Tak kunjung memiliki keturunan, Amira terpaksa harus merelakan Suaminya menikah lagi dengan perempuan pilihan Ibu Mertuanya.
Pernikahan Amira dan Dirga yang pada awalnya berjalan harmonis dan bahagia, hancur setelah kehadiran orang ketiga dalam rumah tangga mereka.
"Meski pun aku ingin mempertahankan rumah tangga kita, tapi tidak ada perempuan di Dunia ini yang rela berbagi Suami, karena pada kenyàtaan nya Surga yang aku miliki telah terenggut oleh perempuan lain"
Mohon dukungannya untuk karya receh saya, terimakasih 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rini Antika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18 ( Surga Yang Terenggut )
Pada saat Dirga bersama kedua Istrinya sampai di kediaman Cakra dinata, Bu Meri dan Sinta sudah terlihat menunggu di teras rumah untuk menyambut kedatangan Regina, sedangkan Vania masih belum pulang kuliah.
"Assalamu'alaikum," ucap Dirga, Amira dan Regina secara bersamaan.
"Wa'alaikumsalam," jawab Bu Meri dengan memeluk tubuh Regina.
"Sayang, bagaimana bulan madunya? Seru kan? Semoga sebentar lagi akan ada Dirga junior di dalam sini," ucap Bu Meri dengan mengelus lembut perut Regina
Amira hanya bisa menguatkan diri ketika melihat sikap lembut serta perhatian Bu Meri kepada Regina. Dirga yang melihat raut kesedihan pada wajah Amira pun langsung menggenggam erat tangan Istri pertamanya tersebut.
"Mas, aku ke kamar duluan ya," ucap Amira yang di jawab dengan anggukkan kepala oleh Dirga.
"Tunggu Amira, ada yang ingin Mama bicarakan sama kamu," ucap Bu Meri.
"Ma, bisa tidak kalau Mama bicaranya nanti saja? Kasihan Amira, dia pasti masih capek," ucap Dirga.
"Tidak bisa, karena Mama harus mengatakannya sekarang juga. Dirga, sebelumnya Mama sudah meminta Amira supaya pindah dari kamar utama, tapi dia menolak permintaan Mama," ucap Bu Meri.
Dirga begitu geram mendengar perkataan Bu Meri, tapi dia berusaha menahan emosinya.
"Apa maksud Mama? Kenapa Mama meminta Amira pindah dari kamar kami?" tanya Dirga.
"Dirga, kamu dan Regina adalah pasangan pengantin baru, kalian berdua membutuhkan kamar yang lebih besar, apalagi jika nanti kalian punya Anak," jawab Bu Meri.
"Apa pun alasannya, Amira tidak akan pernah pindah dari kamar kami. Jadi tidak ada yang berhak menggeser satu pun barang-barang milik Amira, apalagi sampai memindahkannya. Mama tidak lupa kan kalau rumah ini sudah atas nama Dirga?"
"Dirga, Amira sudah lima tahun menempati kamar utama, jadi sekarang giliran Regina yang menempatinya. Kamu harus bersikap adil terhadap kedua Istrimu," ujar Bu Meri.
Dirga menghela napas panjang. Dia selalu tidak mengerti dengan jalan pikiran Ibu kandungnya.
"Antara adil dan tidak, semua itu urusan Dirga. Jadi, Mama tidak bisa mencampuri urusan rumah tangga Dirga," tegas Dirga yang tidak bisa menerima jika Amira harus selalu mengalah.
Regina ikut angkat suara untuk mencari perhatian Dirga.
"Mas Dirga benar Ma, Regina tidak boleh merebut sesuatu yang sudah menjadi milik Mbak Amira."
"Tapi pada kenyataannya kamu sudah merebut Mas Dirga dari ku," ucap Amira kemudian berlalu menuju kamarnya.
Regina begitu terkejut mendengar perkataan Amira. Dia tidak menyangka jika Amira berani berbicara seperti itu di hadapan semua orang.
"Sayang, tunggu," ucap Dirga yang merasa khawatir terhadap Istri pertamanya.
Pada saat Dirga ingin mengejar Amira, Bu Meri menahan Dirga dengan alasan jika hari ini masih jatah Regina.
"Dirga, kamu tidak lupa kan kalau hari ini masih jatah Regina? Ingat Dirga, kamu harus bersikap adil terhadap kedua Istri mu," ucap Bu Meri dengan penuh penekanan.
Dirga akhirnya berlalu menuju kamarnya dengan Regina, tapi sebelum itu Dirga menegaskan jika tidak ada yang boleh mengganggu Amira.
