NovelToon NovelToon
Incase You Didn'T Know

Incase You Didn'T Know

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / Pernikahan Kilat / Nikahmuda / Dijodohkan Orang Tua / Nikah Kontrak / Cintapertama
Popularitas:814
Nilai: 5
Nama Author: Faza Hira

Demi meraih mimpinya menjadi arsitek, Bunga, 18 tahun, terpaksa menyetujui pernikahan kontrak dengan pria yang ia anggap sebagai kakaknya sendiri. Mereka setuju untuk hidup sebagai "teman serumah" selama empat tahun, namun perjanjian logis mereka mulai goyah saat kebiasaan dan perhatian tulus menumbuhkan cinta yang tak pernah mereka rencanakan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Faza Hira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14 (Part 1)

Bunga menyalakan kembali vacuum cleaner-nya. Suara bising itu setidaknya bisa menutupi suara hatinya yang terasa ngilu. Ini akan menjadi akhir pekan yang sangat panjang.

Ia melanjutkan tugas bersih-bersihnya dengan energi yang berlebihan. Energi yang lahir dari campuran rasa bersalah, amarah, dan sakit hati.

Bukan siapa-siapa saya.

'Istri' pura-pura.

Gampangan.

Kata-kata Arga dari malam sebelumnya berputar-putar di kepalanya seperti kaset rusak. Ia menggosok meja kopi di ruang tamu—tempat kantong kopi Kafe itu tergeletak semalam—dengan lebih keras dari yang diperlukan. Kantong itu sudah tidak ada. Arga pasti sudah membuangnya. Menghilangkan barang bukti, seolah-olah pertengkaran mereka tidak pernah terjadi.

Ia sengaja mengarahkan vacuum ke area pantry tempat Arga duduk. Ia membersihkan lantai di sekeliling kaki Arga, memaksa laki-laki itu mengangkat kakinya sedikit.

Arga melakukannya. Tanpa komentar. Tanpa menoleh.

Bunga bisa merasakan punggung Arga yang kaku dari jarak tiga meter. Laki-laki itu benar-benar membangun tembok di antara mereka. Tembok yang jauh lebih kokoh daripada 'Benteng Guling' mana pun.

Dia yang jahat! teriak Bunga dalam hati. Dia yang keterlaluan! Kenapa Bunga yang harus merasa bersalah?

Ia membersihkan jendela kaca raksasa di ruang tamu, memandangi pemandangan kota di bawah. Jakarta terlihat sibuk dan tidak peduli. Ia merasa seperti terkurung di dalam sangkar emas. Apartemen mewah, kebebasan semu, tapi ia sendirian.

Selesai menyedot debu, ia beralih ke mengepel. Lantai marmer yang dingin terasa sejuk di bawah telapak kakinya yang tidak memakai sandal. Ia mengepel seluruh ruang tamu, dapur, dan lorong. Aroma cairan pembersih beraroma lemon menguar, menggantikan aroma opor dan kopi. Aroma steril yang dingin. Persis seperti suasana hati Arga.

Pukul sebelas siang, tugas bersih-bersihnya selesai. Apartemen itu kinclong. Dan sunyi.

Suara bising vacuum telah berhenti. Yang tersisa hanyalah keheningan yang seribu kali lebih memekakkan telinga. Satu-satunya suara adalah ketukan ritmis jari-jari Arga di keyboard laptopnya. Tik-tik-tik-tik-tik. Cepat, efisien, dan dingin.

Bunga mundur ke kamarnya. Ia menutup pintu. Cklek.

Ia merebahkan diri di kasur, menatap langit-langit. Apa yang harus ia lakukan? Ia tidak bisa hidup seperti ini. Ia bahkan belum memulai minggu pertama kuliahnya, dan 'rumah'-nya sudah terasa seperti zona perang.

Ia meraih ponselnya. Ia ingin menelepon Ibunya. Ia ingin mendengar suara yang hangat dan menenangkan. Ia menekan nomor Ibunya, tapi tangannya berhenti tepat sebelum menekan tombol panggil.

Apa yang akan ia katakan? 'Bu, Bunga berbohong sama Mas Arga, terus Mas Arga marah dan bilang Bunga gampangan?'

Tidak mungkin. Itu hanya akan membuat Ibunya panik. Ibunya akan berpikir Arga adalah suami yang jahat. Atau lebih buruk lagi, Ibunya akan menyalahkannya. 'Sudah Ibu bilang, nurut sama suami.'

Ia melempar ponselnya ke sisi lain kasur. Ia sendirian. Ia harus menyelesaikan ini sendirian.

Perutnya berbunyi. Ia lapar.

Dengan langkah berat, ia membuka pintu kamarnya.

Arga masih di sana. Di pantry. Posisinya tidak berubah sedikit pun. Seperti patung marmer yang bisa mengetik.

Bunga berjalan ke kulkas. Ia melihat sisa opor ayam semalam. Masih ada cukup banyak untuk satu porsi besar. Kebanggaan sesaatnya sebagai koki kini terasa getir.

Ia mengambil panci kecil, menuang opor itu, dan menyalakannya di atas kompor. Aroma gurih opor mulai menguar lagi. Aroma 'rumah' yang kini terasa canggung.

