"Apakah kamu sudah menikah?" tanya Wira, teman satu kantor Binar. Seketika pertanyaan itu membuatnya terdiam beberapa saat. Di sana ada suaminya, Tama. Tama hanya terdiam sambil menikmati minumannya.
"Suamiku sudah meninggal," jawab Binar dengan santainya. Seketika Tama menatap lurus ke arah Binar. Tidak menyangka jika wanita itu akan mengatakan hal demikian, tapi tidak ada protes darinya. Dia tetap tenang meskipun dinyatakan meninggal oleh Binar, yang masih berstatus istrinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Me Akikaze, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dearest
"Hati-hati ma" Binar melambaikan tangan saat taksi membawa mamanya kembali menuju bandara. Ibu mertuanya kekeh tidak mau diantar hingga ke bandara. Ada rasa lega saat Ibu mertuanya pulang, tapi banyak luka yang ditinggalkan. Binar merasa menjadi tidak berharga saat ini. Dengan ocehan dan juga rasa tidak puas mertuanya.
Binar hendak mengunci pintu pagarnya, lewatlah salah satu tetangga kompleknya yang juga teman arisan bulanannya.
"Eh Bi, sudah balik ya Ibu mertuanya?" tanya perempuan itu sambil celingukan, takutnya ada yang mendengar, terutama yang sedang dibicarakan.
"Sudah bu, kenapa?" tanya Binar.
"Ih kamu kok betah sih punya mertua julid begitu, iiihhhh kalau aku mah udah aku buang ke laut, julitnya luar biasa. Kemarin sempat ketemu, ngobrol sebentar, idih...isinya cuma menjelekkan kamu selama ini"
Binar membulatkan mata, apakah dia harus percaya pada ibu yang ada di depannya ini atau tidak, secera ibu ini suka ghibah di kompleknya.
"Mama baik kok bu,"
"Kamu masih belain mertua kamu, terbuat dari apa hati kamu Binar..." Ibu itu nampak menatap Binar dengan tatapan kasihan. "Baik bener kamu,"
Binar kembali tersenyum, menutupi rasa lelahnya.
"Kamu baik-baik ya Binar...semoga mertua kamu nggak jahat lagi sama kamu," ungkapnya lagi. "Ya sudah, Ibu mau pulang dulu, habis dari warung beli ini" orang tersebut menenteng detergen beberapa bungkus.
"Iya bu" jawab Binar.
Kalimat demi kalimat yang dia dengar tidak dia cerna semuanya, dia masih menggunakan logikanya. Binar masuk ke dalam rumah, kembali membuka laptopnya. Mencoba megaply beberapa lowongan yang sekiranya masuk ke dalam kemampuannya.
Binar membuka laman pesan, baru teringat jika dia semalam tadi diam-diam menautkan pesan dari ponsel Tama. Binar membuka perlahan pesan yang masuk di ponsel Tama.
Binar membaca satu per satu, tidak ada yang aneh. Namun ada satu pesan yang akhirnya dia temukan. Dengan sebuah nama "Dearest". Di mana banyak berisi chat mesra. Binar membaca satu persatu, kalimat demi kalimat dari atas yang seolah tak ada ujungnya. Hatinya terasa ingin meledak, panas dadanya tidak bisa dipungkiri. Air mata di pelupuk matanya sudah berkumpul dan siap jatuh ke pipinya. Binar masih bisa menahannya. Semakin dia membaca, tulisan itu semakin menyesakkan, seolah dia dihimpit oleh bangunan besar, terasa sedang disayat-sayat dengan sesuatu yang amat tajam.
Binar terdiam setelah melihat semuanya, dia tidak tahu siapa perempuan itu. Yang pasti Tama sudah sangat jatuh cinta pada perempuan itu, mungkin saja dia lebih cantik darinya, dan yang dia tahu perempuan itu juga bekerja. Binar kembali mengecek pesan yang masuk.
"Sampai jumpa besok di kantor"
Dari pesan tersebut dia tahu jika perempuan itu satu kantor dengan suaminya. Binar menutup layar laptopnya, menunduk sejenak, kedua tangannya memijat kepalanya. Terasa sakit, terasa ingin meledak. Tangisan tidak jadi tumpah, entah dia mulai mati rasa meskipun belum tahu kebenarannya seperti apa.
Binar menunggu suaminya pulang, dia duduk di ruang keluarga sambil memperhatikan layar televisi, meskipun sama sekali tidak ada acara yang menarik baginya. Dia melirik jam dinding, menunjukkan pukul 11 malam. Ini adalah pertama kalinya Tama kembali pulang malam, setelah mamanya tidak di rumah ini.
Binar masih menunggunya dengan sabar.
Terdengar suara mobil memasuki garasi rumahnya, Binar memastikan jika memang itu adalah Tama. Terdengar suara seseorang membuka kunci rumah, lalu terdengar suara gesekan sepatu dan lantai.
"Kamu belum tidur Bi?" tanya Tama setengah terkejut Binar berada di ruangan tersebut dalam keadaan lampu gelap.
"Aku menunggumu mas, apa kamu mau minum kopi dulu sebelum mandi?"
"Sudah terlalu larut, aku mau tidur," Tama masuk ke dalam kamar. Binar mematikan televisi dan mengikuti Tama masuk ke dalam kamar. Seperti biasa, Binar mengambil semua pakaian kotor yang ditanggalkan Tama, lalu menaruhnya ke tempat cucian.
Binar kembali masuk kamar, mendapati suaminya sudah berbaring di ranjang dengan selimut menyelimuti tubuhnya. Binar duduk di sampingnya, menatap punggung suaminya.
"Aku sudah apply lamaran kerja, dan mungkin beberapa hari lagi akan wawancara,"
Tama membalikkan badan, menatap istrinya serius.
"Kalau itu inginmu, nggak apa-apa" jawab Tama dingin.
"Mas..."
"Apa?"
"Nggak apa-apa, tidurlah...sudah larut" jawab Binar. Kedua kakinya naik ke atas ranjang dan merapatkan selimut ke tubuhnya. Lalu mencoba tidur.
Binar menyelidiki di mana perempuan itu bekerja, Binar mencari lowongan pekerjaan yang ada di kantor yang sama. Berasa mendapatkan keberuntungan, ada lowongan di perusahaan yang sama. Dia berdoa dengan sangat semoga perusahaan itu berjodoh dengannya. Agar dia bisa mencari tahu siapa perempuan itu.