NovelToon NovelToon
Mengasuh Putra Pewaris Sang CEO

Mengasuh Putra Pewaris Sang CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Pengasuh / Menikah Karena Anak / Ibu susu
Popularitas:718.7k
Nilai: 5
Nama Author: Mommy Ghina

Dua minggu yang lalu, Rumi Nayara baru saja kehilangan bayi laki-lakinya setelah melahirkan. Lalu, seminggu kemudian suaminya meninggal karena kecelakaan. Musibah itu menjadi pukulan berat bagi Rumi. Hingga suatu ketika ia bertemu dengan bayi laki-laki yang alergi susu botol di rumah sakit, dan butuh ASI. Rumi pun menawarkan diri, dan entah mengapa ia langsung jatuh cinta dengan bayi itu, begitu juga dengan bayi yang bernama Kenzo itu, terlihat nyaman dengan ibu susunya.

Tapi, sayangnya, Rumi harus menghadapi Julian Aryasatya, Papa-nya baby Kenzo, yang begitu banyak aturan padanya dalam mengurus baby Kenzo. Apalagi rupanya Julian adalah CEO tempat almarhum suaminya bekerja. Dan ternyata selama ini almarhum suaminya telah korupsi, akhirnya Rumi kena dampaknya. Belum lagi, ketika Tisya— istri Julian siuman dari koma. Hari-hari Rumi semakin penuh masalah.

“Berani kamu keluar dari mansion, jangan salahkan aku mengurungmu! Ingat! Kenzo itu adalah anak—?”

Siapakah baby Kenzo?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17. Peringatan Julian

Rumi duduk bersandar di tempat tidurnya, selimut tipis menutupi tubuhnya. Wajahnya masih pucat, di tangannya masih memegang segelas jus jeruk yang baru saja dibawa oleh Aulia sudah setengah habis.

Namun, beberapa menit setelah meneguknya, Rumi mulai merasakan sesuatu yang aneh.

Tangannya yang semula rileks kini meremas erat selimut. Dada terasa sesak, perutnya mual, bahkan pandangan matanya sedikit berkunang. Ia berusaha menenangkan diri, meyakinkan bahwa mungkin hanya efek lelah. Tapi tubuhnya semakin memberontak.

“Ukh …,” desah Rumi tertahan, wajahnya menegang.

Julian  langsung menoleh. Tatapannya tajam, sigap menangkap perubahan kecil pada tubuh Rumi.

“Rumi?” Suaranya dalam, penuh kewaspadaan. Ia bergegas mendekat ke sisi ranjang.

Rumi menggeleng lemah. “Saya … saya nggak enak badan. Kepala saya pusing sekali, perut juga terasa mual.”

Julian menatap gelas jus yang masih dipegang Rumi. Matanya menyipit, ekspresi wajahnya berubah dingin dalam sekejap. Perlahan ia meraih gelas itu, mengangkatnya, memperhatikan sisa cairan jeruk di dalamnya.

“Aulia yang bawa jus ini, kan?” tanyanya datar.

Rumi menelan ludah, ragu untuk menjawab, tapi akhirnya mengangguk. “Iya … dia tadi bilang dari troli, dia meminta saya minum supaya saya segeran.”

“Rumi, gimana rasanya? Segar, kan?” Aulia bertanya dengan mengembangkan senyum lebar.

Namun senyum itu segera memudar ketika ia melihat tatapan Julian. Tatapan yang tajam, dingin, menusuk, seakan menelanjangi isi hatinya. Pria itu berdiri di sisi ranjang dengan gelas jus di tangan, memandanginya seperti seorang hakim yang sudah yakin pada vonis.

“Segar?” Julian mengulang kata-kata Aulia, suaranya rendah tapi mengandung tekanan. “Lucu sekali … karena Rumi justru mendadak sakit setelah meminumnya.”

Aulia tertegun. Wajahnya pucat seketika. “A-apa maksudmu, Kak? Aku cuma mengantarkan saja… mana mungkin—”

Julian mengangkat tangan, menyuruhnya diam. Caranya tenang, tapi dinginnya membuat udara ruangan serasa menipis.

“Dengar baik-baik, Aulia,” ucapnya pelan, namun setiap kata seperti palu yang menghantam. “Aku bukan orang yang mudah percaya. Dan aku selalu memperhatikan detail. Dari cara kamu tadi memaksa Rumi minum, sampai ekspresi wajahmu tersenyum kecut … semuanya menyisakan tanda tanya.”

Rumi mencoba menenangkan suasana. “Pak Julian … jangan langsung berpikir buruk. Mungkin saya-nya  yang memang sedang sakit ... itu hanya jus jeruk saja.”

