NovelToon NovelToon
Perjuangan Gadis SMA

Perjuangan Gadis SMA

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Romantis / Anak Genius / Anak Yatim Piatu / Teen School/College / Kriminal dan Bidadari
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Hanafi Diningrat

Najwa, siswi baru SMA 1 Tangerang, menghadapi hari pertamanya dengan penuh tekanan. Dari masalah keluarga yang keras hingga bullying di sekolah, dia harus bertahan di tengah hinaan teman-temannya. Meski hidupnya serba kekurangan, Najwa menemukan pelarian dan rasa percaya diri lewat pelajaran favoritnya, matematika. Dengan tekad kuat untuk meraih nilai bagus demi masa depan, dia menapaki hari-hari sulit dengan semangat pantang menyerah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hanafi Diningrat, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rencana gelap

Najwa terbaring di kasurnya sambil menatap langit-langit kamar yang retak. Sudah tiga hari sejak tuduhan kebakaran, tapi rasanya kayak sebulan. Setiap malam dia kepikiran wajah-wajah Kevin, Indah, dan Rizki yang menatapnya dengan kebencian.

"Najwa, makan malam." Kirana masuk kamar sambil membawa piring nasi. "Kamu dari tadi nggak keluar kamar."

"Nggak lapar." Najwa menjawab tanpa mengalihkan pandangan dari langit-langit.

"Kamu udah tiga hari nggak makan yang bener. Nanti sakit."

"Sakit atau nggak, sama aja. Hidup aku udah hancur."

Kirana duduk di tepi kasur sambil menaruh piring di meja. "Najwa, kamu nggak boleh kayak gini terus. Besok kamu harus sekolah."

"Sekolah buat apa? Buat dituduh lagi? Buat dijauhiin lagi?"

"Kamu harus buktiin kalau kamu nggak bersalah."

Najwa akhirnya duduk sambil menatap Kirana dengan mata yang gelap. "Buktiin gimana? Mereka udah yakin aku yang bakar sekolah. Apapun yang aku lakuin, mereka tetep bakal nyalahin aku."

"Terus kamu mau nyerah?"

"Mungkin."

Kirana kaget mendengar nada suara Najwa yang dingin banget. "Najwa, kamu kenapa sih? Kamu nggak kayak biasanya."

"Biasanya gimana? Lemah? Selalu dijadiin korban?" Najwa berdiri sambil jalan ke jendela. "Aku udah capek jadi orang baik, Kir. Gak ada gunanya."

"Jangan ngomong kayak gitu."

"Kenapa nggak? Waktu aku baik-baik, mereka tetep nge-bully aku. Waktu aku bela diri, mereka bilang aku pembunuh. Waktu aku coba hidup normal, mereka tuduh aku teroris." Najwa mengepalkan tangannya. "Kalau memang mereka mau liat aku jadi monster, mungkin aku harus kasih mereka apa yang mereka mau."

"Najwa!" Kirana berdiri dengan wajah khawatir. "Kamu nggak boleh mikir kayak gitu!"

"Kenapa nggak? Aku udah nyoba jadi anak baik-baik, hasilnya apa? Dihina, dikucilkan, dituduh."

Najwa jalan ke lemari sambil buka laci paling bawah. Dia keluarin secarik kertas yang udah kusut.

"Ini apa?" Kirana bertanya sambil melihat kertas itu.

"Nomor telepon orang yang pernah nawarin aku kerja."

Kirana mengambil kertas itu dan membacanya. Matanya melotot. "Najwa, ini nomor siapa?"

"Salah satu anak buah Bos Heri yang dulu ditangkep polisi. Dia udah bebas sekarang."

"Dari mana kamu dapet nomor ini?"

"Dia dateng ke panti seminggu lalu. Bilang kalau aku mau kerja, hubungi dia." Najwa mengambil kembali kertasnya. "Awalnya aku buang, tapi kemarin aku ambil lagi dari tempat sampah."

"Najwa, kamu nggak boleh hubungi dia! Itu berbahaya!"

"Berbahaya? Hidup aku udah berbahaya dari dulu, Kir." Najwa duduk di kasurnya sambil menatap nomor telepon itu. "Setidaknya kalau aku kerja sama mereka, aku punya kekuatan buat bales dendam."

"Balas dendam ke siapa?"

"Kevin. Indah. Rizki. Semua orang yang bikin hidup aku kayak neraka."

Kirana merebut kertas itu dari tangan Najwa. "Aku nggak akan biarkan kamu lakuin ini!"

"Kembaliin!" Najwa berdiri sambil menatap Kirana dengan mata menyala. "Itu punya aku!"

"Nggak! Aku nggak akan biarkan kamu hancurin hidup kamu sendiri!"

