NovelToon NovelToon
Kultivator Koplak

Kultivator Koplak

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Sistem / Tokyo Revengers / One Piece / BLEACH / Jujutsu Kaisen
Popularitas:7.6k
Nilai: 5
Nama Author: yellow street elite

seorang pemuda yang di paksa masuk ke dalam dunia lain. Di paksa untuk bertahan hidup berkultivasi dengan cara yang aneh.
cerita ini akan di isi dengan kekonyolan dan hal-hal yang tidak masuk akal.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yellow street elite, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19

Rynz berdiri tegap di hadapan Siluman Ular Api Darah. Ia tidak langsung menyerang.

Tatapannya tajam. Tubuhnya kaku, tapi pikirannya terus bekerja.

Udara di sekitarnya makin panas. Namun dia menahan diri agar api hitam dalam tubuhnya tidak menyala tanpa kendali.

Ia mulai menganalisis makhluk itu secara mendalam.

Pertama, gerakan ekornya. Lambat, namun ketika menghantam batu di sisi gua, batu itu meleleh. Artinya, bukan sekadar kekuatan otot, melainkan tubuhnya menyimpan energi api pekat yang terus mengalir.

Kedua, nafasnya. Uap merah pekat keluar dari lubang hidung. Bukan racun biasa. Rynz menduga itu semacam energi spiritual korosif. Jika terhirup, bisa melemahkan energi dalam tubuh dan mengganggu konsentrasi.

Ketiga, tanduk di atas kepalanya. Tampak mengumpulkan cahaya merah keunguan. Ada unsur petir di sana. Mungkin makhluk ini menyerap elemen dari sekitar, bukan hanya api.

Keempat, pola gerakannya. Ular itu tidak gegabah. Ia menjaga jarak dan tidak langsung menyerang. Artinya, makhluk ini cukup cerdas atau memiliki insting bertarung yang sangat tinggi.

Kelima, tekanan spiritualnya. Rynz bisa merasakan beban di dadanya. Makhluk ini kemungkinan berada di tingkat Master awal atau pertengahan. Sedangkan dia sendiri masih di ranah Hunter.

Rynz menghela napas pelan.

Palu di punggungnya terasa berat. Tangan kirinya perlahan memanas, namun tidak membakar. Api hitamnya seperti bergetar, menyadari kehadiran sesuatu yang serupa... atau mungkin saling menolak.

"Aku tidak akan menang jika bertarung langsung," pikirnya. "Tapi mungkin aku bisa menipu makhluk ini. Seret ke ruang sempit, picu kekuatan itu, dan akhiri cepat."

Ia melirik ke samping. Ada lorong menurun tajam di sisi kiri. Cukup sempit untuk membatasi gerak ular itu.

Tanpa menunggu lebih lama, Rynz mulai mundur pelan.

Langkahnya ringan, matanya waspada.

Jika rencananya gagal, nyawanya mungkin tidak akan kembali bersama tubuhnya.

Rynz perlahan mundur menuju lorong sempit di sisi kiri. Suasana di dalam gua semakin mencekam. Asap tipis keluar dari tanah, dan kilatan merah mulai berpendar dari tubuh Siluman Ular Api Darah. Makhluk itu mulai menggeliat, seolah menyadari gerakan Rynz.

Begitu Rynz melangkah masuk ke celah batu, ekor ular itu menghantam dinding gua dengan keras, menggetarkan tanah di bawahnya. Uap merah menyembur dari mulutnya, lalu suara desisan tajam bergema.

Rynz menoleh ke belakang.

Lorong itu hanya cukup untuk tubuh satu orang. Jika ular itu masuk, ia tak akan bisa bergerak bebas.

Langkahnya mempercepat. Kakinya menjejak batu demi batu, lalu berhenti di satu titik sempit di ujung lorong. Dinding di sekitarnya basah oleh kelembaban panas, namun cukup kokoh untuk menahan benturan sekali dua kali.

Beberapa detik kemudian, suara batu berderak terdengar. Kepala besar itu menjulur ke dalam lorong, diikuti tubuh bersisiknya yang menyusul perlahan.

"Ayo, masuk lebih dalam," bisik Rynz dalam hati.

Begitu separuh badan makhluk itu memasuki lorong, Rynz menegakkan tubuhnya. Nafasnya ditahan.

Tangan kirinya bergetar, lalu api hitam mulai merambat dari siku ke telapak.

"Jika gagal… aku bisa mati terbakar bersama dia," pikirnya.

Dengan satu hentakan langkah maju, Rynz mengayunkan tangan kirinya ke arah lantai batu tempat kepala ular itu meluncur. Api hitam menyembur dari telapak, menyentuh permukaan tanah.

