Raska adalah siswa paling tampan sekaligus pangeran sekolah yang disukai banyak gadis. Tapi bagi Elvara, gadis gendut yang cuek dan hanya fokus belajar, Raska bukan siapa-siapa. Justru karena sikap Elvara itu, teman-teman Raska meledek bahwa “gelar pangeran sekolah” miliknya tidak berarti apa-apa jika masih ada satu siswi yang tidak mengaguminya. Raska terjebak taruhan: ia harus membuat Elvara jatuh hati.
Awalnya semua terasa hanya permainan, sampai perhatian Raska pada Elvara berubah menjadi nyata. Saat Elvara diledek sebagai “putri kodok”, Raska berdiri membelanya.
Namun di malam kelulusan, sebuah insiden yang dipicu adik tiri Raska mengubah segalanya. Raska dan Elvara kehilangan kendali, dan hubungan itu meninggalkan luka yang tidak pernah mereka inginkan.
Bagaimana hubungan mereka setelah malam itu?
Yuk, ikuti ceritanya! Happy reading! 🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17. Tertimpa Cinta
Hari berikutnya, Raska kembali duduk bersama Elvara. Bukan akting. Bukan sandiwara. Mereka benar-benar berdiskusi pelajaran. Dan entah sejak kapan… itu terasa nyaman.
Raska menunjuk soal nomor tiga. “Ini… yang ditanya panjang busur lingkaran, ya?”
Elvara melirik sekilas, lalu langsung menjawab santai sambil menggambar kecil di pinggir buku. “Rumusnya gampang. Sudut pusat kali jari-jari.”
Raska mengangguk, menulis cepat. “Kalau jari-jarinya 10 cm… sudutnya 2, berarti 2 kali 10… dua puluh.”
Elvara mengangguk kecil. “Yup.” Lalu menambahkan sambil ngunyah keripik. “Asal jangan salah pakai derajat.”
Sunyi. Pulpen bergerak. Kertas berisi coretan serius. Dua otak jenius sedang sinkron.
Dan di bangku taman yang tertutup semak-semak, trio komentator sedang… tidak belajar.
Vicky melirik ke arah mereka, takjub. “Bro… mereka bahas rumus kayak bahas gosip artis.”
Asep condong ke depan, berbisik dramatis. “Bro… ini bukan belajar. Ini ritual pengikat batin.”
Vicky menyipitkan mata, tangan menopang dagu. “Tatapan Raska ke buku sih. Tapi jiwanya? Udah pindah ke Gasekil.”
Gayus, yang pura-pura pegang buku terbuka di halaman kosong, bergumam, “Secara teori… ini masuk tahap: nyaman tapi denial.”
Asep melirik. “Elvara jawabnya langsung. Nggak sok imut. Nggak jaim.”
Vicky mengangguk cepat. “Itu bahayanya. Cewek gak jual mahal… tapi jual ketenangan.”
Gayus memasukkan kacang ke mulut. “Kalian sadar gak? Raska gak tegang.”
Asep terdiam. “Iya juga…”
Biasanya duduk dekat cewek cantik aja wajah Raska kayak petugas imigrasi. Sekarang? Dia malah nunjuk halaman buku ke Elvara.
Nada suaranya fokus.Tenang. Seperti manusia yang normal.
Vicky memegang dada. “Bro… temen kita mulai sembuh.”
Asep nyeletuk: “Psikolog mahal kalah sama karung beras.”
Gayus menyimpulkan dengan nada sok ilmiah: “Kesimpulan sementara: belajar bareng \= alasan. Damai bareng \= tujuan.”
Asep mengusap dagu. “Ini masih belajar atau udah masuk fase pacaran?”
Gayus mengunyah pelan. “Kalau pacaran sambil bahas soal, besok-besok mereka nikah di ruang olimpiade matematika.”
Vicky dan Asep langsung nutup mulut biar nggak ketawa keras.
Raska dan Elvara tetap fokus. Tenang. Hening. Seolah dunia berhenti.