"Hidup aku udah hancur dari dulu!" Najwa berteriak sambil mencoba merebut kertas itu. "Sekarang giliran mereka yang ngerasain!"

Mereka berdua berebut kertas sampai akhirnya robek jadi dua. Kirana memegang separuh, Najwa memegang separuh lainnya.

"Najwa, please." Kirana hampir menangis. "Jangan kayak gini."

Najwa melihat separuh kertas di tangannya. Nomor teleponnya masih utuh di bagiannya. "Sudahlah, Kir. Aku udah mutusin."

"Memutuskan apa?"

"Memutuskan buat nggak jadi korban lagi."

Kirana duduk di lantai sambil menangis. "Najwa, kamu ini korban memang. Tapi jangan sampai kamu jadi pelaku."

"Kenapa nggak? Mereka yang mulai duluan."

"Karena kamu bukan orang jahat! Kamu cuma lagi sakit hati!"

Najwa terdiam sejenak. Kata-kata Kirana agak nusuk ke hatinya, tapi dia udah terlanjur marah.

"Orang jahat atau nggak, yang penting aku nggak akan diinjek-injek lagi sama siapapun."

Kirana berdiri sambil mengusap air matanya. "Kalau kamu beneran lakuin ini, aku nggak akan diam aja."

"Mau ngapain? Lapor polisi?"

"Iya, kalau perlu."

Najwa menatap sahabat baiknya dengan tatapan dingin. "Kalau kamu berani ngkhianatin aku, kita udah nggak temenan lagi."

"Najwa..."

"Keluar dari kamar aku."

"Aku nggak akan ninggalin kamu."

"KELUAR!" Najwa berteriak sambil nunjuk pintu.

Kirana akhirnya keluar dengan air mata yang masih mengalir. Najwa mengunci pintu kamarnya sambil memegang separuh kertas yang berisi nomor telepon.

Malam itu, Najwa tidur sambil mikirin rencana balas dendamnya. Dia bukan tipe orang yang suka kekerasan, tapi situasi udah memaksanya jadi kayak gini.

Esok paginya, Najwa bangun lebih awal dari biasanya. Dia mandi dan bersiap sekolah seperti biasa, tapi ada sesuatu yang beda dari matanya. Ada kegelapan yang nggak pernah ada sebelumnya.

"Selamat pagi." Bu Sari menyapa waktu Najwa turun ke ruang makan.

"Pagi, Bu."

"Kamu sudah merasa lebih baik?"

"Sudah." Najwa tersenyum, tapi senyumnya nggak sampai ke mata.

Bu Sari merasa ada yang aneh, tapi dia nggak mau nanya lebih lanjut. Kirana turun dengan mata sembab, keliatan belum tidur semalam.

"Kira, kamu kenapa? Sakit?" Bu Sari bertanya dengan khawatir.

"Nggak apa-apa, Bu. Cuma kurang tidur."

Najwa dan Kirana sarapan dalam keheningan. Tension di antara mereka bisa dirasain sama semua orang di meja makan.

Di jalan ke sekolah, Najwa jalan sendirian. Biasanya dia bareng Sinta, tapi hari ini dia sengaja berangkat lebih pagi.

Sampai di sekolah, suasananya masih sama kayak kemarin. Siswa-siswa pada ngeliatin dia dengan tatapan curiga dan takut. Tapi kali ini, Najwa nggak peduli lagi.

"Pagi, teroris." Kevin menyapa dengan nada mengejek waktu Najwa lewat di depan kelasnya.

Biasanya Najwa bakal marah atau sedih. Tapi kali ini dia cuma tersenyum tipis.

"Pagi juga, Kevin."

Kevin kaget dengan respon Najwa yang tenang banget. Dia expected Najwa bakal explode kayak biasanya.

Di kelas, Najwa duduk di bangkunya sambil mengamati satu per satu teman sekelasnya. Kevin yang sok jago, Indah yang suka nyinyir, Rizki yang munafik. Mereka semua bakal dapet balasannya.

"Najwa, kamu baik-baik aja?" Sinta bertanya sambil duduk di sebelahnya.

"Baik banget, Sin."

"Kamu keliatan beda hari ini."

"Beda gimana?"

"Lebih... tenang gitu. Padahal biasanya kamu keliatan stress."

"Mungkin karena aku udah nemuin solusi buat masalah aku."

"Solusi apa?"

Najwa tersenyum sambil menatap Kevin yang lagi ngobrol sama temen-temennya. "Rahasia."

Waktu istirahat, Najwa pergi ke toilet sambil bawa handphone. Dia buka kertas kusut yang berisi nomor telepon, terus mulai ngetik pesan.

"Halo, ini Najwa. Anak Hasan yang dulu. Saya tertarik dengan tawaran kerja yang kemarin."

