Naifa, gadis berusia 18 tahun terjebak di sebuah pernikahan yang seharusnya diatur untuk sang kakak. Namun, ternyata sang suami adalah orang yang pernah menolongnya. Apakah Naifa bisa melewati kehidupan pernikahan di usia mudanya dan menjadi istri yang baik?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Widia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Double Date
Bian tertunduk malu, dia merasa bersalah dengan perbuatan yang dilakukannya beberapa detik lalu. Begitu juga Naifa, yang menutup erat tubuhnya dengan tangan. Rasa takut bercampur gelisah di rasakan oleh gadis itu.
"Maaf yah, saya sudah melewati batas."
Bian segera keluar dari kamar dan meninggalkan Naifa sendirian. Namun kenapa Naifa yang justru merasa bersalah, apalagi saat melihat wajah sedih sang suami.
Bian segera memakai kembali kemeja dan merapikannya. Mencoba melupakan kembali kejadian tadi.
Tiba-tiba handphone miliknya berdering, dia pun menjawab panggilan dari sahabatnya.
"Ian, besok kan malam minggu. Temenin gue nge date dong, bisa ga?"
Bian yang merasa besok ada waktu luang mengiyakan permintaan temannya, dia pun berencana mengajak Naifa sekaligus mengenalkan gadis cantik itu sebagai istrinya.
"Pokoknya sore, bada ashar. Gue tunggu depan mall dekat taman kota."
Bian segera menutup panggilan dari temannya lalu pergi ke kamar mandi untuk mendinginkan kepalanya.
Selesai mandi, dirinya mendapati sang istri tengah lelap tertidur. Rasanya begitu sesak saat dirinya mendapat penolakan, namun lebih sakit ketika melihat mata indah gadis itu berkaca-kaca.
"Kak Bian, hiks... hiks.. " Naifa mengigau memanggil nama sang suami disertai isak tangis. Bian yang hanya mengenakan handuk di pinggang, naik ke kasurnya dan mengelus kepala istrinya.
"Kenapa sayang?" Tanya pria itu sambil berbaring di samping istrinya.
"Jangan pergi... hiks."
"Aku gak akan pergi, aku akan terus disini sama kamu."
Pria itu mencium kening sang istri, memeluknya erat seolah takut kehilangan.
Keduanya pun terlelap, masuk ke dalam alam mimpi. Bahkan sampai keesokan paginya, keduanya tetap dalam posisi sambil berpelukan.
Naifa terbangun dari tidurnya yang panjang, dia melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul lima pagi. Raut wajahnya kecewa karena tak ada Bian di sampingnya.
"Apa Kak Bian masih marah karena sudah aku tolak. Ya Allah maafin aku, aku sudah berdosa menolak suamiku."
Naifa kembali terisak, apalagi seharian kemarin dia menangis karena membaca hukum menolak ajakan suami di google.
Gadis itu mengambil handphone miliknya, dia terkejut melihat pesan dari kakaknya.
"Assalamualaikum."
Bian yang baru pulang dari mesjid menghampiri istrinya yang dikira masih tertidur. Namun melihat wajah sembab Naifa, membuatnya begitu khawatir.
"Istri, kamu sakit? Kenapa wajah kamu sembab?"
Pria itu terus memegang wajah Naifa, namun suhu badan istrinya normal. Tak demam ataupun panas.
Naifa kemudian terisak, merasa bersalah pada Bian yang sudah dia tolak. Dia ingin sekali meminta maaf, namun rasa gengsinya lebih besar dari rasa bersalahnya.
"Sayang, jangan gini dong. Maaf yah kalau saya sudah buat kamu takut, saya gak akan berbuat hal itu tanpa seizin kamu."
Mendengar permintaan maaf suaminya, Naifa semakin merasa bersalah. Dia ingin berkata jika dirinya sudah siap, namun lidahnya begitu berat untuk mengatakannya.
"Sekarang kamu mandi, shalat, dan berpakaian yang cantik. Kita ke rumah papa Sidiq, dan sorenya kita main ke mall. Bawa pakaian ganti juga, kita akan menginap di sana."
Naifa pun menganggukan kepalanya, dia melakukan semua yang di pinta oleh sang suami. Naifa yang merasakan kebaikan dari Bian selama ini, mulai merencanakan untuk memberikan hadiah spesial pada suaminya malam ini.
***
"Kak, nanti sore aku ada janji sama Kak Sofia. Kayanya aku gak bisa ikut Kak Bian. Maaf yah."
