Menikah dulu... Cinta belakangan...
Apakah ini cinta? Atau hanya kebutuhan?
Rasa sakit dan kecewa yang Rea Ravena rasakan terhadap kekasihnya justru membuat ia memilih untuk menerima lamaran dari seorang pria buta yang memiliki usia jauh lebih tua darinya.
Kai Rylan. Pria buta yang menjadi target dari keserakahan Alec Maverick, pria yang menjadi kekasih Rea.
Kebenaran tanpa sengaja yang Rea dengar bahwa Kai adalah paman dari Alec, serta rencana yang Alec susun untuk Kai, membuat Rea menerima lamaran itu untuk membalik keadaan.
Disaat Rea menganggap pernikahan itu hanyalah sebuah kebutuhan hatinya untuk menyembuhkan luka, Kai justru mengikis luka itu dengan cinta yang Kai miliki, hingga rahasia di balik pernikahan itu terungkap.
Bisakah Rea mencintai Kai? Akankah pernikahan itu bertahan ketika rahasia itu terungkap? Apa yang akan terjadi jika Alec tidak melepaskan Rea begitu saja, dan ingin menarik Rea kembali?
Ikuti kisah mereka....!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FT.Zira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22.
"Maaf. Aku tidak tertarik!"
Jawaban yang Johan keluarkan cukup untuk membuat Alec terkejut, tetapi segera ia tepis dengan cepat.
"Kau yakin?" Alec memastikan.
"Hal yang perlu kau lakukan sangatlah mudah. Hanya datang ke tempatku, mengajukan kerjasama pada RYK Corp dengan menggunakan nama Bagaskara Crop, perusahaan kakak tirimu, dan kau bisa mendapatkan dana yang RYK Corp berikan tanpa mengelola apapun,"
"Dan menempatkanku sebagai buron yang membawa kabur dana perusahaan?" sambut Johan terseyum sinis.
"Tentu saja kakakmu lah yang akan dituntut karena membawa kabur dananya, bukan dirimu," jawab Alec.
"Jika kakak tiriku memiliki seorang asisten yang sangat bisa diandalkan, itu artinya seseorang yang ingin kau hancurkan juga memiliki asisten yang tidak bisa kau hadapi," ucap Johan.
Alec terdiam.
"Terima kasih. Kau bisa berikan kesempatan itu pada orang lain. Satu hal yang pasti, kakakku bukan lagi urusanku," jawab Johan seraya berdiri
"Permisi," pamitnya dan beranjak pergi.
Alec hanya mengangkat gelas di tangannya, sebagai tanda ia tidak akan memaksa, kemudian menghembuskan napas kasar setelah menegak habis minumannya.
Berulang kali ia memikirkan cara untuk membuat bisnis pamannya jatuh, tetapi jalan keluar itu tak bisa ia temukan. Jalan yang terpikirkan saat ini hanyalah mencari proyek palsu untuk pamannya yang memiliki kemungkinan gagal terbesar.
Sudah hampir dua minggu kekasihnya tidak bisa lagi dihubungi meskipun ia menggunakan ponsel keluarganya. Wanita itu segera memutus panggilan begitu ia bersuara, bahkan menolak untuk bertemu saat ia sengaja datang ke mansion. Satu alasan yang membuat ia tidak bisa mendapatkan informasi apapun tentang apa yang sedang pamannya lakukan.
Laporan yang mengtakan bahwa Kai menghentikan suntikan dana pada perusahaannya serta perusahaan keluarga wanita itu menjadi beban tersendiri bagi Alec. Wanita yang selama ini selalu lengket padanya, kini seakan menghilang ditelan bumi.
"Rea pernah mengatakan akan membantuku bisa menjalin kerjasama dengan perusahaan lain yang bisa membuatku menyaingi RYK Corp, tapi belum menyebutkan perusahaan apa. Dia hanya mengatakan akan mempertemukan aku dengan seseorang di acara pertemuan bisnis nanti,"
"Itu artinya, diamnya Rea saat ini hanya untuk menunggu acara nanti bukan? Dan dia tidak ingin membuat si buta itu curiga,"
Alec bergumam pelan. Spekulasi bahwa Rea masih mencintainya dan akan kembali padanya membuat pria itu tersenyum.
.
.
.
Keesokan harinya...
Pergerakan lembut dari Kai terlihat saat cahaya mentari menembus tirai kamar. Kedua matanya perlahan terbuka, tersenyum saat paginya ia bisa memandangi wajah istrinya.
Kai mengangkat kepala Rea yang menjadikan lengannya sebagai bantal dengan gerakan hati-hati, memastikan sang istri tidak terbangun, lalu beranjak dari tempat tidur tanpa membangunkan istrinya untuk memulai ritual paginya dan kembali mendekat ke tempat tidur setelah dirinya siap dengan pakaian kerja.
"Re..."