Tapi Julian meletakkan telapak tangannya lembut di bahu Rumi, menenangkannya tanpa mengalihkan tatapannya dari Aulia. “Rumi, diam dulu. Saya yang akan mengurus ini.”

Aulia mulai gelisah. Tangannya meremas ujung blusnya. “Sungguh, aku nggak ada maksud apa-apa … aku hanya ingin membantu.”

Julian berjalan mendekat perlahan, menaruh gelas jus itu tepat di meja dekat Aulia. Ia menunduk sedikit, menatap wajah adik iparnya dari jarak yang nyaris tak sopan, membuat Aulia mundur setengah langkah.

“Kalau begitu,” suara Julian tetap datar, “minum jus ini.”

Aulia terperanjat. “A-apa?”

“Minum.” Kali ini nadanya lebih menekan, tak memberi ruang untuk alasan. “Kalau benar jus ini aman, kenapa harus takut?”

Wajah Aulia memucat. Tubuhnya kaku, pandangannya berpindah dari gelas ke mata Julian yang tajam tak berkedip.

“Aku … aku tadi sudah minum sedikit. Jadi—”

“Jangan berbohong.” Julian memotong cepat, nadanya dingin menusuk. “Aku tahu kamu pasti ada maksud memberikan jus ini, kan!”

Aulia tercekat. Nafasnya tersengal, keringat dingin mulai bermunculan di keningnya. “Sialan ... orang hanya Ditambahkan obat diet aja, masa langsung sakit,” batin Aulia, kebetulan di tas Aulia memang selalu bawa obat diet yang diminum setelah makan.

Julian mendekat satu langkah lagi, suaranya merendah tapi semakin menakutkan. “Aku beri dua pilihan, Aulia. Minum jus ini sampai habis di depan mataku … atau aku akan memanggil pihak keamanan rumah sakit untuk memeriksa isinya di laboratorium. Dan kalau terbukti ada sesuatu … kamu tahu sendiri apa yang akan terjadi.”

Rumi menatap cemas ke arah keduanya. “Pak Julian, tolong … jangan keras begitu, ini kan adik ipar Bapak sendiri. Saya tidak pa-pa.”

Tapi tatapan Julian tidak melunak. Ia menoleh sebentar pada Rumi, berkata pelan namun tegas. “Rumi, justru karena dia adik ipar saya … saya tidak boleh lengah. Saya tidak akan biarkan siapa pun, mencelakakanmu.”

Kata-kata itu membuat Rumi terdiam, hatinya bergetar antara takut dan terharu.

Sementara itu, Aulia semakin panik. Ia mencoba mencari celah. “Kak Julian … aku sumpah, aku nggak bermaksud jahat. Aku cuma ingin—”

“Tutup mulutmu.” Julian memotong tajam. “Kamu pikir aku tidak tahu motifmu? Tatapanmu pada Rumi selama sejak tadi pagi, kecemburuanmu yang tak pernah bisa kamu sembunyikan … aku memperhatikan semuanya. Dan sekarang … ini bukti yang hampir sempurna.”

Air mata Aulia mulai mengalir. Ia gemetar hebat, namun tetap menolak menyentuh gelas itu. “Aku … aku nggak bisa.”

Julian tersenyum tipis. Senyum dingin yang justru lebih mengerikan daripada marah. “Tepat seperti yang kuduga.”

Ia lalu mengambil ponselnya, menekan beberapa angka, seolah benar-benar akan memanggil keamanan rumah sakit.

“Aku … aku mohon, jangan laporkan aku!” jerit Aulia akhirnya, suaranya pecah. Ia berlutut di lantai, menangis histeris. “Aku memang salah  … aku nggak tahan lihat Rumi selalu jadi pusat perhatian, dia itu hanya Ibu susu …. Seharusnya perhatian Kak Julian dan Tante Liora itu untuk Kak Tisya .... kakakku yang udah berkorban qmelahirkan Kenzo hingga akhirnya mengalami koma!”

Tangisnya pecah. Kata-kata yang keluar justru menjadi pengakuan yang tak terbantahkan.

Rumi menutup mulutnya dengan tangan, terkejut mendengar semua itu. Matanya berkaca-kaca.

Julian menatap Aulia yang terisak di lantai dengan sorot mata beku. “Kasihan sekali. Cemburu buta membuatmu kehilangan akal. Tapi sayangnya, Aulia, aku bukan tipe orang yang bisa diseret dalam drama air mata. Kamu hampir mencelakakan ibu susunya Kenzo. Dan ... aku sampai detik ini masih memberikan perhatian pada Tisya. Sementara perhatian ku dengan Rumi, hanya sebatas karena dia ibu susunya Kenzo, tidak ada hal yang lain! Seharusnya otakmu tidak picik!”

