Adriella menjalani hidup penuh luka dalam balutan kemewahan yang semu. Di rumah milik mendiang ibunya, ia hanya dianggap pembantu oleh ayah tiri dan ibu tirinya. Sementara itu, adik kandungnya yang sakit menjadi satu-satunya alasan ia bertahan.
Demi menyelamatkan adiknya, Adriella butuh satu hal, warisan yang hanya bisa dicairkan jika ia menikah.
Putus asa, ia menikahi pria asing yang baru saja ia temui: Zehan, seorang pekerja konstruksi yang ternyata menyimpan rahasia besar.
"Ini pasti pernikahan paling sepi di dunia,” gumam Zehan.
Adriella menoleh pelan. “Dan paling sunyi.”
Pernikahan mereka hanyalah sandiwara. Namun waktu, luka, dan kebersamaan menumbuhkan benih cinta yang tak pernah mereka rencanakan.
Saat kebenaran terungkap dan cinta diuji, masihkah hati memilih untuk bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Volis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17. Gangguan Bara
Keesokan paginya, suasana di kantor pusat PT. Bintang Serasi Textile kembali sibuk. Beberapa staf tengah menyiapkan ruang rapat utama untuk pertemuan lanjutan bersama pihak Velveta yang dijadwalkan dalam dua jam ke depan.
Adriella berjalan menyusuri lorong menuju ruang divisi produksi, membawa map evaluasi awal hasil uji bahan. Ia hendak menyerahkan koreksi akhir sebelum presentasi nanti siang.
Di tikungan lorong, langkahnya terhenti.
“Adriella?”
Suara berat dan santai itu membuatnya menoleh. Bara berdiri di sana dengan kemeja lengan panjang abu-abu yang digulung hingga siku, dasi longgar tergantung di lehernya, dan senyum malas yang pernah membuatnya muak.
“Bara,” jawabnya singkat, berusaha tetap netral.
Pria itu melangkah mendekat, kedua tangan masuk ke saku celana. “Lama tidak bertemu Adri. Sekarang kamu kelihatan... beda. Makin seksi. Apakah kamu tidak merindukanku?”
"Aku sangat merindukanmu," imbuhnya dengan senyum menggoda.
“Omong kosong apa yang kamu bicarakan, Bara,” ucap Adriella, melanjutkan langkah tanpa menteri Bara.
Namun Bara berjalan di sampingnya, mengikuti. “Kupikir kamu cuma pelengkap di perusahaan ini. Tapi ternyata kamu malah jadi kepala proyek. Keren juga. Papa pasti lagi sayang-sayangnya, ya?”
Adriella menoleh sekilas, tapi tetap menjaga sikap. “Aku ditugaskan karena hasil kerjaku. Bukan karena sayang-sayangan.”
Bara terkekeh. “Kamu selalu bisa ngomong elegan, ya. Tapi semua orang punya titik lemah. Bahkan yang kelihatan sekuat kamu.”
Mereka tiba di depan ruang divisi produksi. Adriella menoleh penuh kali ini.
“Aku kerja di sini bukan untuk bermain-main, Bara. Kalau kamu cuma ingin bicara soal hal pribadi, aku nggak punya waktu.”
Bara mengangkat tangan, seolah menyerah. “Oke, oke. Santai. Aku cuma menyapa. Tapi siapa tahu nanti kita bisa lebih sering ngobrol. Aku kan juga bagian dari keluarga ini. Eh, maksudnya aku juga bagian dari proyek ini.”
Adriella tak menjawab. Ia mengetuk pintu dan masuk ke ruangan, membiarkan Bara berdiri sendiri di lorong dengan senyum tipis yang perlahan memudar.
Senyum yang diselimuti rasa penasaran dan niat tersembunyi.
"Beberapa hari tidak bertemu, dia jadi begitu ganas sekarang," gumamnya.
Dia akan mencari tahu. Tentang titik lemah itu.
Dan jika berhasil menemukannya, ia akan tahu cara membuat Adriella jatuh.
🍁🍁🍁
Ruang rapat utama kembali tertata sempurna siang itu. Slide presentasi baru telah diproyeksikan ke layar besar di dinding, dan sampel bahan terbaru dari hasil revisi Adriella disusun rapi di meja panjang tengah. Semua elemen disiapkan untuk menyambut pertemuan lanjutan bersama tim Velveta.
Clara, wanita elegan berusia akhir tiga puluhan yang memimpin tim Velveta, masuk tepat waktu bersama dua asistennya. Ia menyapa Bastian dengan sopan, lalu langsung menoleh ke arah Adriella.
"Senang bisa bertemu lagi," ucapnya sambil menjabat tangan Adriella. "Kami sangat tertarik dengan konsep natural-dye lokal yang kamu kembangkan."
Adriella tersenyum sopan. "Terima kasih. Kami sudah melakukan penyesuaian produksi tahap awal sesuai masukan dari pertemuan sebelumnya."
Pertemuan pun dimulai. Adriella mempresentasikan hasil uji bahan, laporan efisiensi biaya, dan rencana distribusi bahan untuk prototipe pertama. Ia menjawab semua pertanyaan dengan tenang, menjelaskan proses produksi secara teknis namun tetap mudah dipahami.
