NovelToon NovelToon
AKU BUKAN WANITA SHALIHAH

AKU BUKAN WANITA SHALIHAH

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Spiritual / Pernikahan Kilat / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Penyesalan Suami
Popularitas:6.5k
Nilai: 5
Nama Author: ZIZIPEDI

Azam tak pernah menyangka, pernikahan yang ia jalani demi amanah ayahnya akan membawanya pada luka paling dalam. Nayla Azahra—wanita cantik dengan masa lalu kelam—berusaha menjadi istri yang baik, meski hatinya diliputi ketakutan dan penyesalan. Azam mencoba menerima segalanya, hingga satu kebenaran terungkap: Nayla bukan lagi wanita suci.
Rasa hormat dan cinta yang sempat tumbuh berubah menjadi dingin dan hampa. Sementara Nayla, yang tak sanggup menahan tatapan jijik suaminya, memilih pergi. Bukan untuk lari dari kenyataan, melainkan untuk menjemput hidayah di pondok pesantren.

Ini adalah kisah tentang luka, dan pencarian makna taubat. Tentang wanita yang tak lagi ingin dikenal dari masa lalunya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZIZIPEDI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sepi Di tengah keramaian

Hampir empat bulan berlalu...

Hari-hari Nayla terasa semakin hampa, meski ia tetap sibuk dengan aktivitas kampus dan pengajian-pengajian. Rumahnya tetap bersih, tertata, dan wangi seperti biasa. Namun malam-malamnya, terasa begitu sepi.

Kamar itu dingin. Bukan karena cuaca, tapi karena tidak ada suara napas yang menghangatkannya. Tidak ada genggaman tangan yang menenangkan mimpinya. Tidak ada doa dari bibir suami yang menemani lelapnya.

Azam selalu datang siang hari, sebentar saja. Kadang hanya sempat makan siang bersama, atau sekadar berbincang sepuluh menit sebelum kembali ke rumah Humairah. Itu semua sudah disepakati. Selama kehamilan Humairah, Azam akan menemani istrinya yang tengah mengandung buah hati mereka. Nayla mengerti, sangat mengerti. Tapi tetap saja, rasa rindu itu perlahan menggerogoti dinding hatinya.

Dan malam itu, saat Azam datang menjelang isya, Nayla akhirnya tak bisa lagi menahan diri.

“Mas…” panggilnya dengan suara lirih, setelah Azam selesai salat dan berbalik menatapnya.

Azam menoleh, tersenyum lembut. “Iya, Sayang?”

Nayla menggigit bibirnya, lalu duduk di sisi ranjang. Matanya memerah, dan dadanya naik-turun menahan gejolak.

“Temani aku malam ini, ya Mas? Boleh kan…?” Nadanya penuh harap, seperti anak kecil yang meminta mainan.

Azam tertegun sejenak, lalu mengangguk perlahan. “Aku kabari Humairah dulu, ya.”

Nayla hanya bisa menatap Azam dengan mata berkaca-kaca saat suaminya menelepon dan berbicara dengan lembut, meminta izin. Humairah pun mengizinkan—dengan suara lemah yang mengerti.

Malam itu, Nayla tampak berbeda.

Ia menyambut Azam dengan piyama biru muda yang dulu pernah dibelikan oleh sang suami. Ia menyajikan teh hangat kesukaan Azam dan duduk bersamanya di balkon, menghadap langit malam yang tak berbintang.

“Mas…” suara Nayla pelan, hampir tak terdengar.

“Hm?”

“Maafin aku ya, kalau malam ini aku egois. Tapi… aku cuma pengen merasa jadi istri, Mas. Yang dipeluk suaminya. Yang bisa denger napasnya, bisa tidur di dadanya.”

Azam menggenggam tangannya, menguatkan.

Nayla menatapnya, dan akhirnya air matanya jatuh juga.