Nada dinginnya membuat ruangan terasa membeku.

Aulia menangis makin keras, tubuhnya bergetar ketakutan. Ia tahu Julian tidak main-main. Pria itu terlalu berkuasa, terlalu dingin, dan tidak pernah menarik kembali ancamannya.

Sementara Rumi terhuyung, tubuhnya semakin lemah. “Pak Julian … cukup … maafkan Mbak Aulia … dia tidak salah. K-kepala saya pusing.”

Sekejap tatapan Julian berubah. Ia segera menahan tubuh Rumi yang hampir roboh walau masih duduk di atas ranjang, lalu menekan tombol darurat di sisi ranjang. Perawat segera datang, memeriksa kondisi Rumi dengan sigap.

Julian berdiri di samping ranjang, wajahnya tegang. Tapi matanya tetap sempat melirik Aulia yang masih berlutut di lantai.

“Aulia,” ucapnya lirih namun menusuk, “aku tidak akan menjatuhkanmu sekarang. Bukan karena aku kasihan … tapi karena Rumi. Dia terlalu lembut untuk melihat kamu dihancurkan tepat di depannya. Tapi ingat, ini peringatan terakhir. Sekali lagi kamu mencoba … aku sendiri yang akan memastikan hidupmu berakhir dalam kehancuran.”

Aulia hanya bisa menangis, tubuhnya lunglai. Kata-kata Julian lebih menusuk daripada pisau.

Dan saat para perawat sibuk menangani Rumi, Julian tetap berdiri di sana—tegak, dingin, tak tergoyahkan. Pria itu bagai dinding kokoh yang siap melindungi Rumi dari siapa pun, bahkan dari orang terdekat sekalipun. Waduh, Julian ... apakah mulai jatuh hati sama Rumi? Ingat Julian, masih ada Tisya.

Bersambung .... 💔

1
SATRIA MUDA
alamak .... menyapamu tak berani menciummu apalagi ...ohh rumiiiii semangat thorrrrr
suryani duriah
gemes liat julian ama rumi🤭lanjuut mommy💪
Shee
rumi: "q juga rindu"

🤭🤭🤭🤭🤭
Alyanceyoumee: Assalamualaikum.
Kaka, Jika ada waktu luang, boleh coba baca karya ku yang berjudul "Parting Smile" ya, siapa tau Kaka suka.
insyaallah seru ko... xixi
di tunggu ya ☺️🙏
total 1 replies
Bunda SalVa
lanjut mom 😍😍😍
Bunda SalVa
akhirnya kata ini terucap juga dari kamu Jul....secara tidak langsung hatimu sudah terpaut pada Rumi bahkan sebelum tahu Kenzo anak kalian berdua 🤗🤗
septi fahrozi
😍😍👍
May Alaydrus
😍😍😍🤣
May Alaydrus
so sweeeetttt bgt mommy. gak sadar senyum senyum ni sambil bacanya😍😍😍😍
Puput Assyfa
Rumi, apa km juga merasakan hal yg sama seperti Julian yg merindukanmu
@$~~~rEmpEyEk~~k@c@Ng~~~$@
hayu jul. pepet terosssss
Uba Muhammad Al-varo
gimana Rumi...... setelah Julian ungkapkan rindunya ke kamu, apa lebih baik kalian berdua menikah 🤔🤔🤔
Puput Assyfa
lama2 akan terbiasa saling merindukan dan melengkapi satu sama lain
Aji Priatun
selalu menanti lanjutan tulisannya Author
Shee
biatkan semua mengalir seperti air rumi, biar kan julian masuk secara perlahan di hatimu💜
Nar Sih
rumii...dgr kan kta ungkapan rindu dri julian ,ayo lah rumi coba bljar jujur pda hti mu sendiri dan blajar terima julian demi putra kalian
Rarik Srihastuty
umi aku merindukanmu. Jawab Rumi dalam hati, saya juga pak merindukanmu pak julian 😄😄😄
vj'z tri
🤣🤣🤣🤣🤣🤣 God job baby boy tahan papa biar gak usah pulang biar nginep
Nar Sih
kenzo yg msih kecil udah pinter merengek ingin slalu digendong papa nya ,seperti ingin menyatukan hti papa dan ibu nya
Ruwi Yah
kenzo nggk mau papa mamanya pisah rumah biar dia mendapatkan kasih sayang utuh dari kedua orang tuanya
nyaks 💜
udah dengar Rum??... bapaknya Kenzo kangen kamu 😅😅😅
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!