Dan untuk pertama kalinya… Raska sadar satu hal:
Belajar bareng Elvara jauh lebih tenang daripada hidupnya sendiri.
Saat jam istirahat hampir berakhir, Raska dan Elvara berjalan berdampingan menyusuri koridor. Langkah mereka pelan. Natural. Seolah… dunia sedang baik-baik saja.
Namun di ujung lorong, Bella berdiri. Tatapannya tajam. Senyumnya melengkung tipis. Licik.
Koridor itu terlihat biasa saja. Terlalu… licin untuk ukuran “biasa”.
Bella sudah lebih dulu pergi, langkahnya ringan, senyum kecil terselip sebelum menghilang di tikungan.
Di balik saku roknya, jari-jarinya masih menggenggam botol kecil kosong. Air sabun lantai. Transparan. Diam. Siap menjatuhkan martabat orang.
Di sisi lain koridor…
Raska dan Elvara berjalan berdampingan, masih membahas soal.
“…Jadi integral parsialnya dipisah di sini,” kata Raska, menunjuk buku.
Elvara mengangguk. “Yang ini jangan salah turunin variabelnya.”
Mereka tiba di persimpangan.
“Oke, gue ke kelas dulu,” ucap Elvara datar.
Raska mengangguk. “Iya.”
Elvara berbelok—
SRETT!
“AKH!”
Langkah Elvara terpeleset. Bukan terjatuh pelan. Tapi oleng. Seperti gedung tinggi yang lupa dirinya terlalu berat untuk lantai licin.
Raska refleks menoleh. Tubuhnya bergerak lebih cepat dari pikirannya.
“Vara—!”
Ia berlari. Dalam sepersekian detik, dunia menyempit: Hanya lantai licin. Langkah terburu-buru. Dan satu tubuh yang kehilangan keseimbangan.
Terlambat.
BRUKKK.
Suara benturan itu tidak keras, tapi terasa… padat.
Raska terjatuh telentang. Dan Elvara… mendarat tepat di atas dadanya.
Sunyi. Waktu seperti berhenti. Napas mereka bertabrakan.
Detak jantung Raska terasa nyaring di telinganya sendiri.
Elvara menatap wajah Raska langsung dari jarak nol koma sekian sentimeter.
Bukan panik. Bukan teriakan. Hanya: bingung. Diam, dan… terlalu dekat.
Mata mereka bertemu. Dan di detik itu, dunia terasa salah tempat. Tapi… terlalu tepat rasanya.
Berat Elvara memang nyata. Dan dada Raska benar-benar sesak.
Tapi entah kenapa… Ia tidak langsung mendorong. Ia tidak langsung bergerak. Ia hanya berpikir satu hal yang sangat tidak masuk akal:
“Kenapa dia… hangat banget?”
Sementara Elvara, tanpa sadar, juga terpaku. Panas menjalar ke pipinya. Bukan karena malu. Bukan karena kaget. Tapi karena… ia sadar… ini pertama kalinya ia sedekat ini dengan seorang laki-laki.
Dan ini… Adalah laki-laki paling dingin di sekolah. Yang sekarang… menatapnya seperti lupa cara bernapas.
Dari luar, pasti terlihat tragis. Pangeran sekolah tertimpa “karung beras”. Tapi dari dalam… Itu bukan tragedi. Itu… momen.
Waktu seperti berhenti.
Para siswa di sekitar:
😶
😮
😳
Lalu—
“HAHAHAHAHAHA!!”
Koridor meledak.
Ada yang sampai jongkok sambil pegang perut. Ada yang pura-pura batuk tapi jelas ketawa.
“ASTAGA…” “Pangeran sekolah ketiban karung beras—”
“Ini tragedi tapi kok lucu banget!”
Dan trio komentator yang belum siap mental sejak awal:
Asep langsung tertekuk lutut, pegangan ke tembok:
“BROOOOOOO!!!!!”
Vicky nutup mulut pakai tangan, matanya berkaca-kaca. “Ya Tuhan… ini real… ini nyata… ini bukan mimpi…!”
