Terkejut. Itulah yang dialami oleh gadis cantik nan jelita saat mengetahui jika dia bukan lagi berada di kamarnya. Bahkan sampai saat ini dia masih ingat, jika semalam dia tidur di kamarnya. Namun apa yang terjadi? Kedua matanya membulat sempurna saat dia terbangun di ruangan lain dengan gaun pengantin yang sudah melekat pada tubuh mungilnya.
Di culik?
Atau
Mimpi?
Yang dia cemaskan adalah dia merasakan sakit saat mencubit pipinya, memberitahukan jika saat ini dia tidak sedang bermimpi. Ini nyata!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ana_nanresje, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12_Memberi Pelajaran
Drtttt Drtttt Drtttt
Ramon merasa terusik dengan suara ponselnya yang berbunyi. Dengan mata yang terpejam tangannya terulur, meraba kearah nakas untuk mengambil benda pipih itu.
" Halo?" Ucapnya mendahului. Matanya masih tertutup rapat, lelah dan mengantuk karena pergulatan semalam dengan istrinya.
" Kau serius?" Tanyanya memastikan " Baiklah Saya akan segera kesana sekarang." Panggilan itu mati secara sepihak dengan Ramon yang terlebih dulu menutupnya. Meskipun dia seorang boss besar pada akhirnya dia pun harus menjalani kewajibannya sebagai pemilik CR Grup.
Tidak seperti novel atau sinetron kebanyakan. Seorang CEO bisa bersantai ria dan mengukir kisah asmaranya. Tidak. Di realitanya bukan seperti itu. Jika seorang CEO mengabaikan kewajibannya, bermalasan dan memberikan contoh yang buruk untuk karyawannya maka itu akan berdampak pada perusahaan itu sendiri.
Seperti saat ini. Meskipun tenaganya belum terisi kembali dan matahari masih malu malu untuk menampakkan dirinya, Ramon harus segera pergi ke kantor untuk menghadiri meeting penting dengan client dari singapur. Mereka baru landing dua jam yang lalu dan meminta Joel sekretaris Ramon untuk mengubah jadwal meeting mereka untuk dimajukan.
Mau tidak mau Ramon harus bangkit dari ranjang karena tiga puluh menit kedepan dia harus sudah tiba di kantornya. Ramon merentangkan tangannya, meregangkan otot lengan yang terasa kaku. Kebiasaannya setelah menikah Ramon lebih suka tidur dengan dada yang telanjang.
Dia kembali menjatuhkan tubuhnya saat melihat Aya istri mungilnya berusaha menelusupkan wajahnya. Seperti mencari tempat yang nyaman untuk melanjutkan mimpinya " Aisss!" Dia mengumpat seperti tidak suka dengan situasi seperti saat ini.
" Kenapa harus hari ini?" Gerutunya kesal.
Setelah Aya kembali tidur dengan pulas, Ramon berusaha untuk mengubah posisinya menjadi duduk secara perlahan. Setelah berhasil dia kembali berat untuk meninggalkan ranjangnya " Ayolah. Ini bukan dirimu Caramondy!" Ucapnya bermonolog.
" Ingat kau sudah beristri dan kau sudah memiliki tanggungan untuk di nafkahi. So semangat untuk bekerja!" Dia berusaha meyakinkan diri untuk melangkahkan kakinya agar turun dari tempat tidur. Tapi lagi dan lagi saat dia melihat wajah istrinya yang terlelap dia merasa ada sesuatu yang menahannya untuk tetap berada di tempatnya.
" Aku akan segera kembali," Satu kecupan mendarat pada bibir ranum Aya. Aya sempat menggeliat namun dia kembali terlelap. Ramon tersenyum tipis dia memaklumi istrinya, wanita itu butuh istirahat karena tenaganya yang terkuras habis olehnya.
Tidak butuh waktu yang lama beberapa menit kemudian Ramon sudah siap dengan setelan formalnya. Tidak lupa dia juga membawa berkas yang sudah dia siapkan semalam " saya pergi. Selamat istirahat my wife!" Satu kecupan kembali Ramon berikan untuk Aya, tangannya bergerak pelan mengusap pipi berisi istrinya.
Kaitle membukakan pintu mobil untuk bos besarnya. Dengan kemampuannya dalam mengemudi, dia harus bisa mengantarkan Bos besarnya itu sampai di kantor dalam waktu 15 menit. Dan mengingat waktu yang masih terbilang pagi, bahkan langit pun masih terlihat gelap bagi Kaitle 15 menit bukan lah waktu yang sulit untuknya.
