Claire Jenkins, seorang mahasiswi cerdas dari keluarga yang terlilit masalah keuangan, terpaksa menjalani prosedur inseminasi buatan demi menyelamatkan keluarganya dari kehancuran.
Lima tahun kemudian, Claire kembali ke Italia sebagai penerjemah profesional di Istana Presiden. Tanpa disangka, ia bertemu kembali dengan anak yang pernah dilahirkannya Milo, putra dari Presiden Italia, Atlas Foster.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melon Milk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13
Keluar dari toilet wanita, Claire mendengar suara langkah kaki di belakangnya dan menyadari bahwa Thomas telah mengejarnya. Takut Thomas akan mengganggunya lagi, Claire segera bersembunyi di balik pilar marmer yang megah.
Melihat Thomas melewatinya dengan tergesa-gesa dan langsung masuk ke dalam lift untuk turun ke lantai bawah, Claire tersenyum getir. Setelah memastikan Thomas sudah hilang dari pandangan, ia berjalan keluar dari persembunyiannya, berbalik arah, dan menuju ke lorong darurat tidak jauh dari sana. Naik melalui tangga darurat, Claire keluar melalui pintu belakang hotel.
Di belakang Hotel Palazzo terdapat trotoar yang sepi, dan tampaknya tidak ada cara untuk mendapatkan taksi di area tersebut.
Berdiri di tengah jalan yang lengang, Claire mengangkat tangannya untuk menghalangi sinar matahari yang menyengat. Ia menyipitkan mata, melirik matahari yang bersinar terik di atas kepalanya, dan merasakan seluruh tubuhnya gemetar.
Jika ia menelepon Nora saat ini dan memintanya untuk menjemput, apakah Nora akan bergegas ke ruang perjamuan dan menghancurkan seluruh upacara pertunangan?
Teringat akan Nora, senyum hangat tersungging di sudut bibir Claire. Ia kemudian melepaskan sepatu hak tingginya, berniat berjalan tanpa alas kaki.
Namun, begitu kakinya menyentuh aspal, ia mendapati permukaan jalan telah terpanggang oleh terik matahari musim panas Italia. Rasanya mustahil untuk berjalan tanpa alas kaki.
Tidak ada pilihan lain, Claire terpaksa memakai kembali sepatu hak tingginya dan mulai berjalan selangkah demi selangkah menuju ujung trotoar.
Matahari musim panas yang tak kenal ampun seakan bersekongkol dengan Nora dan yang lainnya, melepaskan seluruh energinya untuk membakar kulit putih dan halus Claire. Setiap langkah yang diambilnya menguras tenaga dan cairan tubuhnya. Bukan hanya kakinya yang terasa berat, kepalanya pun seakan terisi timah. Semakin ia berjalan, semakin sulit rasanya. Kepalanya terasa berat dan ia semakin pusing. Perjalanan yang seharusnya hanya memakan waktu sepuluh menit, kini membutuhkan waktu lebih dari setengah jam.
Setelah meninggalkan area pejalan kaki dan tiba di halte taksi di persimpangan jalan utama, Claire melambaikan tangan ke arah mobil-mobil yang melaju kencang, tetapi tidak ada satu pun taksi yang kosong.
Akhirnya, ketika melihat taksi kosong mendekat, Claire melambaikan tangan dengan penuh harap. Namun, tepat ketika ia hendak masuk ke dalam mobil, sepasang muda-mudi muncul entah dari mana dan masuk ke dalam taksi sebelum Claire. Pintu mobil dibanting menutup, dan taksi langsung melaju pergi.
Berdiri di pinggir jalan, udara panas yang mengepul dari aspal bagaikan uap panas yang mengeringkan sisa tenaga Claire. Ketika ia melihat taksi lain mendekat dan hendak melambaikan tangan dengan linglung, matanya tiba-tiba menjadi gelap. Tubuhnya terhuyung, dan seluruh badannya roboh ke samping.
Tepat saat Claire roboh ke samping, tidak jauh dari tempatnya, sebuah Maybach hitam mewah sedang melintas dengan kecepatan sedang. Penumpang yang duduk di kursi belakang ialah Milo.
Meskipun Claire yang berdiri di pinggir jalan saat ini tampak sangat berbeda dari Claire yang bekerja di Istana Kepresidenan dengan rambut berantakan dan luka di sekujur tubuhnya, Milo masih mengenalinya dengan tepat hanya dalam sekali pandang.
Melihat Claire jatuh dan pingsan di halte taksi, Milo terkejut dan langsung berteriak kepada pengemudi di depan, "Bawa mobil ke halte taksi di sebelah sana, cepat! Ada seseorang di sana!"
Pengemudi yang sedang mengemudi dengan serius menatap Milo melalui kaca spion, kemudian melihat ke arah yang ditunjuk oleh jari kecilnya. Sebenarnya, ia sudah memperhatikan Claire sejak tadi, tetapi sebagai pengemudi, ia seharusnya tidak peduli dengan hal lain selain mengemudi dengan baik dan memastikan keselamatan tuan mudanya.
Namun, karena tuan mudanya telah berbicara, ia tentu saja harus menuruti.
Pengemudi itu mengangguk dan perlahan mengarahkan mobil ke tempat Claire berada.
"Claire!" Begitu mobil berhenti, Milo segera membuka pintu, melompat keluar, dan bergegas menghampiri Claire. Ia menepuk wajah Claire dengan telapak tangannya yang kecil, lalu berkata dengan nada khawatir, "Claire, ada apa denganmu? Bangun! Kau tidak akan mati, kan?"
"Tuan Muda, dia seharusnya hanya pingsan." Pada saat itu, pengemudi juga keluar dari mobil. Ia memeriksa Claire yang terbaring di tanah dan berkata dengan tenang.
"Pingsan?" Milo menatap pengemudi, kemudian menatap Claire, lalu berkata kepada pengemudi, "Kondisinya sangat buruk, dia berdarah. Ayo kita bawa dia ke rumah sakit."
"Apakah Anda mengenalnya?" tanya pengemudi kepada Milo. Jika Claire bukan orang yang baik, ia tidak akan berani membawanya ke rumah sakit dan menimbulkan masalah.
"Ya." Milo mengangguk mantap, "Dia penerjemah Daddy, dan dia sangat baik padaku."
"Oh, penerjemah Presiden!" Pengemudi itu mengangguk mengerti, lalu dengan percaya diri membungkuk, mengangkat Claire yang tak sadarkan diri, dan menggendongnya. "Ayo, kita bawa dia ke rumah sakit."
"Oke, cepat!" Milo mengangguk, mengambil tas tangan Claire yang terjatuh, lalu membantu pengemudi mendudukkan Claire di kursi belakang, dan segera masuk ke dalam mobil.
Pengemudi itu mendudukkan Claire dengan hati-hati, menutup pintu, dan segera masuk ke kursi pengemudi. Ia langsung mengemudikan mobil menuju rumah sakit terdekat.