Kecantikan selalu diartikan sebagai keberuntungan
Apa yang terjadi ketika kecantikan yang diberikan oleh Tuhan berakhir sebagai kutukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elena Prasetyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Kirana menghela napas panjang
Setengah jam kemudian dia kembali menghela napas panjang.
Entah kenapa, Kirana merasa sangat lelah hari ini.
Dan semua itu karena atasannya sendiri.
Ada apa sebenarnya dengan pria itu? Memangnya kenapa kalau Kirana memilih tampak normal? Bukannya itu lebih baik bagi seorang CEO sepertinya? Lalu kenapa Tuan Arman memasang wajah kesal karena dia memberikan bukti yang jelas kemarin diminta? Apa sebenarnya keinginan pria itu?
Lagi-lagi Kirana menghela napas panjang. Mencoba mengeluarkan rasa kesal dalam hatinya.
Untungnya sisa hari itu berjalan seperti seharusnya. Tuan Arman tidak melakukan hal aneh lagi. Malah kelihatan seperti orang bingung setelah kembali dari makan siang.
"Tuan, apa ada yang harus saya kerjakan lagi?" tanya Kirana sebelum pulang.
Tuan Arman melihat ke arahnya lama sekali sebelum,
"Aku butuh bantuanmu!"
Kirana duduk di depan meja Tuan Arman dan siap mendengarkan.
"Apa yang harus saya bantu?" tanyanya.
Atasannya itu melihat ke kanan dan kiri seolah yang akan dikatakan adalah sebuah rahasia.
"Aku ingin kau menjadi kekasihku"
Kirana merasa dia tidak mendengar dengan jelas perkataan Tuan Arman.
"Apa?"
"Aku tahu kau mendengarnya. Jangan membuatku mengulang!"
Punggung Kirana segera menyentuh sandaran kursi. Dia ingin menata pikirannya sebelum menjawab.
"Tuan Arman, saya pikir Anda salah paham. Saya menghormati Anda sebagai atasan, bos, CEO, pemilik dan pemimpin perusahaan. Dan hanya itu"
Tubuh Tuan Arman maju ke depan.
"Aku juga tidak pernah melihatmu sebagai wanita"
"Lalu?"
"Aku selalu didesak oleh orang tua untuk menikah. Aku selalu menolak dengan alasan masih ingin mengumpulkan banyak uang. Tapi setelah berumur tiga puluh lima tahun, desakan itu semakin sering kudengar. Dan itu membuatku kesal. Akhirnya, aku menciptakan sebuah karakter kekasih seolah dia nyata. Menceritakan kepada ibuku namanya, bagaimana penampilan, pekerjaan, sifat, dan semuanya. Tak disangka, ibuku percaya dan ingin bertemu dengannya"
"Wah, Anda sangat keterlaluan" ejek Kirana
"Terima kasih atas dukunganmu. Tapi aku sangat membutuhkan bantuan sekarang!"
Kirana menggelengkan kepala. Ternyata pria yang ada di depannya ini begitu gila. Bagaimana bisa menipu orang tuanya sendiri dengan kekasih khayalan?
"Tapi, kenapa Tuan Arman meminta saya yang memainkan karakter kekasih itu?"
Kini giliran Tuan Arman menempelkan punggungnya ke sandaran kursi dan Kirana yang maju.
"Karena aku membuat karakter fisik kekasih itu dari dirimu"
Kirana mundur.
"Dari saya?"
"Bukan dari dirimu yang ini. Dirimu yang lain. Yang tadi pagi"
Mendengar hal itu Kirana merasa bingung. Bukannya Tuan Arman tidak menyukai penampilannya yang polos seperti tadi pagi? Bahkan sengaja mengantarnya pulang untuk mengganti pakaian. Lalu kenapa dibuat menjadi karakter kekasih? Aneh sekali. Belum sempat ingin bertanya lagi, Tuan Arman menulis sesuatu di kertas dan menyodorkannya di depan Kirana.
100 juta
"Seratus juta?" tanyanya belum mengerti tujuan Tuan Arman menulis sejumlah uang di atas kertas.
"Kurang? Berapa yang kau minta?"
"Anda ingin saya memainkan karakter kekasih itu dan memberi uang?"
"Apa kau pikir aku akan meminta bantuanmu secara gratis?"
Seratus juta? Seratus juta? Bahkan kalau Kirana menabung selama tiga tahun, belum tentu dia bisa mengumpulkan uang sebanyak itu. Dan sekarang ada tawaran memperoleh uang sebanyak itu hanya untuk memainkan sebuah karakter?
