NovelToon NovelToon
Sovereign'S Legacy

Sovereign'S Legacy

Status: sedang berlangsung
Genre:Sistem / Epik Petualangan
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Chernov

SOVEREIGN'S LEGACY
Dark Fantasy | Intrik | Artefak Primordial | Karakter-driven

Di dunia yang hancur oleh perang sihir dan diatur oleh kekuatan yang tak kasatmata, hanya satu hal yang lebih berbahaya dari artefak kuno yang tersebar di seluruh benua—mereka yang dipilih untuk memilikinya.

Viktor Chernov, seorang penambang muda berusia 17 tahun dari kota kecil di tepi peradaban, tidak tahu bahwa hidupnya berubah saat ia menyentuh sesuatu yang seharusnya tak pernah ditemukan: sebuah artefak dengan kesadaran kuno—[Eye of Noxenth].

Terseret ke dalam pusaran konflik antara faksi rahasia, makhluk bayangan, dan organisasi global bernama ARCHON, Viktor harus memilih: bersembunyi di balik kebohongan... atau menerima warisan yang tidak pernah ia minta.
Di bawah bimbingan seorang wanita Rank S yang misterius dan brutal, Viktor ditempa dalam kesendirian, dilatih dalam senyap, dan perlahan menjadi sesuatu yang bahkan dirinya sendiri tak sepenuhnya pahami.

Tapi dunia sedang bangkit kembali.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chernov, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

INTERROGATION

Bayangan malam menyelimuti distrik kumuh Arc City, menyamarkan langkah cepat Viktor Chernov yang menyeret tubuh besar penuh luka. Di belakangnya, Lisa Monroe menyusul, napasnya memburu dan sorot matanya penuh campuran panik dan penasaran.

Aliansi aneh terbentuk malam itu—Awakened Rank E membawa Rank B yang tak sadar, dibuntuti Rank C yang baru saja diselamatkan. Tubuh Rex “The Boulder” adalah beban di tangan, tapi teka-teki bagaimana membuatnya berbicara—itu beban di kepala.

Gudang tua di tengah reruntuhan menjadi tujuan. Tempat sunyi, sempurna untuk sesuatu yang tak ingin disaksikan siapapun. Viktor menendang pintu besi berkarat, menarik tubuh Rex masuk ke dalam kegelapan yang berbau debu dan karat.

Lisa menatap sekeliling, lalu menghampiri Viktor. Suaranya tercekat tapi tajam.

"Siapa sebenarnya kau?! Dan... kau sadar siapa yang kau seret itu? Kalau dia bangun tanpa ikatan—kita tamat!"

Viktor tak langsung menjawab. Ia memindai gudang dan tubuh Rex. Tali biasa? Lupakan. Mana-nya belum cukup untuk skill penahan. Artefak penahan? Tidak punya. Blackie? Terlalu kecil untuk tugas ini.

Ia menoleh ke Lisa.

"Aku butuh bantuanmu. Elemen Anginmu cepat. Kau juga tahu jalur pasar gelap," katanya sambil membuka [Abyssal Vault].

Kristal mana dan material monster muncul di tangannya.

"Beli artefak penahan. Rantai, segel, apapun yang bisa menahan Rank B. Sekuat mungkin. Cepat."

Lisa memandangnya—kaget, curiga, lalu… paham. Pilihannya tak banyak. Ia meraih semua yang diberikan Viktor, lalu menghilang dalam sekejap dengan skill [Zephyr Step].

Viktor menunggu, duduk diam ditemani Blackie. Waktu merangkak seperti racun yang menetes lambat.

Beberapa menit kemudian, angin mengembuskan kembalinya Lisa. Ia menjatuhkan rantai hitam yang berat ke lantai, napasnya terengah.

"Artefak militer versi lama… mahalnya gila. Aku bahkan harus jual salah satu artefakku. Kau berutang padaku," gumamnya.

Ia menunjuk Blackie. "Kecuali kucingmu bisa bayar."

Viktor menanggapi datar.

"Kita bicara soal bayar nanti. Sekarang kita ikat dulu monster ini."