Ramon disambut dengan hangat oleh Joel dan Mr. Sam yang sudah berada di ruang meeting. Mereka langsung membicarakan rencana kerja perusahaan mereka kedepannya seperti apa. Setelah hampir dua jam, dengan jabat tangan antara Ramon dan Mr. Sam menandakan jika meeting hari ini selesai.
" Terimakasih Pak Ramon untuk kerja samanya dan mohon maaf saya memajukan jadwal meeting kita secara sepihak,"
" Tidak apa. Saya memakluminya." Jawab Ramon " Mari Saya antar kedepan." Ramon menunjukkan jalan untuk Mr. Sam yang akan segera pergi untuk ke negara lainnya. Inilah alasan kenapa Ramon tidak bisa membatalkan meeting hari ini, karena Mr. Sam salah satu pengusaha besar di Singapur dan dia tidak ingin menyia nyiakan kesempatan emas ini untuk bekerjasama dengan perusahaannya.
" Joel ada acara apa lagi setelah ini?" Tanya Ramon setelah kepergian Mr. Sam.
" Tidak ada Pak. Hanya memeriksa dan menandatangani beberapa berkas."
" Bawa semua berkasnya keruangan saya, saya minta secepatnya."
" Baik pak!" Joel pamit dengan sedikit membungkukkan tubuhnya sedangkan Ramon kembali ke ruangannya. Pria itu duduk di kursi kebesarannya dengan punggung yang bersandar pada sandaran kursi.
Suara ketukan terdengar dari balik pintu. Setelahnya Joel masuk dengan beberapa tumpuk berkas yang dia ucapkan tadi " Ini pak berkas yang bapak minta,"
" Hem. Terimakasih." Ramon mulai berkutat pada pekerjaannya. Sampai pada berkas terakhir dia tidak menyadari jika saat ini sudah menunjukkan pukul sepuluh dan membiarkan perutnya kosong tanpa terisi apapun dari pagi.
" Ramon," Dia menoleh saat seseorang memanggil namanya. Zain si pelaku utama sudah duduk di sofa yang terdapat di ruangannya di susul Mian yang ikut duduk disana.
" Apa kalian pengangguran?" Ucapan itu bukan seperti pertanyaan melainkan sebuah sindiran " Kenapa kalian datang ke kantorku di jam kerja?"
" Kami hanya mampir," Jawab Mian " Tujuan kami kesini untuk mengajakmu ngopi dan makan siang nanti."
" Tapi saat ini masih terlalu pagi untuk makan siang," Balas Ramon.
" Aku bilang nanti jadi nanti. Bukan sekarang!" Saut Mian tak mau kalah. Ramon hanya bisa mengesah pelan, menghadapi mereka memang butuh kesabaran yang ekstra.
" Maaf aku terlambat." Mata Ramon langsung tertuju pada pria yang baru saja ikut bergabung bersama mereka. Dia terkekeh pelan namun tak terdengar oleh mereka.
" Bagaimana apa kau berhasil mendapatkan nomornya?" Tanya Zain antusias.
" Sudahlah Vin, Sampai kapan kau akan terus begini?" Tanya Mian yang mulai lelah dengan sifat Badboy temannya itu.
" Hanya untuk senang-senang," Ucapnya disertai kekehan.
" Apa kau tidak lelah bermain dengan banyak wan.....
BUGH
Mian tak bisa melanjutkan perkataannya saat tiba-tiba Ramon membogem mentah kearah wajah Kavin. Dia tersungkur dengan sudut bibir yang robek dan mengeluarkan cairan merah " Apa kau menganggap istriku mainanmu juga huh?"
BUGH
" Itu untukmu karena sudah berani menyentuh istriku!" Ucap Ramon terpancing emosi " dan ini hukuman untukmu karena sudah berani mencium istriku!"
BUGH
BUGH
" Arrggg. Lepas. Lepaskan tangan kalian dariku!" Ramon berontak saat Zain dan Mian menahan pergerakannya saat dia ingin kembali menyerang Kavin.
Cih
Kavin meludahkan darah yang terasa dalam mulutnya. Bukan bagian luar saja sepertinya bagian dalam mulutnya pun ikut terluka karena mendapatkan pukulan bertubi tubi.
" Mainanku huh?"