Kai mengusap lembut kepala istrinya, tetapi wanita itu tetap terlelap. Kesempatan yang segera ia gunakan untuk memandang wajah sang istri sepuasnya dengan berlutut di samping tempat tidur di mana istrinya masih tertidur.
"Maaf..." Kai berucap lirih, menutupi kegetiran hatinya dengan tersenyum sembari memandang wajah sang istri.
"Sejujurnya, aku lelah berpura-pura buta sepanjang hari. Tapi, aku tidak memiliki pilihan. Kuharap, kamu akan tetap bertahan di sisiku. Setidaknya, sampai pelaku di balik kematian ibuku kutemukan," sambungnya seraya mendaratkan kecupan lembut di kening istrinya.
"Sayang... Ayo bangun!"
"Ughhh..." Rea menggerang pelan, mengerjap singkat dan membuka kedua matanya. Sesaat kemudian kembali menutup rapat matanya.
"Sepuluh menit lagi..." ujar Rea parau.
"Ingin aku panggilkan pelayan untuk membantumu?" tawar Kai tersenyum.
"Tidak! Aku tidak mau pagiku diganggu pelayan," jawab Rea tanpa membuka mata. Wanita itu bahkan merapatkan selimutnya sampai menutupi setengah wajahnya.
"Paman ambil sendiri pakaiannya untuk hari ini!" Rea menambahkan.
"Mana bisa begitu?" sambut Kai dengan suara keberatan.
"Bukankah kamu sendiri yang mengatakan akan menyiapkan semua keperluanku sebelum dan sesudah bekerja?" ujarnya.
"Itu salah Paman sendiri," sahut Rea setengah menggerutu.
"Aku masih mengantuk, dan badanku sakit semua. Paman lakukan sendiri saja!"
Rea menenggelamkan wajahnya di balik selimut, berencana untuk tidur sepanjang hari selama suaminya bekerja. Rasa sakit pada sekujur tubuhnya membuat ia kesulitan bahkan untuk berjalan ke kamar mandi. Ia hanya ingin memulai ritual paginya tanpa ada siapapun di dalam kamar.
"Jadi... Kamu tidak mau membantuku pagi ini?" tanya Kai tersenyum jahil.
"Tidak!"
"Kalau begitu, apakah aku bisa meminta bantuan Darina untuk memakai dasi dan menemaniku sarapan?" pancing Kai.
Kedua mata Rea seketika terbuka lebar, bahkan segera bangun dari tidurnya dengan gerakan tiba-tiba dan membuat selimut yang menutupi tubuh polosnya tersingkap.
"Tidak boleh... Ukh..."
Rea merintih pelan setelah memberikan jawaban cepat saat merasakan nyeri itu menyergap tubuhnya dengan begitu cepat, ia memejamkan mata sejenak, berharap rasa nyeri itu berkurang.
Namun, saat Rea kembali membuka kedua matanya, wajahnya seketika berubah cemberut mendapati suaminya sudah siap dengan setelan kerjanya.
"Paman sudah siap? Kenapa membangunkanku?" sungut Rea.
Kai hanya terkekeh pelan tanpa rasa bersalah.
"Jangan tidur lagi!" cegah Kai segera mengulurkan tangan saat merasakan Rea akan kembali berbaring.
"Bersihkan dulu dirimu dan jangan lewatkan sarapan! Setelah itu kamu bisa tidur sepuasnya,"
Rea kembali cemberut. "Menurut Paman, karena siapa aku seperti ini?"
"Baiklah... Itu salahku. Oleh karena itu..."
Kai tidak melanjutkan kalimatnya, tetapi tangannya segera menyingkap selimut dan mengangkat tubuh polos sang istri dalam gendongannya.
"P-Paman! Turunkan aku!" Rea memekik panik.
"Diam saja! Aku tidak akan menjatuhkanmu," jawab Kai. "Tidak akan lagi," sambungnya dalam hati.
"T-Tapi..."
"Aku menghafal tata letak kamar ini, Sayang," potong Kai cepat. "Berapa banyak langkah yang harus aku ambil untuk mencapai kamar mandi tanpa menggunakan tongkat penuntun berada di luar kepalaku,"
Wajah Rea bersemu, tetapi kedua tangannya sudah melingkar di leher suaminya. Ia bahkan tidak protes saat suaminya menurunkan tubuhnya dengan hati-hati ke dalam bathup berisi air hangat tanpa curiga bagaimana Kai bisa melakukan semua itu. Hingga, saat ritual paginya telah selesai, Rea membantu suaminya memakai dasi dan segera keluar kamar untuk menikmati sarapan bersama seperti yang biasa mereka lakukan.
Namun pagi ini, semua berbeda. Begitu mereka berdua tiba di ruang makan, Darina sudah berada di sana dengan pakaian santai yang terlihat menawan serta rambut hitam terurai. Wanita itu bahkan menata makanan di meja di tempat yang akan Kai duduki bak seorang istri yang sempurna.
. . . .
. . . .
To be continued...