"Sebagai orang baru, Regina tidak diijinkan untuk mengalahkan apa pun yang sudah menjadi milik Amira, karena semua sudah memiliki porsi masing-masing. Meski pun Dirga berniat akan mengajak Amira pindah dari rumah ini, tapi siapa pun tidak ada yang diijinkan menempati kamar kami di rumah ini," tegas Dirga sehingga membuat Bu Meri, Regina dan Sinta merasa kesal.
......................
Pada malam harinya, Dirga diam-diam pergi ke kamar Amira setelah melihat Regina tertidur.
Amira yang sedang membaca sebuah buku pun menoleh ketika mendengar suara pintu kamarnya terbuka. Dia tersenyum kala mendapati Dirga yang tengah berdiri di ambang pintu dengan menatap lekat ke arah dirinya.
"Kenapa Mas?" tanya Amira, lalu kembali fokus pada buku yang tengah dia baca.
Dirga menutup pintu, kemudian melangkahkan kaki mendekati Amira yang tengah duduk dengan bersandar pada dashboard ranjang.
"Sayang, buku dari siapa yang sedang kamu baca?" tanya Dirga.
Amira tersenyum ketika mendengar pertanyaan Suaminya.
"Beli lah Mas. Aku tidak seperti Mas Dirga yang gampang menerima tawaran orang lain," ucap Amira dengan nada penuh sindiran.
"Sayang, jangan mulai deh," peringat Dirga yang tidak mau berdebat dengan Amira.
"Oh, aku salah ya Mas? Bukan orang lain, tetapi Ibu sendiri," ucap Amira yang seakan belum puas membuat Dirga marah.
"Amira_" geram Dirga yang terlihat kesal.
"Kenapa? Mas Dirga tidak terima mendengar perkataanku? Pada kenyataannya memang seperti itu kan?" ucap Amira.
Dirga menghela napas panjang. Dia mencoba bersabar menghadapi sikap Amira.
"Sayang, harus berapa kali Mas meminta maaf?" ucap Dirga dengan memeluk tubuh Amira.
"Kata maaf saja tidak dapat merubah semua yang sudah terjadi. Sebaiknya sekarang Mas kembali ke kamar Regina, karena malam ini Mas masih belum boleh tidur bersamaku," ucap Amira dengan mendorong perlahan tubuh Dirga.
"Tapi kamu belum makan malam. Bagaimana Mas bisa tidur dengan tenang?" ucap Dirga menghela napas lelah.
Amira menatap lekat wajah Dirga. Ada cinta yang begitu besar dalam hatinya, tapi ada rasa kecewa yang masih Amira rasakan.
"Hanya karena aku belum makan malam Mas tidak bisa tidur dengan tenang? Lalu bagaimana tentang Mas Dirga yang menikah lagi dan menghabiskan malam dengan Istri yang lain? Apa Mas masih bisa tidur dengan tenang bila mengingat perasaanku? Hatiku sakit Mas, sangat sakit," ucap Amira dengan air mata yang sudah tidak dapat dia bendung lagi.
Dirga menghela napas kasar, kemudian tangannya bergerak mengusap wajahnya dengan frustasi.
"Maafin Mas, sayang. Maaf," gumam Dirga yang begitu menyesal.
"Keluarlah Mas, Regina pasti sudah menunggu. Jangan sampai dia berpikir macam-macam karena Mas Dirga selalu mengunjungi kamar ku," titah Amira yang tidak lain sebagai pengusiran.
"Tapi sayang_" perkataan Dirga terputus karena Amira langsung memotongnya.
"Mas, aku mohon. Aku ingin sendiri," ucap Amira yang tidak ingin mendengar protes dari sang Suami.
Suasana kamar mendadak hening, karena keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Hingga beberapa menit berlalu, Dirga akhirnya kembali angkat suara.
"Baiklah, untuk malam ini Mas tidak akan memaksa tidur di sini, tapi besok, kamu tidak bisa mengusir Mas lagi, karena hari ini adalah hari terakhir Mas menemani Regina," ucap Dirga, kemudian dengan terpaksa melangkahkan kaki ke luar dari dalam kamar Amira.
Amira hanya bisa menatap nanar kepergian Suaminya. Sebenarnya dia ingin sekali tidur dengan memeluk tubuh Dirga, tapi dia tidak boleh egois, karena pada kenyataannya raga Dirga sudah terbagi dengan perempuan lain.
"Aku kangen sekali sama kamu Mas. Kamu tidak tau jika setiap malam aku merasa kesepian tanpa kehadiranmu di sampingku," gumam Amira dengan air mata yang kembali menetes membasahi pipinya.
*
*
Bersambung