Anindya Selira, panggil saja Anin. Mahasiswa fakultas kedokteran yang sedang menempuh gelar dokter Sp.Dv, lebih mudahnya spesialis kulit.
Dengan kemurahan hatinya dia menolong seorang pria yang mengalami luka karena dikejar oleh penjahat. Dengan terpaksa membawa pria itu pulang ke rumahnya. Pria itu adalah Raksa Wirajaya, pengusaha sukses yang memiliki pengaruh besar.
Perbuatan baiknya justru membuat Anin terlibat pernikahan paksa dengan Raksa, karena mereka berdua kepergok oleh warga komplek sekitar rumah Anin.
Bagaimana hubungan pernikahan mereka berdua?
Akankah mereka memiliki perasaan cinta satu sama lain?
Atau mereka mengakhiri pernikahannya?
Yuk baca kisah mereka. Ada 2 couple lain yang akan menambah keseruan cerita mereka!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cchocomoy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Yang sebenarnya
Anin mendorong paksa tubuh Raksa hingga ciuman mereka berdua terlepas.
“Kenapa kamu tidak memberitahuku? Apa kamu memang tidak pernah menganggapku sebagai istrimu? Selain dokter aku juga istrimukan? Atau kamu memang tidak pernah menganggapku? Jadi kamu memilih mengabaikanku selama lima tahun ini?!!!” marah Anin. Ia melampiaskan semua rasa sakit yang dirasakannya.
“Lima tahun!!! Itu bukan waktu yang singkat! Setiap hari aku selalu berharap jika kita bisa memperbaiki semuanya. Tapi apa?!! Kamu justru memilih diam dan mengabaikanku!!! Oh… atau memang selama ini ada seseorang yang berada disampingmu?” tuding Anin.
Saat ini Anin melampiaskan semuanya, apa yang ada dipikirannya saat ini ia keluarkan begitu saja tanpa ia pikirkan.
Raksa menggeleng mendengar semua perkataan yang keluar dari mulut Anin. Semua yang dituduhkan padanya tidaklah benar.
Selama ini ia menyibukkan dirinya dengan semua tumpukan berkas. Fokus mengembangkan usahanya, agar tidak terus menerus terlarut dalam hatinya yang merasa bersalah pada Anin.
“Itu tidak benar, aku tidak memiliki orang lain yang ada disisiku. Aku mencintaimu, mana mungkin aku mengkhianatimu?”
“Begitukah? Kamu mencintaiku? Tapi kamu tidak pernah sekalipun mempercayaiku! Jika kamu mencintaiku, kamu tidak akan melakukan semua itu padaku, mengabaikanku! Bahkan saat aku tanpa sengaja menyentuhmu, apa yang kamu lakukan? Kamu menepis tanganku!!!”
Anin masih ingat betul bagaimana Raksa memperlakukan dirinya lima tahun ini. Memang benar tidak ada kekerasan fisik, bukan berarti Anin tidak terluka.
“Aku– aku terpaksa melakukannya,” ucap Raksa yang melihat ke arah lain. Ia tidak berani menatap mata Anin.
“Kenapa?” tanya Anin dengan suara yang lirih.
“Aku memiliki penyakit yang bahkan semua dokter senior pun ragu jika aku bisa sembuh. Aku tidak ingin kamu tertular karena penyakitku ini." Tidak ada pilihan lain untuk Raksa selain jujur oada Anin.
“Jika kamu mengatakannya dari awal, mungkin kita tidak akan pernah melewati semua ini.” Anin bangkit dari atas tubuh Raksa.
“Sudahlah, untuk hubungan kita bisa dibahas nanti. Disini aku sebagai doktermu, dan aku akan melakukan tugasku.”
Raksa langsung bangun begitu Anin sudah beranjak dari tubuhnya.
Aku kira Anin hanya dokter biasa, nyatanya dia dokter spesialis. Tapi kapan Anin melakukannya? Sepertinya aku harus mencari tahu mengenai apa yang dilakukan Anin sebelumnya, batin Raksa.
Anin membuka pintunya, tidak lupa ia menyeka air matanya agar Bima dan Larisa tidak curiga.
“Dokter Bima, ada yang perlu kita bicarakan. Kamu juga bisa ikut masuk,” titah Anin langsung masuk kembali ke ruangan tanpa menunggu jawaban dari Bima.
Bima menatap Larisa dengan tatapan bingung, begitu juga dengan Larisa. Mereka melirik satu sama lain.
“Ada apa?” tanya Larisa.
“Aku tidak tau. Akan lebih baik kita masuk ke dalam, mungkin kita akan tau apa yang terjadi.”
Bima dan Larisa masuk ke dalam ruangan Anin. Mereka bisa melihat jika Raksa sedang duduk diatas ranjang dengan menundukan kepalanya
“Kalian bisa duduk, ada hal yang sangat penting perlu saya beritahu. Terutama anda, dokter Bima. Selain sahabat tuan Raksa, anda juga seorang dokter. Jadi akan mudah untuk saya menjelaskannya."