“Aku kuat, Mas. Tapi malam-malamku… kosong. Aku tidur sendiri. Bangun sendiri. Shalat malam sendiri. Aku merindukanmu, Mas… bukan cuma raga, tapi kehadiranmu sebagai imamku, teman bicaraku, pelindungku…”

Azam terdiam. Hatinya teriris, melihat istri yang selama ini tegar dan tabah, kini membuka luka rindunya.

Azam meraih tubuh Nayla, memeluknya dalam dekapan hangat.

“Aku di sini sekarang, Sayang… Aku minta maaf. Aku terlalu fokus ke Humairah, sampai lupa kalau kamu juga berjuang dengan caramu sendiri. Malam ini, dan seterusnya… aku akan lebih adil, bukan hanya di jadwal, tapi juga di rasa.”

Malam itu, mereka berbaring bersama.

Nayla tertidur di dada Azam dengan senyum yang baru, senyum yang telah lama hilang. Malam itu bukan hanya tidur, tapi penawar luka.

Dan Azam… hanya bisa membisikkan doa penuh syukur karena memiliki wanita setegar dan setulus Nayla.

Pagi Hari di Rumah Nayla...

Mentari baru saja mengintip dari celah jendela saat Nayla terbangun lebih dulu. Wajahnya lembut, damai dalam pelukan Azam yang masih terlelap. Sesaat, Nayla hanya menatap wajah suaminya yang tampak kelelahan namun tenteram.

Dengan pelan, ia bangkit dari ranjang, menarik selimut untuk menutupi tubuh Azam, lalu melangkah ke dapur. Ia mulai menyiapkan sarapan—menu sederhana, tapi penuh cinta. Telur dadar, nasi hangat, dan teh manis.

Saat ia kembali ke kamar membawa nampan, Azam sudah duduk bersandar di ranjang.

“Kamu bangun duluan?” tanya Azam, suaranya serak karena baru bangun.

Nayla tersenyum. “Aku cuma pengen pagi ini sempurna. Aku yang bangunkan Mas, aku yang temani sarapan Mas.”

Azam tersenyum lalu menarik tangan Nayla, mengecup punggungnya penuh kasih.

Sementara itu, di Rumah Humairah...

Humairah duduk di sofa, kedua tangannya mengelus perutnya yang mulai membesar. Ia memandangi jam dinding beberapa kali. Bukan karena curiga, bukan karena cemburu, hanya karena ia merasa sendiri pagi ini.

Saat suara pintu terbuka dan Azam masuk dengan kantong berisi sarapan dari Nayla, Humairah langsung menyambut dengan senyum, meski ada bayangan sendu di baliknya.

"Assalamu’alaikum," ucap Azam sambil mendekat.

"Wa’alaikumussalam," jawab Humairah pelan.

Azam mencium keningnya. “Maaf ya, Sayang. Aku temani Mbak Nayla tadi malam. Dia kangen banget…”

Humairah mengangguk pelan. “Aku tahu, Mas. Aku pun… sempat membayangkan seperti apa Mbak Nayla malam itu.”

Azam meletakkan sarapan. “Ini, Mbak Nayla yang masakin. Katanya kamu suka sup ayamnya.”

Humairah menunduk, lalu tersenyum.

“Ternyata… rasanya hangat banget,” katanya setelah mencicipi. Lalu dengan suara lirih, ia berkata, “Aku cuma takut kehilangan momen menjadi yang paling dicintai. Tapi aku juga tahu… Mbak Nayla lebih dulu ada dalam doa Mas Azam.”

Azam duduk di sebelah Humairah dan menggenggam tangannya. “Cinta bukan soal duluan atau belakangan, Sayang. Tapi siapa yang tulus menjaga dan tidak saling menjatuhkan. Kalian berdua… istimewa. Di hati dan dalam doaku.”

Pagi itu, dua hati yang sama-sama mencinta mulai menemukan keseimbangan.