Mereka melilit tubuh Rex dengan rantai yang berdenyut aura mana gelap. Satu per satu, segel terkunci. Viktor memeriksa—efek penahanan terhadap Rank B: 30 menit.

"Tiga puluh menit." gumam Viktor.

"Cukup."

Lisa memandangi Rex yang terikat dan berkata lirih tapi keras,

"Aku akan buat dia bicara soal lokasi adikku yang dia tahan."

Viktor hanya mengangguk. Tujuannya jelas: lokasi dungeon rahasia dari Rex. Informasi itu adalah miliknya. Sisanya—termasuk urusan Leo—adalah milik Lisa. Aliansi dalam kegelapan ini telah terbentuk, dipaksa oleh kebutuhan dan rasa takut. Mereka berlutut di samping tubuh besar Rex "The Boulder", siap memulai interogasi yang harus selesai sebelum artefak penahan kehilangan daya.

Rantai hitam pekat itu melilit tubuh Rex, mengikatnya ke pilar besi di tengah gudang terbengkalai. Aura mana dingin menyebar samar dari permukaannya. Efeknya terasa—aliran mana Rex tertahan, kekuatannya tersegel. Untuk sementara, ia bukanlah Awakened Rank B, melainkan hanya manusia besar penuh luka. Waktu terus berjalan. Tiga puluh menit. Itu batas mereka.

Viktor berlutut di samping Rex, menampar pipinya dengan kasar. Plak. Kepala besar itu hanya bergerak sedikit. Ia menampar lagi, kali ini lebih keras. Plak. Masih belum sadar. Wajah Viktor mengeras, ketidaksabaran mulai muncul.

Ia bangkit dan berjalan menuju sudut gudang, mengambil salah satu kursi besi usang. Suara langkahnya menggema. Namun langkahnya dihentikan oleh suara teriakan panik Lisa.

"A-aku rasa dia mulai sadar!" suara Lisa pecah. "Jangan pakai itu! Kalau dia masih dalam kondisi non-Awakened dan kau hajar dia pakai kursi, dia bisa mati!"

Viktor tak merespons. Ia menyeret kursi kembali, meletakkannya di depan tubuh Rex yang masih terikat. Ia duduk dengan tenang, pandangannya tajam dan fokus, seperti predator menanti mangsa membuka mata.

Rex mengerang pelan. Kelopak matanya bergetar. Napas berat mulai terdengar dari hidungnya. Kesadaran datang pelan, membawa serta rasa sakit dari rahangnya yang patah dan tubuhnya yang remuk.

"Siapa... siapa kau...?" gumam Rex, suaranya serak, terdengar seperti ancaman yang kehilangan taring. "Kau sadar siapa aku...? Kau pikir bisa keluar hidup-hidup dari ini...?"

Tak ada jawaban dari Viktor. Hanya tinju yang melayang, mendarat tepat di sisi rahang yang sama. Rex menjerit pelan, kesadarannya semakin utuh, tetapi ketakutan mulai menyusup di sela-sela egonya yang runtuh.

"Di sini, aku yang tanya," ucap Viktor dingin.

Ia mencondongkan tubuh ke depan, suaranya pelan namun menusuk. "Dungeon kosong. Yang belum terdaftar. Yang bisa dimasuki tanpa menarik perhatian. Ada atau tidak?"

Tatapan Rex penuh kebingungan dan rasa tidak percaya. Ia mencoba menarik mana—tidak berhasil. Rantai itu menekan semuanya. Tapi… ia merasakannya. Lemah. Tidak stabil. Tua.

Senyum menyeringai muncul di wajah babak belurnya. "Hah... Kau pikir aku bakal bicara? Rantai ini… usang. Aku bisa merasakannya. Aku cuma perlu tunggu. Tiga puluh menit. Lalu aku bangun... dan kubunuh kalian."

Viktor menghela napas ringan. Lalu ia tersenyum. Tapi senyum itu bukan milik manusia baik-baik. Itu senyum pembantai.

"Kalau begitu, nikmati menit pertamamu."

Tumit sepatu botnya menghantam keras di antara kedua kaki Rex. Duak.

