orang.
"Yang nyuri ibu-ibu. Kayaknya emang lagi butuh mbak, sampe khilaf begitu." kata si petugas cctv memperlihatkan video si pencuri.
Harin terdiam. Tubuhnya lemas. Baru hari pertama kerja tapi dia sudah bikin kekacauan gini. Petugas cctv itu menatapnya penuh iba.
"Mau saya bantu laporin ke polisi?"
Harin menggeleng.
"Nggak usah pak, aku nggak tega laporin. Ibu-ibu itu emang kayak lagi membutuhkan banget, lebih membutuhkan dari saya. Makasih ya pak." balas Harin dengan suara rendah lalu meninggalkan ruang cctv. Si petugas cctv hanya menatapnya dengan heran sekaligus kasihan.
Harin kini hanya bisa duduk termenung di bawah pohon besar yang tumbuh di samping gedung studio. Tas delivery yang kini kosong karena makanannya tumpah, helm yang entah ada di mana dia tidak peduli lagi, serta wajah kusut penuh bedak kusam membuatnya terlihat seperti tokoh dalam drama tragedi.
"Apa-apaan nasibku ini …" gumamnya lirih, suaranya lemah.
"Baru hari pertama kerja udah bikin masalah, makanannya tumpah, bikin lecet mobil orang, motor bos hilang pula. Aku bukan cuma bakal di pecat, tapi di tuntut ganti rugi juga. Duit darimana coba? Duit darimanaa?" ucapnya dramatis sambil menatap ke langit yang tidak ada mataharinya lagi.
Harin bahkan tidak sadar kalau dia duduk di bawah pohon itu sudah berjam-jam, sampai hari sudah mau gelap. Gadis itu mendesah berat terus meratapi nasibnya
Tepat saat itu, sebuah mobil hitam mengkilap melintas perlahan keluar dari area parkir studio. Kaca jendela samping terbuka, menampakkan wajah Hyun-jae yang menatap lurus ke arah Harin. Tatapan itu tidak bisa dibilang iba, tapi jelas ada sesuatu di matanya.
"Berhenti sebentar," perintah Hyun-jae datar kepada sopirnya.
Sopir menurut. Mobil berhenti tepat di depan Harin.
Tatapan mereka bertemu. Kening Hyun-jae berkerut melihat penampilan Harin yang acak-acakan. Tetapi wajahnya tetap cantik mau di bikin bagaimanapun. Yang bikin Hyun-jae bingung adalah, Harin menatapnya dengan wajah di tekuk. Hyun-jae langsung tahu kalau ada sesuatu yang terjadi.
"Kau mau duduk di situ sampai kapan? Sampai ayam beranak?"
Sopirnya cukup heran mendengar Hyun-jae berbicara pada gadis asing yang tampak berantakan itu. Bahkan cara bicara Hyun-jae sedikit ada humornya, berbeda jauh dengan kesan dinginnya bahkan sifat kakunya yang terlalu kaku. Jadi siapa gadis itu? Mereka saling kenal.
Harin tidak menanggapi. Wajahnya masam, bibirnya mengerucut.
"Masuk," kata Hyun-jae.
"Bos, tapi dia... Kalau ada wartawan atau paparazi yang lihat?" kata si sopir.
"Aku kenal gadis itu. Dia tinggal bersamaku." kata Hyun-jae datar tanpa menatap si sopir, pandangannya hanya fokus ke Harin. Sang sopir makin kaget lagi.
"Ti-tinggal bersama?" Hyun-jae tak menanggapi.
"Aku bilang masuk, Harin." kali ini ucapannya lebih tegas. Nadanya terdengar memerintah.
Harin menatap kanan-kiri. Tidak ada banyak orang di tempat itu. Akhirnya dia berdiri dan berjalan dengan lemas ke arah mobil Hyun-jae. Lelaki itu membukakan pintu mobil agar ia bisa masuk.
Mereka duduk bersebelahan. Kaca mobil di naikkan lagi oleh Hyun-jae. Sekarang tidak ada satu pun orang yang dapat melihat apa yang sedang mereka lakukan di dalam mobil. Hanya sopir yang tahu pastinya.
"Mau jalan sekarang bos?" tanya si sopir. Hyun-jae mengangguk. Lagi-lagi pandangannya hanya fokus ke Harin yang masih tidak bicara. Bibirnya masih mengerucut seperti menahan tangis.
"Katakan, ada apa? Kenapa denganmu? Kau terlihat seperti ayam mau menetas."
Bibir Harin bergetar, ia tiba-tiba meledak. Tangisnya pecah keras, seperti anak kecil yang kehilangan mainan favoritnya. Suaranya serak, sesenggukan, bahkan tubuh mungilnya sampai berguncang. Air matanya mengalir deras, membasahi bedak kusam di pipinya yang kini luntur berantakan. Hyun-jae tertegun, si sopir juga sesekali melirik dari balik kaca spion.
"A-aku… aku bener-bener apes, Oppaa!" teriaknya dengan suara terputus-putus.
"Makanannya tumpah… mobil oppa lecet… motor bos hilang… hiks… hiks… aku pasti dipecat, disuruh ganti rugi… padahal aku nggak punya uang sama sekalii... Mana yang nyuri ibu-ibu pula. Pasti lagi butuh duit bangeet, a-aku jadi nggak tega sama ibu-ibu pencurinya, tapi aku tetep sakit hatiii ..."
Ia memukul-mukul pahanya dengan tangan kecilnya, frustrasi setengah mati.
"Aku baru hari pertama kerja, Oppa! Baru hari pertama… kenapa udah kayak gini?!"
Hyun-jae masih terdiam tapi jelas sedang menahan tawanya melihat Harin yang seperti anak kecil, tapi begitu lucu.
Sopir di depan sudah hampir refleks menoleh, ingin tertawa pula tapi cepat-cepat dia tahan.
Tangis Harin begitu keras sampai terasa memenuhi kabin mobil.
"Hwaaa ... hikss ... Aku harus gimana oppa sekarang? Aku takut ketemu bos, tapi harus tanggung jawab, tapi gak punya duiittt ..."
Hyun-jae hampir pecah tertawa. Ia lalu mengambil tissue dan mengelap seluruh wajah Harin yang sudah basah oleh air mata bercampur keringat.
"Jangan deket-deket oppa, aku bau, oppa wangi. Malu tahuu ..." ujar Harin di sela-sela tangisnya. Masih sempat-sempatnya dia mikir wangi dan bau pula. Hyun-jae akhirnya tak tahan lagi. Sudut bibirnya terangkat, lalu tawa kecil lolos juga dari tenggorokannya.
Harin terdiam. Ia mendongak ke pria itu.
Pria itu tertawa? Di saat dia lagi apes-apesnya pria itu malah tertawa? Gak ada hati banget.
"Gadis sepertimu, kalau mau kerja serabutan begitu, latihan menghilangkan cerobohmu dulu." Hyun-jae terus sibuk mengelap wajah Harin kemudian merapikan rambut gadis itu yang berantakan menggunakan tangannya.
Harin sudah tidak menangis lagi, masih sesenggukan.
"Tunjukkan di mana tempat kerjamu, kita ke sana sekarang." dan perkataan itu membuat Harin melotot curiga.