Nayla di rumahnya, memeluk mukena selepas salat dhuha dengan senyum penuh syukur.

Humairah, memeluk perutnya, merasakan ada cinta yang tetap utuh meski harus berbagi.

Seminggu berlalu, tepat empat bulan kehamilan Humairah.

Suasana rumah begitu ramai. Doa-doa dipanjatkan dengan khidmat, lantunan ayat suci mengalun lembut dari bibir para ibu yang hadir. Wajah Humairah berseri-seri. Ia tampak anggun dengan gamis putih dan selendang lembut yang menghiasi bahunya. Di sampingnya, Azam duduk dengan wajah bahagia dan mata yang tak lepas dari istri mudanya itu.

Nayla duduk di sudut ruang tamu, menyimak dalam diam. Senyumnya terpulas tipis, tapi matanya menyimpan sembilu. Ia menatap satu per satu tangan yang terulur, mengelus perut Humairah dengan hangat. Ucapan-ucapan tulus pun mengalir.

“Masya Allah, semoga anaknya sehat dan jadi penyejuk hati.”

“Wah, calon cucu pertama dari keluarga ini ya? Bahagia banget pasti!”

“Humairah ini bener-bener bawa keberkahan. Baru nikah langsung hamil.”

Kalimat itu menusuk dada Nayla seperti hujan anak panah. Ia menunduk, pura-pura sibuk menata gelas di nampan, mencoba mengalihkan pikirannya.

Namun takdir terus mengujinya. Salah satu ibu menyapanya,saat Nayla membereskan piring untuk makan ibu-ibu pengajian.

“Mbak Nayla, maaf ya, saya kira tadi yang hamil itu sampean, lho. Tapi... ya, memang sudah jalannya ya?”

Senyum Nayla menegang. “Iya, Bu. Jalannya Allah memang terbaik.”

Ia melirik Azam yang sedang menatap Humairah penuh sayang, membetulkan letak duduknya, merapikan selendangnya. Tak ada pandangan ke arahnya. Bahkan seakan kehadirannya tak begitu penting hari ini.

Rasanya asing. Seperti tamu di rumah suaminya sendiri.

Nayla bangkit pelan, menghampiri Humairah dan Azam.

“Maaf, aku pamit dulu. Kepala agak pusing. Mungkin masuk angin.”

Azam hanya menoleh sekilas. “Oh, iya, hati-hati ya. Mau Mas antar?”

Nayla tersenyum samar, menahan tangis. “Nggak usah. Aku bawa motor.”

Azam mengangguk, lalu kembali memalingkan wajah ke arah Humairah.

Nayla berbalik, melangkah keluar rumah sambil menunduk. Di pelataran, kakinya goyah. Ia menghela napas panjang, lalu berjalan dengan cepat menuju motornya. Begitu duduk di atas jok, air mata yang ditahan sejak tadi akhirnya luruh.

“Kenapa aku merasa seasing ini, ya Allah?”

Hatinya bergemuruh. Dada sesak. Ia membuka helm, memeluknya erat-erat, berusaha menenangkan dirinya sendiri di tengah riuhnya suara bahagia di dalam rumah.

“Aku mencintainya, aku ikhlas… Tapi hari ini, aku benar-benar merasa tidak punya tempat…”

Langit mulai gelap, mendung menggantung tanpa hujan. Suasana rumah Nayla sunyi, seperti menyambut luka yang ia bawa dari rumah Humairah.

Pintu ia buka perlahan. Tak ada suara. Tak ada tawa. Tak ada siapa-siapa.

Begitu menutup pintu, tubuhnya bersandar pada daun pintu yang kini tertutup. Helaan napas panjang lolos dari bibirnya. Helm ia jatuhkan begitu saja di lantai, dan ia merosot ke bawah, memeluk lututnya.