Jeritan melengking keluar dari tenggorokan pria itu, nyaris bukan suara manusia. Tubuh besarnya bergetar, kejang, lalu terkulai. Duak. Tendangan kedua menyusul, tepat di tempat yang sama. Rex terisak, air mata dan ludah bercampur, wajahnya terpelintir oleh rasa sakit.

"Yakin... bisa bertahan tiga puluh menit?" bisik Viktor, hampir seperti ejekan.

Lisa menyaksikan semuanya dengan mata membelalak, ngeri tapi tak bisa berpaling. Ketika Viktor menoleh padanya, suaranya tetap datar.

"Kau punya sesuatu yang tajam?"

Ia tak menunggu jawaban. Pandangannya menurun ke celana Rex—yang kini basah oleh urin.

Saat kesadaran akan apa yang akan terjadi menghantam Rex, ia menjerit—bukan karena rasa sakit, tapi karena ketakutan yang paling primal. Matanya melebar, penuh horor murni.

"AKU BICARA! AKU AKAN BICARA! JANGAN! JANGAN! AKU BICARA!!!"

Udara di gudang terbengkalai makin berat, tercekik oleh bau darah, debu, dan ketegangan yang belum selesai. Rex "The Boulder" terikat erat, tubuhnya menggigil dalam kombinasi nyeri, takut, dan penghinaan yang baru pertama kali ia rasakan sejak menjadi Awakened Rank B. Di depannya, Viktor duduk tenang di kursi besi, matanya hitam kelam, tak menunjukkan sedikit pun rasa puas setelah brutalitas barusan. Tatapannya dingin saat ia mencondongkan tubuh, tangannya perlahan mengusap kepala botak Rex seperti sedang menenangkan hewan liar yang sakit—atau mempersiapkannya untuk dikuliti hidup-hidup. "Dungeon?" tanyanya pelan, nyaris seperti gumaman yang datang dari bayangan.

Rex menelan ludah, suaranya serak dan goyah, "R-rank…" Ia berhenti sebentar, mencoba membaca reaksi di wajah Viktor, lalu menambahkan, "Rank apa yang kau mau?" Sebuah upaya putus asa untuk mengulur waktu, menjajaki kekuatan lawan. Tapi Viktor hanya menyipitkan mata. "C," jawabnya dingin, seperti menutup celah untuk negosiasi. Ia bergeser sedikit, posisi duduknya berubah, cukup untuk membuat Rex tahu: satu jawaban salah, dan rasa sakit berikutnya akan datang tanpa ampun.

Lisa berdiri tak jauh, tangan mengepal di sisi tubuhnya, matanya sempat terpejam saat pukulan pertama tadi menghantam Rex. Tapi kini, ketika pria itu mulai bicara dengan nada menggertak lagi, ia membuka matanya, menatap lurus ke arah makhluk yang mungkin tahu nasib adiknya. Viktor bersiap menendang lagi, namun Rex cepat menyerah. "Baik! Baik! Jangan!" serunya tergesa. "Dungeon itu ada di… di Tambang Terlantar Gamma-9. Rank C. Kami pakai buat simpan barang pasar gelap… ada penjaga."

Viktor tersenyum tipis, senyum yang lebih menyerupai goresan luka daripada ekspresi puas. Ia menoleh pada Lisa, yang sudah melangkah mendekat, wajahnya tegang namun jelas terbakar tekad. "Di mana adikku, Leo?" tanyanya dengan suara bergetar, tapi tidak ragu. Rex menatapnya sejenak, lalu memalingkan muka. Tidak menjawab. Lisa menatap Viktor, lalu ke Rex, dan dalam sepersekian detik keraguannya musnah. Kakinya terangkat, dan ia melayangkan tendangan ke tempat yang sama seperti Viktor sebelumnya. Duak. Tubuh besar Rex terhuyung, jeritannya tak lagi terdengar sebagai ancaman. Kini hanya erangan seorang manusia biasa yang disiksa oleh dua orang yang kehilangan kesabaran dan belas kasihan.