"Gak apa-apa, asal jangan lupa waktu. Kalau sudah selesai langsung telepon saya, nanti saya jemput."
Bian pun mengemudikan mobilnya, segera pergi menuju kediaman keluarga besarnya. Walaupun ini kedua kalinya, Naifa tetap takjub melihat gerbang tinggi rumah keluarga sang suami. Dan juga bersiap menerima tatapan dingin dari adik ipar dan ibu sambung suaminya.
"Lihatlah, siapa yang datang. Bagus sekali, harusnya kalian lebih sering datang di waktu pagi begini. Menantu, bagaimana kalau kita sarapan bersama." Pak Sidiq seperti biasa menunjukkan ketulusannya pada Naifa. Merasa nyaman, gadis itu pun menerima uluran tangan mertuanya.
"Nah, duduk disini. Saya akan memanggil wanita langsing itu menyiapkan piring untukmu. Nani, kemari."
"Iya tuan besar, ada perlu apa?" Tanya wanita bertubuh gempal itu dengan tingkahnya yang sedikit imut.
"Ambilkan piring untuk menantuku yang cantik ini," ucap Sidiq sambil memegang pundak Naifa.
Tanpa berlama, Bi Nani pun membawa dua buah piring. Naifa mulai berbaur dan menyantap makan pagi bersama keluarga besar suaminya. Namun, ada pemandangan aneh yang membuat Naifa merasa nyaman. Pandangan adik suaminya berubah menjadi senyum hangat, tak lagi tatapan aneh penuh kebencian.
Selesai makan, Bian mengajak sang istri ke kamarnya. Perlahan pintu itu di buka, yang sudah setengah tahun tak di huni oleh pemiliknya. Melihat isi kamarnya, membuat Naifa membelalakan matanya. Terdapat begitu banyak mainan yang pastinya Naifa tak mampu membelinya.
"Ini kan, PlayStation 5. Ini juga Nintendo Switch." Naifa terus takjub, tak hentinya berdecak kagum melihat mainan mahal di setiap sudut ruangan itu.
"Mau coba main PS 5?" Tanya Bian pada istrinya. Naifa pun dengan semangat menganggukan kepalanya. Bian menyalakan TV nya yang berukuran besar dan mulai menyalakan PS nya.
"Ayo pilih, mau main apa?"
Naifa pun memilih game kompetitif agar bisa bermain multiplayer dengan suaminya. Semangatnya membara kala dia bisa mengalahkan sang suami.
Tak kenal waktu, mereka terus bermain sepanjang hari. Hanya adzan dzuhur dan ashar yang membuat mereka sempat berhenti bermain.
"Kak, aku harus segera pergi. Kak Sofia udah nungguin," ucap Naifa yang langsung merapikan pakaiannya. Gadis itu terlihat imut dengan blouse rajut serut berwarna krem dan rok A line suede berwarna mocca. Dia pun memakai jilbab senada dengan blouse dan sneakers berwarna putih. Tak lupa, tas kecil selempang berwarna tan yang sangat imut.
"Saya antar yah, sekalian juga saya ada janji sama teman."
"Tapi, aku gak mau Kak Sofia lihat kita berdua." Naifa begitu khawatir dengan perasaan kakaknya. Namun suaminya berjanji untuk tak menampakkan wajahnya, atau katakan pada Sofia kalau dia sudah di antar taksi online.
Mereka pun sampai di sebuah mall tempat janjian Sofia dan Naifa, sama seperti tempat yang juga diminta Dani menemaninya berkencan.
"Kak Bian, aku mau ke tempat Kak Sofia."
Naifa pun segera berjalan menuju tempat Sofia menunggu. Dari kejauhan dia melihat kakaknya yang sudah berdandan cantik. Naifa dengan pakaiannya yang simple merasa insecure karena Sofia benar-benar cantik sore ini.
"Akhirnya kamu datang, tapi tunggu dulu yah. Teman kakak katanya mau datang kesini."
Dua kakak beradik cantik itu pun menunggu kedatangan teman Sofia. Dari kejauhan nampak dua pria yang tengah berjalan menghampiri mereka. Dan membuat Naifa terkejut melihatnya.
Bina gelisa karna 2 buaya ganguin Naifa
sedangkan Naifa gelisah karna sofia belum tau kalo Naif sudah memikah sama Bian...
piye iki... makin seru
kira2 apa yang akn di lakukan sofia ya kalo tau Naifa yang menggnatikan posisi dia jadi istrinya Bian....
masa pelakornya kaka kandung sediri
gimana jadinya yah...
maklum sih masih bocil....