Jingga seorang gadis cantik yang hidupnya berubah drastis ketika keluarga yang seharusnya menjadi tempat pulang justru menjadi orang pertama yang melemparkannya keluar dari hidup mereoka. Dibuang oleh ayah kandungnya sendiri karena fitnah ibu tiri dan adik tirinya, Jingga harus belajar bertahan di dunia yang tiba-tiba terasa begitu dingin.
Awalnya, hidup Jingga penuh warna. Ia tumbuh di rumah yang hangat bersama ibu dan ayah yang penuh kasih. Namun setelah sang ibu meninggal, Ayah menikahi Ratna, wanita yang perlahan menghapus keberadaan Jingga dari kehidupan keluarga. Davin, adik tirinya, turut memperkeruh keadaan dengan sikap kasar dan iri.
Bagaimanakan kehidupan Jingga kedepannya?
Akankan badai dan hujannya reda ??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon R²_Chair, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Arjuna yang siap kembali
Ruang kerja Arjuna di kampus terasa lebih sunyi dari biasanya. Papan tulis sudah penuh coretan materi, agenda rapat tertempel rapi, dan laporan tugas akhir mahasiswa menumpuk menunggu tanda tangan. Tetapi sore itu, ada sesuatu yang berbeda,Arjuna tidak lagi bekerja dengan santai seperti biasanya.
Kali ini ia bekerja dengan keras dan cepat.
Setiap halaman yang ia periksa, setiap email yang ia balas, setiap berkas yang ia tanda tangani semuanya ingin ia selesaikan hari itu juga.
Ia ingin pulang.
Ke desa itu.
Untuk Jingga.
Foto unggahan pameran Jingga masih tersimpan di ponselnya. Ia sudah membaca caption itu puluhan kali sejak subuh. Kata-kata Jingga menyentuhnya dalam cara yang tak ia duga. Sesuatu yang selama ini ia tahan, membuat dadanya terasa penuh kerinduan yang tertahan terlalu lama.
“Aku harus ketemu dia…” gumamnya lirih sambil merapikan dokumen.
Ketika jam dinding menunjukkan pukul lima sore, langkah Arjuna dipercepat menuju ruang akademik untuk menyerahkan revisi akhir. Ia berbicara singkat, profesional, cepat. Rekan-rekannya bahkan sempat saling pandang karena tidak terbiasa melihat Arjuna yang begitu tergesa-gesa.
“Mas Arjuna, mau ke mana habis ini?” tanya salah satu staf.
“Ke luar kota bentar,” jawab Arjuna singkat. “Ada urusan penting.”
Ia tidak menjelaskan apa-apa lagi.Ada hal yang lebih penting menunggu.
Malam mulai turun ketika Arjuna tiba di rumah. Begitu membuka pintu, aroma sup ayam buatan Bu Nadira langsung menyambut. Nayya, adiknya, sedang duduk sambil belajar di ruang tamu.
“Mas, pulang cepat?” tanya Nayya heran.
“Hmm. Ada yang harus mas siapin.”
Sebelum Nayya sempat bertanya, Bu Nadira keluar dari dapur sambil mengeringkan tangannya dengan handuk kecil.
“Arjuna, ibu mau bicara sebentar.”
Arjuna mengangguk dan mengikuti ibunya ke ruang keluarga. Mereka duduk berdampingan. Bu Nadira diam cukup lama sebelum akhirnya membuka suara.
“Masih ingat pembicaraan kita soal perusahaan, Juna?”
Arjuna terdiam.
Topik ini memang sudah muncul beberapa kali.
Perusahaan Ayahnya,atau lebih tepatnya perusahaan milik Bu Nadira yang selama ini di kelola ayahnya merupakan perusahaan yang bergerak di bidang peralatan teknologi rumah tangga. Perusahaan warisan dari almarhum orangtua Bu Nadira dan setelah kepergian sang ayah, banyak orang mulai bertanya siapa penerusnya.
Bu Nadira sudah lama meminta Arjuna untuk masuk mengelola perusahaan itu. Tapi Arjuna selalu menunda, merasa belum siap.
“Ibu tahu kamu sibuk di kampus,” kata Bu Nadira lembut. “Tapi perusahaan semakin besar. Direksi butuh pemimpin tetap dan mereka menunggu keputusanmu.”
Arjuna menatap meja, wajahnya serius. “Ibu tahu aku sayang sama perusahaan itu. Tapi aku masih—”
“Ayahmu ingin kamu melanjutkannya, Juna.” Suara Bu Nadira melembut, penuh kasih. “Walaupun ibu ini bukan ibu kandungmu,ibu ingin kamu tahu kalau ibu tetap ingin yang terbaik untukmu, bukan memaksa.”
Arjuna menatap perempuan yang telah merawatnya sejak kecil itu. Ibu tirinya itu telah menjadi rumah baginya selama bertahun-tahun, dan ia tahu Bu Nadira tidak pernah meminta apa pun untuk dirinya sendiri. Semua demi masa depan Arjuna.
Ucapannya lahir pelan, jujur.
“Ibu… aku bukan menolak. Aku cuma… belum yakin dengan diriku sendiri.”
“Kalau masalah itu,” Bu Nadira tersenyum lembut, “kamu akan belajar. Tidak ada orang yang tiba-tiba siap menjadi pemimpin. Bahkan ayahmu dulu juga belajar dari bawah.”