Ia melirik ke punggung Arga. Laki-laki itu tidak bereaksi.

Bunga mengambil piring. Ia hanya mengambil satu. Untuk dirinya sendiri. Ia mengambil nasi.

Apa aku harus menawarinya? batin Bunga. Egonya masih sakit. Dia yang mengataiku 'gampangan'. Biar saja dia makan rotinya.

Ia menata piringnya di meja makan. Punggungnya menghadap Arga. Ia duduk sendirian di meja makan yang bisa memuat enam orang itu. Ia mulai makan.

Ia bisa merasakan kehadiran Arga di belakangnya. Ia bisa merasakan ketegangan di udara.

Tiba-tiba, suara ketikan berhenti.

Bunga menegang. Ia mendengar suara kursi didorong. Langkah kaki.

Arga berjalan—bukan ke arah meja makan—tapi melewatinya. Laki-laki itu mengambil botol air mineral dari kulkas, dan tanpa menoleh, ia berjalan masuk ke kamarnya.

Cklek.

Pintu kamar Arga tertutup.

Bunga berhenti mengunyah.

Jadi begitu. Arga bahkan tidak sudi satu ruangan dengannya. Ia lebih memilih mengurung diri di kamar daripada harus duduk di meja yang sama dengan Bunga.

Rasa sakit hati itu menghantam Bunga dengan telak. Lebih sakit dari bentakan. Lebih menyakitkan dari kata-kata 'bukan siapa-siapa saya'. Ini adalah penolakan mutlak.

Nafsu makannya hilang seketika. Opor ayam di depannya kini terasa menjijikkan. Ia mendorong piringnya. Air matanya mulai menggenang lagi.

Ia benci ini. Ia benci Arga. Ia benci Kak Reza. Ia benci kebohongan bodohnya.

Ia membereskan meja makan dengan gerakan kasar, mencuci piringnya, dan kembali mengurung diri di kamar.

Sore itu adalah siksaan terpanjang dalam hidupnya. Ia mencoba membuka buku-buku kuliahnya. Senin adalah hari pertamanya kuliah, ia harusnya bersemangat. Ia membaca paragraf pertama tentang 'Pengantar Teori Arsitektur' sebanyak lima kali, tapi tidak ada satu kata pun yang menempel di otaknya.

Pikirannya terus kembali ke Arga. Kenapa laki-laki itu begitu marah?

Oke, Bunga bohong. Itu salah. Ia mengakuinya. Poin Arga tentang keamanan juga benar. Tapi reaksinya... reaksinya terlalu berlebihan.

Nggak ada senior cowok yang 'cuma baik' sampai segitunya.

Dia sedang mendekatimu.

Saya nggak mau 'istri' saya terlihat seperti cewek gampangan.

Kecemburuan? Mustahil. Arga sendiri yang bilang Bunga bukan siapa-siapanya.

Jadi apa? Gengsi? Rasa memiliki? Rasa tanggung jawab seorang 'kakak' yang berlebihan?

Ponselnya bergetar di atas nakas. Ia meraihnya dengan malas.

Sebuah pesan dari Vina.

[Vina]

BUNGAAA! Gila, hari ini gue lihat Kak Dito yang galak itu di TU! Mukanya kusut banget kayak cucian kering! Sumpah, gosipnya dia beneran diskors! Lo punya bekingan apa sih?

Bunga mendesah. Bekingannya sedang ngambek di kamar sebelah.

[Bunga]

Nggak tahu, Vin. Mungkin emang dia bermasalah.

Pesan lain masuk. Jantungnya berdebar. Kak Reza.

[Kak Reza (BEM)]

Hai Melati. Sampai rumah aman kemarin? Maaf ya bikin kamu jadi buru-buru.

Bunga menatap pesan itu. Pangeran kampus. Sumber dari semua masalahnya. Kemarin, pesan ini akan membuatnya melambung. Hari ini, pesan ini terasa seperti beban.

[Bunga]

Pagi, Kak. (Eh, udah sore). Aman, Kak. Makasih.

Balasannya kaku dan terlambat berjam-jam.

[Kak Reza (BEM)]

Syukurlah. Oh ya, ini draf awal proyek BEM-nya. [File attachment: Draf Taman Baca.pdf]. Coba kamu lihat-lihat dulu. Kapan-kapan kita bisa diskusi lagi? Santai aja.

Bunga membuka file itu. Sketsanya bagus. Idenya brilian. Sebagian dari dirinya yang 'mahasiswi arsitektur' merasa sangat tertantang dan bersemangat.

Tapi... kapan-kapan diskusi lagi? Itu berarti bertemu lagi. Berdua lagi.

Dan itu berarti... potensi masalah baru dengan Arga.

Bunga meletakkan ponselnya. Ia tidak membalas. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Romansa kampus yang ia impikan ternyata datang dengan harga yang sangat mahal: kedamaian di 'rumah'.

1
indy
Ceritanya bikin senyum-senyum sendiri. arga latihan sekalian modus ya...
minsook123
Suka banget sama cerita ini, thor!
Edana
Sudah berhari-hari menunggu update, thor. Jangan lama-lama ya!
Ivy
Keren banget sih ceritanya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!