Najwa pencet send sambil merasakan jantungnya berdegup kencang. Ini first step dari rencana balas dendamnya.

Gak lama kemudian, handphonenya bergetar. Ada balasan pesan.

"Bagus. Kita ketemu sore ini di warung kopi deket stasiun. Jam 4."

Najwa tersenyum sambil hapus riwayat pesannya. "Perfect."

Sisa hari itu, Najwa observe semua orang yang pengen dia bales dendam. Dia catat kebiasaan mereka, rute pulang sekolah mereka, kelemahan mereka.

Kevin suka jalan sendirian lewat gang sepi pas pulang sekolah. Indah suka nongkrong di mall sama temen-temennya. Rizki ikut les matematika setiap Selasa dan Kamis.

"Informasi yang berguna." Najwa bergumam sambil nulis di buku catatannya.

Pulang sekolah, Najwa bilang ke Bu Sari kalau dia mau ke perpustakaan kota buat cari buku. Padahal dia mau ketemu sama orang yang nawarin kerja.

Di warung kopi deket stasiun, Najwa duduk sambil nunggu. Dia nervous tapi juga excited. Akhirnya dia bakal punya kekuatan buat fight back.

"Najwa?" Suara cowok paruh baya dari belakang.

Najwa noleh dan ngeliat cowok tinggi kurus dengan tato di lengannya. Wajahnya familiar, kayaknya dia pernah liat pas penggerebekan dulu.

"Iya, saya Najwa."

"Gue Andi. Kenal sama ayah lu dulu." Dia duduk di seberang Najwa. "Gue denger lu lagi ada masalah di sekolah."

"Iya. Mereka nyalahin saya terus buat hal-hal yang nggak saya lakuin."

"Makanya gue nawarin lu kerja. Biar lu punya kekuatan buat bales dendam."

Najwa menegak ludah. "Kerja apa?"

"Awalnya sih cuma bantu-bantu aja. Nyari informasi tentang orang-orang tertentu, foto-foto, video, hal-hal yang bisa dipake buat... leverage."

"Leverage?"

"Ya, buat ngancam mereka. Biar mereka nggak berani macam-macam sama lu lagi."

Najwa mikir sebentar. Ini sepertinya gak separah yang dia kira. Cuma nyari informasi doang.

"Bayarannya berapa?"

"Per target lima ratus ribu. Kalau informasinya bagus, bisa lebih."

Lima ratus ribu per target? Itu duit besar buat Najwa.

"Saya mulai kapan?"

"Sekarang. Lu ada target yang mau lu incer?"

Najwa mengeluarkan buku catatannya. "Ada tiga orang."

"Bagus. Gue kasih lu peralatan yang lu butuhin. Kamera kecil, alat sadap, hal-hal kayak gitu."

Andi mengeluarkan tas kecil dari balik kursinya. "Ini starter pack lu. Nanti kalau udah dapet hasilnya, lu hubungi gue lagi."

Najwa menerima tas itu dengan tangan bergetar. Dia officially jadi bagian dari dunia gelap.

"Oh iya, satu lagi." Andi bersandar di kursinya. "Jangan sampai ada yang tau lu kerja sama kita. Bahaya buat lu dan buat kita."

"Mengerti."

"Good. Welcome to the dark side, Najwa."

Najwa pulang ke panti dengan perasaan campur aduk. Di satu sisi dia excited punya kekuatan buat bales dendam, di sisi lain dia tau ini salah banget.

Tapi dia udah terlanjur capek jadi korban. Sekarang saatnya dia yang berkuasa.

1
kalea rizuky
Sinta ne sok tau
kalea rizuky
Sinta ne g tau ya di posisi nazwa
kalea rizuky
nah gt donk bales pake otak jangan teriak teriak
kalea rizuky
pantes like dikit MC terlalu goblok. Thor lain kali. bkin cerita yg valid donk
kalea rizuky
tolol mending gk usah sekolah
kalea rizuky
bisanya nangis mending g usa sekolah pergi dr situ jual rmh trs krja
kalea rizuky
ne cwek oon mending penjarain bapak lu yg durhala
kalea rizuky
bodoh mending pergi lahh atau racun aja bapak loe biar mampus
parti camb
saran aja kata gue diganti dgn kata "saya/aku
😘Rahma_wjy😉 IG @rwati964021
saran aja nih untuk author, harus nya klo sma polisi, atau sma orng lain yg gk d knal or orng yg lbih tua bilang nya saya, jngn gue. klo gue itu untuk k sesama teman... ttp smangat ya💪💪
Rarara: iya kak,lupa ganti itu
total 1 replies
😘Rahma_wjy😉 IG @rwati964021
devinisi bpk nyusahin anak... bkn nya anak d nafkahin mlh ank d sruh krja
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!