BUGH
" Kau menganggap istrimu mainanku?"
BUGH
" Apa kau pikir aku itu dirimu huh?"
BUGH
Ramon mendapatkan pukulan telak pada wajahnya. Kavin membalasnya secara membabi buta dan membuat Ramon tidak memiliki kesempatan untuk membalasnya.
" Dasar bajingan. Kau tetap naif seperti dulu!" Mata Kavin memicing dengan rahang yang mengetat. Urat tangannya menonjol dengan jelas saat mencengkram kerah kemeja Ramon.
Ramon mendesis lalu merubah tatapan matanya menjadi lebih dingin " Kau yang naif Kavin dan kau pria bodoh!"
" TUTUP MULUTMU BRENGSEK!" Teriaknya tidak terima " Yang membuatku menjadi pria bodoh itu karena ulahmu sendiri. Jika bukan karena kau, mungkin hidupku tidak akan seperti ini."
" Dasar naif!"
" Kau yang naif!" Seru Kavin
" Cukup. Ada apa dengan kalian huh? Apa kalian lupa pada usia kalian sendiri? Jika ada masalah bicarakan baik-baik!" Mian dan Zain berusaha melepaskan tangan keduanya yang saling mencengkram satu sama lain.
" Sudah cukup. Ayo lepaskan." Dengan Sedikit menggunakan tenaga akhirnya Zain dan Mian berhasil membuat jarak diantara kedua pria itu. Mereka berdua tidak tahu menahu apa yang sebenarnya terjadi pada mereka sehingga saling baku hantam seperti tadi.
" Joel saya pulang. Jika ada rapat dadakan atau apa itu batalkan saja. Saya tidak ingin di ganggu!" Ramon meninggalkan kantornya setelah berbicara pada Joel, meninggalkan tiga sekawan nya yang masih berada di dalam ruangannya.
Aya bergumam mengikuti lirik lagu yang sedang dia dengarkan. Seperti hari-hari sebelumnya, semenjak menjadi seorang istri kerjaannya hanyalah berdiam diri di rumah di temani buku dan drakor kesukaannya. Jenuh? Tentu. terkadang dia iri pada burung yang sering dia lihat di sore hari, mereka bebas berterbangan kemanapun mereka mau tanpa ada beban ataupun jeruji yang menghalangi mereka.
Aya turun dari ranjang saat mendengar derap langkah kaki yang mendekat kearah kamarnya. Raya berjalan menuju pintu dan saat tangan itu ingin membuka pintu, terlebih dulu pintu itu terbuka dari luar.
Aya terdiam. Ramon berdiri di depannya dengan wajah babak belur dan urakan. Aya hendak membuka suara untuk menanyakan apa yang sudah terjadi, namun terlebih dulu Ramon menjatuhkan diri kedalam pelukan Aya.
" M-mondy?"
" Saya lelah. Bisakah kamu menemani saya tidur?" Ramon melingkarkan tangannya pada pinggang Aya. Dia memeluk erat istrinya membuat wanita itu seakan akan mengerti kondisinya saat ini setelah interaksi tadi.
Aya mulai menggerakkan tangannya lalu membalas pelukan itu " Tentu. Ayo!" Aya membantu memapah Ramon yang memang benar terlihat lelah. Dengan wajah yang membiru Aya meringis tidak bisa membayangkan jika itu terjadi padanya dan itu pasti sangat menyakitkan.
" Kamu duduk disini. Aku ambil P3K dulu!"
" Tidak perlu," Ramon mencekal tangan Aya membuat wanita itu duduk di sampingnya " Saya hanya perlu kamu!" Aya mengangkat kedua tangannya saat Ramon menjatuhkan kepalanya di atas pahanya. Pria itu mulai memejamkan matanya. Tanpa memperdulikan rasa sakit di wajahnya.
Aya menatap wajah Ramon yang terpejam tangannya terulur mengusap luka yang membiru " Apa yang terjadi padamu? Ini pasti sangat menyakitkan?"
Cup
Satu kecupan pada sudut bibir Ramon Aya berikan tanpa Ramon sadari. Dia mengikuti langkah suaminya yang dia dapat semalam saat keningnya terluka, Ramon mengobatinya dengan kecupan juga " Semoga cepat membaik," Aya membelai rambut Ramon dengan mulut yang terus meniupi luka lebam yang Ramon miliki, berharap tindakannya akan sedikit mengurangi rasa sakit yang suaminya rasakan.