Gayus tetap berdiri, tenang, tapi… suaranya bergetar. “Menurut hukum fisika…” (ngunyah kacang) “…ini namanya cinta bertabrakan dengan gravitasi.”
Asep menjatuhkan diri ke lantai karena terlalu lemah menahan tawa.
“GUE BERSUMPAH… GUE MAU NOLONG… TAPI TERLALU INDAH BUAT DILEWATIN—”
Vicky menunjuk mereka. “POV: Lo jatuh cinta, tapi literal TERTIMPA CINTA.”
Gayus mengangguk sok ilmiah. “Ini bukan kecelakaan.” “Ini takdir dengan volume ekstra.”
Sementara Bella berjongkok di balik semak taman sekolah. Jarinya meremas daun bunga yang tak tahu apa-apa.
“Hah! Kenapa malah jatuhnya dramatis banget sih?!” gumamnya geram.
Daun itu tercabik di tangannya. Ia melemparkannya ke tanah, kesal setengah mati.
Wajahnya mengeras. Matanya menyipit. “Harusnya… jauh dari dia. Bukan malah… nempel kayak adegan drama murahan.”
Tangannya mengepal. “Nggak… ini belum selesai.”
Di TKP, Raska terjepit di bawah, napasnya nyaris habis.
Di atasnya, Elvara membeku. Otaknya langsung blank. Wajahnya memanas, bukan karena malu, tapi panik asli.
“G—gue gak sengaja…” suaranya goyah. “Lantainya licin, gue—” Ia mencoba bangkit. Tapi tubuhnya terlalu tegang. Gerakannya kikuk. Salah tumpuan.
Raska mengerang pelan. “Vara…” katanya lirih. “…pelan dikit… Dada gue… bukan kasur hotel bintang lima…”
Detik itu, absurd. Sunyi. Romantis. Tragis. Dan… sangat memalukan.
Tak jauh dari sana, trio komentator membeku setengah detik…
Lalu:
Asep langsung menepuk bahu Vicky keras. “Bro… ini adegan cinta… apa evakuasi korban bencana?”
Vicky mengangguk sok serius. “Ini cinta terjepit realita.”
Gayus melipat tangan seperti analis bencana.
“Kita butuh minimal tiga orang… dan satu alat berat.”
raska melirik tiga sahabatnya. “Jangan… diem… doang…” gumamnya tercekik. “Tolongin…”
Dua siswa lain akhirnya refleks membantu. Trio komentator ikut mengevakuasi.
Elvara berhasil bangun dengan napas agak terengah, wajahnya masih memerah.
Raska duduk perlahan. Rambutnya berantakan. Pikirannya kosong. Jantungnya… aneh.
Elvara menatapnya. Ada canggung. Ada panik. Ada sesuatu yang tidak bisa diberi nama.
Tangannya terulur pelan. “…maaf.”
Raska menatap tangan itu beberapa detik, lalu menerima uluran itu. “...gapapa.”
Dan dari kejauhan… Bella berdiri membeku. Tangannya mengepal. Rahangnya mengeras. Matanya menyala. Bisikannya dingin, hampir tak terdengar:
“…harusnya gak gini...”
***
Hari itu berjalan aneh.
Bagi sekolah, tidak ada yang berubah. Tapi bagi Raska dan Elvara, ada dunia baru yang mulai pelan-pelan terbentuk.
Mereka berjalan berdampingan di koridor, membahas soal-soal yang bikin kepala orang lain migren. Seolah kejadian terpeleset kemarin hanya salah satu adegan filler dalam hidup mereka.
Raska bahkan terlihat, nyaris biasa. Tidak panik. Tidak gengsi. Dan itu… mengganggu dunia.
Terutama Bella.
Dari ujung koridor, matanya seperti terbakar. Kemarahan yang tidak sempat padam, justru tumbuh.
“Gak masuk akal…” gumamnya lirih.
Sudah jatuh bareng. Sudah dipermalukan. Sudah jadi tontonan sekolah.
Dan mereka… masih jalan bareng?