Tangis yang tadi tertahan akhirnya meledak. Suaranya tertahan, seperti tak ingin siapa pun mendengarnya, tapi perihnya nyata.

“Kenapa… kenapa sesakit ini, Ya Allah?”

Air matanya membasahi jilbab yang masih ia kenakan. Tangannya mengepal di dada. Seolah mencoba menggenggam sisa-sisa sabar yang mulai melemah.

“Aku istri pertamanya… Tapi hari ini aku seperti hanya bayangan. Tak terlihat. Tak dianggap…”

Nayla bangkit dengan gemetar, berjalan menuju kamar. Ia mengganti pakaiannya pelan, lalu duduk di tepi ranjang. Dipandanginya pigura kecil di atas meja—foto pernikahannya dengan Azam.

Ia tersenyum miris. “Mas Azam, kamu bahagia, kan?”

Lalu ia ambil buku catatannya. Sebuah surat untuk dirinya sendiri ditulis lagi malam itu.

"Untuk Nayla Azahra,

Hari ini kamu kuat. Meski semua terlihat menyesakkan, kamu pulang bukan untuk mengeluh. Kamu hanya butuh ruang, untuk menangis tanpa dinilai, untuk jatuh tanpa dicibir. Dan besok, kamu akan bangun lagi. Bukan karena kamu tak terluka, tapi karena kamu tahu: cinta sejati tak harus selalu disambut. Kadang cukup kamu yang setia menggenggamnya, bahkan saat tanganmu sendiri berdarah.”

Setelah menulis itu, Nayla merapatkan selimutnya. Tak banyak doa malam ini, hanya bisikan lirih yang keluar dari bibirnya,

“Ya Allah… Jika cinta ini memang jalanMu, ajari aku untuk ikhlas lebih dari sekadar ucapan…”

1
Julicsjuni Juni
buat Nayla hamil thorr...buat teman hidupnya.. kasian dia
aku juga 15th blm mendapatkan keturunan
Julicsjuni Juni
hati ku,ikhlas ku belum bisa seperti Nayla... astaghfirullah
Iis Megawati
maaf mungkin ada cerita yg kelewat,merekakan dah berpisah berbulan" ga ada nafkah lahir batin dong,dan bukankah itu sudah trmasuk talak 1,yg dmn mereka hrs rujuk/ nikah ulang maaf klo salah/Pray/
Zizi Pedi: Tidak, secara otomatis tidak terhitung cerai dalam hukum Islam hanya karena suami tidak memberikan nafkah lahir dan batin, karena istri yg pergi dari rumah. Perkawinan tetap berlaku hingga ada putusan cerai dari Pengadilan Agama atau jika suami secara sah menceraikan istrinya. Namun, suami yang melalaikan kewajibannya seperti tidak memberikan nafkah lahir dan batin adalah perbuatan yang berdosa dan dapat menjadi alasan bagi istri untuk mengajukan gugatan cerai. Tetapi dalam kasus Azam dan Nayla berbeda, mereka saling mencintai dan tak ada niat untuk bercerai jadi mereka masih sah sebagai suami istri. Dan talak itu yg punya laki2. untuk pertanyaan kk tentang talak 1. Mereka bahkan tidak terhitung talak kk, karena Azan g pernah mengucapkan kata talak. dan untuk rujuk talak 1 Setelah jatuh talak satu, suami dan istri masih bisa rujuk kembali tanpa harus akad ulang selama istri masih dalam masa iddah. Talak satu disebut talak raj'i, yang berarti suami masih berhak merujuk istrinya selama masa iddah. Jika masa iddah telah habis, maka untuk kembali bersama, mereka harus melakukan akad nikah ulang. TAPI SEBAGAI CATATAN (Azam tidak pernah mengucap talak untuk Nayla, jadi mereka masih sah suami istri meski tanpa menikah ulang.)
total 1 replies
R I R I F A
good... semangat up date ny
Zizi Pedi: terima kasih Kk
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!