Clara beberapa kali memberi anggukan puas. Bahkan salah satu asistennya sempat membisikkan komentar, “Jauh lebih terorganisir dari vendor-vendor sebelumnya.”
Di sisi lain meja, Rika duduk diam. Ia sudah belajar dari kesalahan lalu, dan kini hanya mencatat. Tapi ekspresi dinginnya tetap sulit disembunyikan.
Bara hadir di ruangan sebagai wakil pengawas produksi. Ia duduk santai sambil memperhatikan jalannya diskusi, kadang menatap Adriella lebih lama dari yang diperlukan. Tak ada yang terlalu mencolok, tapi cukup bagi Adriella untuk menyadarinya.
Setelah pemaparan selesai, Clara berdiri. "Kami puas dengan perkembangan ini. Jika prototipe berjalan lancar, kita bisa langsung masuk ke kontrak jangka menengah."
Tepuk tangan kecil terdengar dari tim internal.
Bastian mengangguk. “Kami akan pastikan tim kami menjaga standar yang diharapkan.”
Pertemuan selesai dengan suasana positif. Namun begitu semua tamu meninggalkan ruangan, Adriella baru sadar betapa lelahnya tubuhnya, bukan hanya karena beban kerja, tapi karena tekanan dari dalam.
Ia menoleh ke arah Bara yang masih duduk dan tersenyum tipis padanya.
Dan ia tahu, perjalanannya belum selesai.
Tantangan sesungguhnya baru saja dimulai.
🍁🍁🍁
Setelah pertemuan dengan tim Velveta selesai, Adriella kembali ke ruang kerjanya untuk merapikan dokumen dan mencatat poin-poin penting yang harus segera ditindaklanjuti. Namun, baru beberapa menit ia duduk, suara ketukan pelan terdengar di pintu.
“Boleh masuk?”
Tanpa menunggu jawaban, Bara sudah berdiri di ambang pintu, menyandarkan satu tangan di kusen kayu sambil tersenyum santai.
“Lagi sibuk, Kepala Proyek?” godanya.
Adriella mendongak, menahan helaan napas. “Masih ada banyak hal yang harus diselesaikan.”
Bara masuk dan menarik kursi di depan mejanya, duduk dengan posisi setengah bersandar.
“Aku cuma pengen ngobrol. Baru balik dari perjalanan bisnis, banyak yang aku lewatkan. Proyek Velveta ini termasuk bagian dari job desc-ku juga, jadi kupikir aku perlu dapat insight langsung dari orang terpenting di proyek ini,” ujarnya sambil tersenyum seolah tulus.
Adriella menatapnya tajam. “Semua laporan sudah dikirim ke email tiap kepala divisi. Kalau ada yang belum jelas, kamu bisa baca ringkasannya.”
“Tapi kan beda rasanya denger langsung dari kamu,” Bara menyahut cepat, matanya menatap Adriella dengan terlalu banyak intensitas.
Sejak rapat selesai, Bara nyaris tak berhenti membuntuti Adriella. Dari lorong produksi, area pantry, hingga kini ke ruangannya. Selalu ada komentar atau sapaan yang terkesan santai tapi menyisakan ketidaknyamanan.
Adriella berusaha tetap tenang, meski rasa risih mulai merambat di sekujur tubuhnya. Ia tahu menanggapi terlalu keras hanya akan membuat situasi lebih buruk.
“Aku benar-benar harus menyelesaikan ini sekarang. Bisakah kamu tidak mengganggu,” ucapnya akhirnya, dengan nada lebih tegas.
Bara menatapnya beberapa detik, lalu mengangkat tangan seperti menyerah. “Oke, oke. Aku cuma mau menunjukkan antusiasme sebagai anggota keluarga juga. Kamu jangan terlalu serius, Adriella. Dunia kerja butuh sedikit rileks.”
"Oh, ya, kamu cantik saat serius bekerja atau pun saat marah."
Adriella cemberut mendengar ucapan Bara, setiap kali bertemu dengannya Bara pasti akan selalu menggodanya. Hal ini sungguh membuat Adriella risih dan takut. Apalagi setelah kejadian di hotel waktu itu.
"Baiklah, aku tidak akan mengganggumu lagi. Lanjutkan kerjanya Adriella cantik."
Adriella tidak menjawab. Bara akhirnya berdiri dan berjalan keluar dengan langkah santai.
Namun saat ia meninggalkan ruangan, Adriella tahu ini bukan sekadar percakapan iseng. Bara sedang mengamati. Mencari celah. Dan untuk pertama kalinya, ia benar-benar merasa tidak nyaman di balik ruang kerjanya sendiri.
Bahaya itu tidak selalu datang dalam bentuk bentakan. Kadang ia datang dalam bentuk senyum dan perhatian yang tidak diminta.
menyelidiki tentang menantunya
yg blm mendapat restu...
pasti bakal kaget...
lanjut thor ceritanya
sama" gak tahu malu...
padahal mereka cuma numpang hidup...
yg punya kendali & peran penting adalah pemilik sah nya...
lanjut thor ceritanya
semoga Pak Bastian
menendang kamu...
setelah melihat bukti...
murka terhadap Bara
setelah menerima buktinya...
lanjut thor ceritanya di tunggu up nya
aku sudah mampir...
dan baca sampai part ini...