Bima melirik ke arah Larisa, memberikan isyarat seolah bertanya apa yang terjadi. Larisa hanya menggelengkan kepalanya.
Anin memberikan laporan riwayat medis Raksa pada Bima. Meskipun bingung, Bima tetap menerimanya.
“Ini—”
“Benar, itu laporan medis yang dokter Bima berikan ke saya beberapa menit yang lalu. Jika dokter tidak keberatan, dokter bisa membacanya. Mungkin Larisa juga bisa membantu.”
Bima langsung membuka laporannya dan mulai membacanya, begitu juga dengan Larisa. Ia ikut membaca dan memahami laporannya.
Anin melirik ke arah Raksa yang hanya diam menunduk. Saat Raksa berbalik meliriknya dengan cepat Anin memalingkan wajahnya.
Bima dan Larisa merasa tidak ada yang aneh dengan laporannya. Mungkin karena ini bukan bidangnya, jadi mereka berdua tidak begitu memahami diagnosisnya, meskipun mereka juga tidak terlalu asing, apalagi dengan hasil laboratoriumnya.
“Dok, apa yang aneh dengan laporannya? Saya kurang paham, bisa tolong jelaskan?” tanya Bima yang diangguki Larisa.
Baik Larisa ataupun Bima, mereka sangat mengerti jika hasil laboratoriumnya. Tapi mereka tidak paham kenapa Anin meminta mereka untuk membacanya.
“Saya akan jelaskan. Pertama, menurut kalian. Hasil laboratoriumnya apakah ada yang salah?”
Bima dan Larisa melihat saat sama lain, “Dari yang saya pelajari, tidak ada yang salah dengan hasilnya.”
“Memang benar tidak ada yang salah, itu artinya kondisi Pak Raksa tidak ada yang dicemaskan. Tapi tidak dengan diagnosanya, terjadi kekeliruan dalam diagnosa awal. Begitu juga dengan setelahnya. Awalnya saya kira hasil lab yang keliru, nyatanya diagnosa yang salah.”
“Maksudnya?” tanya Raksa yang tidak mengerti.
“Saya hanya menduga jika pak Raksa tidak memiliki penyakit yang didiagnosa dokter pada hasilnya. Maksudnya tidak seberat itu. Dari analisa saya, pak Raksa memiliki penyakit lain, yaitu tubuhnya sangat sensitif.”
“Tapi, An. Hasil ini sudah lima tahun, dan semua dokter juga menyatakan hal yang sama,” ujar Larisa.
“Benar, karena dokter setelahnya tidak melakukan pemeriksaan lanjutan. Selain itu mereka juga tidak memeriksanya dengan benar. Untuk dugaanku yang akhir aku masih belum yakin karena mereka lebih senior dariku, untuk memastikannya mungkin pak Raksa bisa melakukan pemeriksaan ulang, secara menyeluruh.”
Anin melirik ke arah Raksa, “Itupun jika pak Raksa setuju. Jika setuju, tentunya saya meminta bantuan dokter Bima untuk melakukan tes. Dan mencari dokter lain untuk mendampingi saya, membuktikan apakah pak Raksa benar memiliki penyakit yang didiagnosa oleh dokter sebelumnya atau tidak.”
“Jangan dengarkan keputusannya, lakukan saja sebagaimana meski harus dilakukan. Saya akan bantu untuk melakukan pemeriksaan ulang, dan mencari dokter untuk mendampingi anda.” Bima menegaskan jika ia setuju dengan semua saran dari Anin.
“Kalau begitu bisa dilakukan sekarang, semua prosedur tentunya dokter Bima sudah mengetahuinya. Asisten saya akan mendampingi anda melakukannya. Sekarang, dokter Bima bisa mengajak pak Raksa untuk melakukan semua tes. Maaf jika saya tidak bisa melakukannya secara langsung, karena ada beberapa hal yang harus saya kerjakan.”
“Baiklah, saya akan membawa Raksa untuk melakukan tes. Sayang, kamu mau menunggu disini atau kembali ke ruanganmu?” tanya Bima.
“Aku akan kembali ke ruangan, tapi masih ada yang harus aku bicarakan dengan Anin.” Bima mengangguk.
“Sa, kita pergi sekarang. Ada banyak tes yang perlu kamu lakukan.”
“Baiklah, tapi ada yang ingin aku bicarakan dengan dokter Anin. Apa kalian bisa tunggu diluar terlebih dahulu?” pinta Raksa.
“Baiklah, aku akan tunggu diluar.” Bima menarik tangan Larisa keluar dari ruangan Anin.
Raksa berjalan mendekati Anin yang tidak memperdulikan dirinya. “Bisakah kita bicara?”
“Katakan apa yang ingin kamu katakan, aku masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan.” Anin sibuk dengan beberapa laporan yang ada di depannya.
Anin melakukan semua itu untuk menyibukan diri, karena ia tidak ingin berinteraksi dengan Raksa saat ini.
suamiku jg ada tapi ga nular tapi juga ga sembun sampe sekarang aneh segala obat udah hasil ya sama ,