"Gudang Pendingin… Sektor Lima…" bisik Rex akhirnya, suaranya patah dan kering. Lisa gemetar, air mata mengalir bebas, tapi kali ini karena harapan, bukan ketakutan. "Terima kasih," gumamnya lirih, lalu menoleh ke Viktor. "Aku akan pastikan Leo aman… dan aku akan kembali." Ia menghilang bersama hembusan angin.

Viktor kembali duduk. Tatapannya tak pernah lepas dari Rex, yang kini hanya diam dan menatap balik seperti binatang yang tahu bahwa ia akan disembelih. Tapi sesuatu masih ada dalam mata itu. Sebuah api kecil. Sebuah keyakinan. Dan Viktor tahu, jika lelaki ini dibiarkan hidup… ia akan kembali. Dengan dendam. Dengan kekuatan.

Beberapa menit berlalu, lalu suara langkah cepat terdengar. Lisa kembali, wajahnya penuh kelegaan dan kepedihan bersamaan. "Adikku aman," katanya dengan suara yang tertahan. "Dia aman sekarang." Ia hendak melangkah lebih dekat, tapi berhenti melihat ekspresi Viktor—diam, seperti patung gelap yang tak mengizinkan kedekatan.

"Kau… akan menepati janjimu, bukan?" tanya Rex lirih, dengan harapan rapuh yang menggantung di ujung napasnya. Viktor berdiri perlahan, membelakangi Rex. "Ya," jawabnya pendek. Dan itulah kalimat terakhir yang akan didengar Rex dari mulut Viktor.

Tanpa peringatan, Viktor memutar badan dan mengangkat kursi besi di atas kepalanya, lalu menghantamkannya sekuat tenaga ke kepala botak Rex. Bunyi tumpul memecah udara, dan darah menyembur dari pelipis Rex. Tubuh besar itu merosot, hampir tak bergerak, tapi napasnya masih ada. Tidak cukup.

Viktor menjatuhkan kursi dan berjalan ke sisi ruangan. Ia mengambil rantai besi tua yang berkarat, lalu kembali ke sisi Rex. Dengan tenang, seperti sedang menarik tambang di dermaga, ia melilitkan rantai itu ke leher Rex, lalu menariknya—kencang, senyap, pasti. Tidak ada jeritan. Hanya suara gesekan napas terakhir yang sekarat, lalu diam. Sunyi yang mencekam menelan seluruh gudang.

Pintu terbuka. Lisa berdiri di ambangnya. Ia melihat tubuh Rex, terikat, tercekik, tak bernyawa. Lalu ia melihat Viktor, tubuh kekarnya sedikit membungkuk, tangannya masih memegang rantai, napasnya berat. Lisa menutup mulutnya, matanya membelalak, tak percaya dengan apa yang ia lihat.

"Kau… kau membunuhnya…?" suaranya nyaris tak terdengar.

Viktor menoleh pelan. Matanya hitam, wajahnya kosong, tak tersentuh oleh emosi. "Atau kau yang mau dibunuh dia?" tanyanya datar.

Lisa terdiam. Jawabannya ada dalam tubuh mati di hadapannya—dan dalam tatapan Viktor, yang sudah terlalu lama hidup dalam dunia tanpa pilihan mudah.

Lisa masih berdiri di ambang pintu, tatapannya terpaku pada tubuh tak bernyawa Rex. Nafasnya pendek, pikirannya kacau. Viktor memutar lehernya perlahan, menatap gadis itu seperti baru menyadari kehadirannya. Tapi bukan itu yang membuat bulu kuduk Lisa merinding.

Dari luar gudang… suara langkah terdengar. Berat. Teratur. Bukan satu.

Viktor mendongak, tubuhnya menegang. Blackie mendesis pelan, bulunya berdiri, dan bayangan di dinding perlahan membentuk siluet lain—lebih dari satu. Lisa berbisik dengan suara yang nyaris tidak lebih keras dari napas.

1
Lingga
terimakasih
XimeMellado
Terhibur sekali!
Professor Ochanomizu
Menggugah emosiku.
Lingga: terimakasih, kak. 😊🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!