"Kenapa tidak Nayya saja,Nayya yang lebih berhak "
"Antara kamu dan Nayya,ibu tidak pernah membeda-bedakannya.Kamu walaupun tidak terlahir dari rahim Ibu tapi bagi Ibu kamu tetap anak Ibu.Atau kamu yang tidak menganggap Ibu ?"
Arjuna tersentak,ia langsung menatap wajah Ibu Nadira.
"Buka begitu Bu,Ibu tahu Juna sangat menyayangi Ibu dan Nayya.Hanya kalian berdua yang Juna miliki"
"Maka dari itu nak..pikirkanlah!"
Arjuna menggigit bibir. Ada sesuatu yang mengganjal hatinya, sesuatu yang ingin ia katakan.
“Aku… berencana ke desa itu lagi, Bu,” ucap Arjuna akhirnya.
Mata Bu Nadira melembut. “Gadis itu ya? Jingga?”
Arjuna mengangguk pelan.Tidak ada gunanya menyembunyikan lagi.
“Ibu tidak tahu apa yang membuatmu menyukai dia,” lanjutan Bu Nadira tenang, “tapi dari caramu bercerita rasanya kamu menemukannya dengan cara yang tidak sengaja, tapi penting.”
Arjuna tersenyum kecut. “Aku sendiri belum yakin ini apa, Bu. Tapi aku ingin ketemu dia lagi.”
Bu Nadira menepuk tangan Arjuna. “Pergilah. Selesaikan urusan hatimu dulu. Setelah itu, baru pikirkan perusahaan.”
Arjuna tertegun. “Jadi ibu… nggak keberatan kalau aku ke sana dulu?”
“Ibu hanya ingin kamu menjalani hidupmu dengan bahagia, Juna.”
Nada Bu Nadira tulus. “Dan kalau gadis itu membuatmu tersenyum seperti yang ibu lihat akhir-akhir ini… ibu dukung.”
Hati Arjuna menghangat.
"Pastikan,dan bawa dia kemari " Ucap Ibu Nadira dengan senyum hangat membuat Arjuna semakin senang.
Setelah makan malam, Arjuna masuk ke kamarnya dan langsung menyalakan laptop. Ia membuka kalender kerja, mencoret beberapa agenda,memindahkan jadwal, dan menulis email permohonan cuti singkat.
Ia mengetik cepat, tanpa ragu.
"Saya memerlukan izin dua hari untuk keperluan keluarga.”
Setelah klik “Send”, ia menghela napas panjang.Seperti ada beban besar yang terlepas.
Di meja kerjanya, foto Jingga tampak bercahaya dalam redup lampu kamar. Arjuna mengambil pigura itu, menatapnya lama.
“Besok… aku pulang,tunggu aku.” bisiknya.
Pulang ke tempat di mana cintanya tumbuh diam-diam.Pulang ke gadis yang gambarnya selalu memenuhi pikirannya.
Malam itu Arjuna menyiapkan tas kecil berisi pakaian, kamera profesionalnya, dan satu syal berwarna cokelat salah satu peninggalan ayahnya. Ia ingin membawanya, entah mengapa.
Setelah selesai, ia turun untuk memastikan semua lampu dimatikan. Di ruang tamu, Bu Nadira masih terjaga sambil merajut.
“Sudah beres semua?” tanya ibunya.
“Sudah, Bu. Aku berangkat pagi-pagi.”
“Baik. Hati-hati ya. Kalau ketemu gadis itu…” Bu Nadira mengangkat alis sambil tersenyum kecil, “…bicara yang baik-baik dan jujurlah.”
Arjuna tertawa pelan. “Aku belum tahu harus bilang apa, Bu.”
"Atau gak langsung lamar saja " Goda Ibu Nadira membuat Arjuna merenggut.
“Ibu percaya kamu tahu saat waktunya tiba.”
Arjuna mengangguk.Ia memeluk Bu Nadira singkat sebelum kembali ke kamar.
°°°
Paginya, matahari baru saja naik ketika mobil Arjuna melaju keluar dari gerbang rumah. Udara masih dingin, tetapi hatinya justru terasa hangat.
Sepanjang perjalanan, pikirannya hanya tertuju pada Jingga.Dan bagaimana ia akan menatap gadis itu nanti.Bagaimana Jingga akan bereaksi ketika ia datang kembali.
Bagaimana ia akan mengatakan bahwa ia merindukan gadis itu tanpa terdengar berlebihan.
Arjuna tersenyum kecil.
Rasa gugup itu kini nyata,ia rasakan hal untuk pertama kalinya.Dan ia menyukainya.
Namun jauh di sudut lain hatinya, ia tahu jika pertemuan pertama mereka datang secara kebetulan,maka pertemuan kedua ini adalah pilihan.
Pilihannya...dan ia siap menjalaninya.
Arjuna menambah kecepatan mobil, seolah ingin lebih cepat sampai.Napasnya terasa lebih ringan, dadanya lebih lega.
Ia tidak tahu apa yang menunggu di desa itu nanti.Tapi ia tahu satu hal yang pasti,Ia kembali bukan lagi sebagai seorang fotografer yang tersesat dalam rutinitas.
melainkan sebagai seseorang yang ingin menemukan hatinya…
pada gadis bernama Jingga.
..."Cinta selalu datang pada orang yang tepat....
...Ia tidak pernah terlambat,hanya menunggu waktu terbaik....
...Dan ketika tiba, kamu akan mengerti kenapa yang sebelumnya harus dilewati."...
...🍀🍀🍀...
...🍃Langit Jingga Setelah Hujan🍃...