Ledakan sunyi terjadi. Tak ada cahaya besar, hanya gelombang hitam seperti pusaran neraka merambat ke arah Siluman Ular Api Darah.

Makhluk itu langsung meraung. Tubuhnya menggeliat, namun tak bisa bebas. Api hitam itu tidak membakar kulit… tapi menembus langsung ke dalam energi spiritualnya.

Ular itu mencoba menyemburkan nafas api merah, tapi yang keluar hanya gumpalan asap abu-abu. Tubuhnya bergetar, lalu sisiknya satu per satu mulai mengelupas, berubah menjadi arang yang rapuh.

Rynz melangkah maju dengan wajah dingin. Tangan kirinya kini sepenuhnya diliputi api hitam pekat. Sorot matanya tajam, tidak tergesa, namun penuh tekad.

"Aku tak tahu dari mana asal kekuatan ini," ucapnya pelan. "Tapi jika kau makhluk dari tempat yang sama… maka aku akan menyerapmu."

Dengan satu dorongan telapak, api hitam mengalir ke tubuh Siluman Ular itu, dan dalam sekejap, makhluk besar itu menggeliat terakhir kali… sebelum seluruh tubuhnya hancur menjadi abu hitam yang mengambang.

Sunyi.

Hanya suara napas Rynz yang terdengar di lorong sempit itu. Keringat menetes dari dagunya, namun tatapan matanya tetap fokus.

Di tempat tubuh ular itu menghilang, tertinggal sebuah batu kecil berwarna merah kehitaman—berdenyut lemah, seperti jantung yang masih berdetak.

Rynz mengambilnya perlahan. Batu itu dingin di luar, tapi terasa hangat di dalam. Saat digenggam, api hitam di tangannya mereda… seolah mengakui bahwa benda ini adalah miliknya.

"Batu ini… mungkin bagian dari asal kekuatanku," gumamnya.

Setelah memastikan tubuh ular itu benar-benar hancur menjadi abu, Rynz berjongkok. Di tengah puing arang dan serpihan batu, matanya menangkap beberapa bagian yang belum sepenuhnya hancur:

Sebuah tanduk bengkok berwarna merah tua.

Beberapa sisik besar yang tidak terbakar sempurna.

Dan... pecahan tulang belakang yang masih menyimpan energi panas.

Ia mengumpulkannya satu per satu, membungkusnya dengan kain kulit yang dibawanya. Walau belum tahu fungsinya, ia yakin bahan ini jauh lebih berkualitas dari apa pun yang pernah dia sentuh.

Ketika dia menyentuh tulang belakang itu, seberkas rasa panas menusuk ke telapak tangannya. Namun bukannya luka, api hitam dari dalam tubuhnya menyerap sisa energi yang keluar dari tulang itu… seolah menyatu.

Rynz terdiam.

"Ini bukan hanya bahan tempa," pikirnya. "Benda ini… menguatkanku."

Ia mengikat paket bahan itu dan menyimpannya ke dalam tas kulit di pinggang. Setelah mengambil nafas sejenak, ia menatap lebih dalam ke arah lorong gelap di ujung gua.

Tidak ada cahaya. Hanya suara lembut seperti bisikan angin dan hawa panas yang semakin terasa menusuk dari kedalaman.

Namun sesuatu di dalam dirinya… menariknya ke sana.

Mungkin karena batu merah kehitaman di genggamannya.

Atau mungkin karena bagian dirinya yang belum sepenuhnya mengerti apa yang sedang tumbuh di dalam tubuhnya.

Rynz melangkah maju. Setiap langkah semakin sunyi, semakin dalam.

Di dinding gua mulai muncul ukiran—bukan ukiran biasa. Tapi seperti coretan kuno, bergambar makhluk-makhluk besar yang tubuhnya terbakar api. Ada yang menyerupai naga, ada pula yang seperti manusia bersayap, dengan bola api hitam menggantung di tangan mereka.

Rynz menyentuh salah satunya. Batu itu berdenyut pelan… dan api hitam di lengannya bergetar.

"Tempat ini… punya hubungan dengan kekuatan yang kutelan waktu itu."

Tiba-tiba lorong itu terbuka, mengarah ke sebuah ruangan luas. Atapnya menjulang tinggi seperti aula bawah tanah, dan di tengahnya… berdiri sebuah altar batu, dengan tungku hitam yang masih menyala, meski tak ada bahan bakar.

Namun Rynz belum melangkah lebih jauh.

Karena di atas altar itu... ada sesuatu yang lain.