"Seratus juta" gumamnya dengan memegang kertas yang ternyata ditarik kembali oleh Tuan Arman. Lalu disodorkan lagi ketika angka satu tadi berubah menjadi dua.
"Dua ratus juta. Bagaimana?"
Kirana menelan ludah di kerongkongannya yang kering. Dua ratus juta? Dua ratus juta? Kenapa Kirana bisa mendapatkan keberuntungan sebesar ini?
"Saya mau" jawabnya kemudian terbayang sudah uang dua ratus juta itu di tangannya. Kirana memiliki berbagai impian untuk menggunakan uang itu.
Mendaftar kuliah lanjutan, makan enak, pindah ke kamar sewa yang lebih bagus, membeli baju di mall, sepatu, perhiasan, banyak sekali yang bisa dibeli dengan uang sebanyak itu.
"Tapi aku memiliki syarat" kata tuan Arman.
Kirana terbangun dari mimpinya memegang kertas bertuliskan uang dua ratus juta di tangan.
"Apa syaratnya?"
"Kau harus menjadi karakter yang diciptakan. Benar-benar menjadi karakter itu" kata Tuan Arman.
Berakting dan mendapat dua ratus juta. Meski jadi orang gila, sepertinya Kirana tidak akan keberatan.
"Baik"
"Benarkah?"
"Iya"
"Sepakat?" tanya Tuan Arman mengulurkan tangan. Tanpa ragu, Kirana menyambutnya. Menjawab "iya" dengan mantap
Dan dengan cepat menyesal setelah melihat rincian karakter yang diberikan Tuan Arman padanya.
"Juwita, yatim piatu, sebatang kara, mantan pekerja dunia malam, kini bekerja sebagai pelayan di restoran. Dari mana Anda mendapatkan nama dan latar belakang ini?" tanyanya serius.
"Entahlah. Tapi aku pikir nama itu terdengar bagus"
Terdengar bagus? Karakter ini, seperti penjelmaan ibu Kirana.
"Kenapa harus mantan pekerja dunia malam?"
"Aku berharap ibu tidak mau bertemu dengannya"
Tiba-tiba bayangan uang dua ratus juta itu lenyap begitu saja di pikirannya. Kirana ragu dengan kesepakatan yang baru dia setujui.
"Apa saya boleh mundur dari kesepakatan?" tanyanya.
"Tidak!! Kita sudah sepakat. Kalau kau mundur, aku akan memecat mu!" ancam Tuan Arman membuat Kirana serba salah.
"Tuan, karakter ini sangat berlawanan dengan saya. Saya tidak yakin bisa memerankannya dengan baik"
"Seratus juta tambahan jika kedua orang tuaku percaya denganmu"
Seratus juta tambahan? Berarti tiga ratus juta? Tapi kenapa rasanya tidak benar?
"Baiklah" jawab Kirana akhirnya pasrah menerima kesepakatan.
Meski ada rasa bersalah meliputi hati dan pikirannya.
Di rumah, Kirana melihat dirinya di depan cermin. Untuk menjadi Juwita, dia harus tampil seperti mantan pekerja dunia malam. Kirana mencoba memakai riasan yang berbeda dan membandingkannya. Dan riasan yang terakhir dia coba, membuatnya sedih.
Kirana sekilas melihat wajah ibunya di cermin.
"Ini hanya karakter. Hanya akting. Semuanya hanya sebuah peran demi mendapatkan uang. Tiga ratus juta adalah jumlah uang yang sangat banyak. Walau menabung dalam waktu lama, belum tentu aku bisa mengumpulkannya" katanya berusaha untuk tidak sedih lagi.
Kirana harus bisa memerankan karakter ini dengan baik. Meski sedikit bertentangan dengan hatinya.
Beberapa hari setelah berlatih di rumah, akhirnya Kirana menerima perintah untuk datang ke sebuah restoran. Untuk bertemu dengan ibu dari Tuan Arman.
Kirana mempersiapkan dirinya dengan baik. Berpakaian sesuai dengan karakter yang telah disepakati lalu melangkah keluar dari rumah.
"Bagaimana menurut Anda?" tanyanya pada Tuan Arman yang menjemput.
"Hemm, iya. Bagus. Sesuai"
Kirana bersyukur penampilannya sesuai dengan keinginan Tuan Arman. Sekarang dia hanya perlu mengkhawatirkan pertemuan ini.