Tangannya mengepal. Berpikir. Menghitung. Merancang. Ia masuk ke kelas dengan wajah tenang. Terlalu tenang untuk seseorang yang hatinya sedang meledak.
Lalu suara itu terdengar. Nyaring. Ceria. Penuh energi.
“Teman-teman! Gue bakal ngadain pesta ulang tahun hari Sabtu nanti! Semua anak kelas dua belas gue undang ya!”
Seluruh kelas bersorak. Tertawa. Bertepuk tangan.
Undangan mulai dibagikan.
Bella menerima satu. Ia menatap kartu itu. Semua kelas dua belas… Bibirnya terangkat pelan. Senyum tipis. Bukan senyum bahagia. Tapi jenis senyum yang hanya muncul saat ide jahat menemukan jalan keluar.
“Semua kelas dua belas… ya?” bisiknya.
Di kepalanya, sebuah rencana mulai terbentuk. Dan untuk pertama kalinya… Ia merasa tidak lagi sendirian dalam perang ini.
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
Ayo Raska kamu semangat untuk sembuh,,dan Elvara tempat ternyamanmu🤣
Raska selama ini berarti berusaha sendiri mengatasi masalah traumanya dengan konsultasi ke dokter Wira.
Tanya jawab antara dokter Wira dengan Raska - kesimpulannya - trauma Raska belum pulih.
Ya betul itu pak Nata, Roy iri terhadap Raska. Kalah segala-galanya maka mau mencurangi kakak tirinya.
Raska...yang tahu sengaja atau tidak sengaja nabrak - ya Bella.
Elvara pribadi yang baik, tidak mau menuduh. Tapi yang pasti kamu sengaja di tabrak Bella - biar kamu jatuh ke dalam kolam. Bella mungkin tidak menyangka ketika nabrak kamu - dirinya mental - kecebur juga 😄.
Elvaraaaaaa...jujur amat 😂.
Tuh lihat reaksinya trio komentator 😂.
Raskaaaaa....jujur juga 😂👍🏻👍🏻.
Trio komentator langsung meledak ibaratnya sedang menyaksikan tanding sepak bola jagoannya tembus gawang 😄.
Raska kupingnya memanas - Elvara biasa...tanpa ekspresi bergumam - "Drama banget kalian." 😄.
Weeeeh Bella nguping.
Waduh masih ada lain kali - rencana jahat apa lagi Bella ??
Bella mimpimu cuma mimpi - mana ada jadi kenyataan - Raska tidak mungkin pilih kau.
Tiga temannya mengkhawatirkan kondisi Raska. Mereka bertiga peduli - kalimat yang keluar dari masing-masing cukup menghibur. Yang di rasa Raska ketegangan sedikit melonggar - menggeleng halus, bergumam lirih - "...kalian emang nyebelin." Ini bentuk ungkapan Raska yang "POSITIF," terhadap ke tiga temannya yang selalu ada untuknya.
( ***Ini Author mesti bikin cerita kelanjutan mereka berempat sampai masing-masing punya keluarga, pertemanan berlanjut 😄. )
Roy mimpinya ketinggian.
Elvara masih seperti biasa yang dilakukan ketika jam istirahat. Duduk di bawah pohon, membaca buku, sambil ngemil - kripik.
dan semoga si Roy selalu gagal dalam semua hal😄
Aku Sudah menduga, novel ini beda dari yang sebelumnya. Novel kali ini, selain memberikan pelajaram tentang ketulusan cinta, juga ada melibafkan Para medis juga.
Seperti Dokter Wira, Dokter Pesikiater Raska, Karen itu sangat mengguncang kejiwaan Raska, yang telah dia tanggung sejak usia 10 tahun. Untung saja Raska berusaha berobat, jika tidak, penyakitnya makin parah dan membuat tempramen Raska meningkat, yang bisa-bisa membuat dia tidak bisa tidur nyenyak, dan itu bisa mebuat dia menjadi emosional, bahkan mungkin bisa melempar barang-barang di Apartemen nya, jika sudah parah.
Mantap kak Nana... 🙏🙏🙏😁