Bayangan berwujud humanoid, tapi seluruh tubuhnya seperti api hitam yang berwujud manusia.

Duduk bersila, dengan mata kosong yang menghadap langsung padanya.

Makhluk itu tidak bergerak. Tapi hawa di sekitarnya terasa seperti tekanan dari ribuan jiwa yang terbakar.

Rynz berdiri diam.

Tangannya mengepal pelan.

"Jadi ini... tempat sebenarnya dari kekuatan itu?"

Sosok itu tetap diam, duduk bersila di atas altar batu yang dikelilingi api gelap.

Jubahnya panjang dan terbuat dari bayangan—bergerak seolah tertiup angin, meski tak ada hembusan apa pun di ruangan itu.

Tongkat panjang berujung spiral berwarna hitam pekat digenggam di tangan kanannya.

Rynz melangkah lebih dekat, menahan tekanan spiritual yang semakin berat di setiap langkah.

Namun, rasa takut dalam hatinya justru perlahan berubah menjadi rasa penasaran.

Ketika hanya berjarak lima langkah dari altar, Rynz memiringkan kepala dan bergumam pelan.

"Eh… apakah kau Dark Magician?"

Matanya menyipit, menatap jubah gelap dan tongkat itu.

"Apa kau bisa berubah jadi kartu?"

Hening.

Tak ada angin. Tak ada gema. Tapi di antara kesunyian itu…

...sosok di atas altar perlahan mengangkat kepalanya.

Matanya membuka.

Bukan cahaya. Bukan bola mata. Tapi dua titik kosong yang dalamnya seperti pusaran api hitam pekat—tanpa dasar, tanpa akhir.

Suaranya muncul, tanpa bibir bergerak. Seperti bisikan yang langsung terdengar di dalam kepala Rynz.

"Namaku bukan Dark Magician... tapi mungkin... dulu aku dikenal sebagai Leluhur Api Hitam."

Suasana mendadak menjadi lebih berat.

Api hitam di tangan kiri Rynz bergetar, seperti mengenali suara itu. Bahkan palu di punggungnya menimbulkan dentingan halus, bergema seolah menyambut sesuatu yang pernah lama hilang.

Rynz meneguk ludah. Tapi ia tidak mundur.

"Leluhur, ya...? Jadi apa, kau roh yang tertinggal di tempat ini?"

"Lebih tepatnya... aku adalah warisan yang tidak pernah sempat diwariskan.

Tubuhku terbakar oleh api yang kubuat sendiri. Tapi kekuatanku masih ada. Dan kau... kau adalah satu dari sedikit yang bisa menyentuhnya."

Sosok itu berdiri perlahan, namun tetap tidak meninggalkan altar.

Tongkatnya diketuk sekali ke tanah, dan percikan api hitam menyebar seperti riak air di udara.

"Kau memanggilku seperti penyihir dari permainanmu.

Tapi aku bukanlah ilusi.

Jika kau mampu menahan satu pukulan dariku, maka… aku akan mengakui keberadaanmu."

Rynz terdiam.

"Menahan satu pukulan?" pikirnya cepat.

Ini bukan permainan. Jika ini salah perhitungan, dia bisa mati seketika.

Namun… jika dia berhasil menahan…

"Tunggu, kau akan mengakui? Maksudmu… mewariskan kekuatanmu?"

Suara itu mengangguk pelan.

"Ya. Tapi jika tubuhmu rapuh, maka tubuhmu akan hancur. Pilih sekarang."

1
yayat
mulai pembantaian ni kayanya
yayat
ok ni latihn dari nol belajar mengenl kekuatan diri dulu lanjut thor
yayat
sejauh ini alurnya ok tp mc nya lambat pertumbuhnnya tp ok lah
‌🇳‌‌🇴‌‌🇻‌‌
sebelum kalian baca novel ini , biar gw kasih tau , ngk ada yang spesial dari cerita ini , tidak ada over power , intinya novel ini cuman gitu gitu aja plus MC bodoh dan naif bukan koplak atau lucu. kek QI MC minus 500 maka dari itu jangan berharap pada novel ini .
Aryanti endah
Luar biasa
Aisyah Suyuti
menarik
Chaidir Palmer1608
ngapa nga dibunuh musih2nya tanggung amat, dah punya api hitam sakti kok masih takut aja nga pantes jadi mc jagoan dah jadi tukang tempa aja nga usah ikut tempur bikin malu
Penyair Kegelapan: kwkwkw,bang kalo jadi MC Over Power dia gak koplak.
total 1 replies
Chaidir Palmer1608
jangan menyalahkan orang lain diri lo sendiri yg main main nga punya pikiran serius anjing
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!