HIATUS AWOKAOWKA
"Kau akan dibunuh oleh orang yang paling kau cintai."
Chen Huang, si jenius yang berhenti di puncak. Di usia sembilan tahun ia mencapai Dou Zhi Qi Bintang 5, tetapi sejak usia dua belas tahun, bakatnya membeku, dan gelarnya berubah menjadi 'Sampah'.
Ditinggalkan orang tua dan diselimuti cemoohan, ia hanya menemukan kehangatan di tempat Kepala Desa. Setiap hari adalah pertarungan melawan kata-kata meremehkan yang menusuk.
Titik balik datang di ambang keputusasaan, saat mencari obat, ia menemukan Pedang Merah misterius. Senjata kuno dengan aura aneh ini bukan hanya menjanjikan kekuatan, tetapi juga mengancam untuk merobek takdirnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chizella, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16: Kultivasi Ganda
Beberapa hari yang sunyi telah berlalu sejak badai penempaan Pil Penempa Ilahi. Tubuh Chen Huang, yang sebelumnya hanya ditempa oleh alam dan kultivasi sederhana, kini terasa seperti baja yang baru keluar dari tungku dewa. Setiap ototnya terdefinisi dengan kekuatan baru, seakan tiap kotoran dan racun lama telah dibersihkan oleh api pil itu. Rasa sakitnya luar biasa, sebuah memori traumatis yang terukir di tulang, namun sebanding dengan kekuatan fundamental yang ia dapatkan.
Saat ia berjalan, langkah kakinya terasa lebih ringan, namun pijakannya lebih berat.
Yue Chan juga telah menepati janjinya. Di tangan Chen Huang, terdapat sebuah buku teknik yang diselimuti oleh aura kuno, tebal, dan penting. Ia membolak-baliknya dengan hati-hati, memperhatikan setiap detail aksara kuno yang membentuk judul.
"Tubuh Angin Badai."
Judul itu terdengar sangat menarik, menjanjikan kecepatan dan ketangguhan yang melampaui logika. Dengan kekuatan fisik Chen Huang yang sekarang—yang telah diperkuat oleh Pil Penempa Ilahi—seharusnya mempelajari teknik ini bukanlah hal yang mustahil. Rasa percaya diri itu mengalir deras, memicu dorongan untuk segera bertindak.
Chen Huang ingin melihat, apakah ia bisa mempelajari teknik ini saat ini juga.
Namun, sebelum ia mulai bertindak, sebelum ia mengalirkan Dou Qi untuk menguji teknik itu, suara lembut Yue Chan, setenang es, segera terdengar di benaknya, memadamkan nyala keinginannya.
"Jangan lakukan sekarang, tunggu saja sampai kau menyentuh Ranah Dou Zhe, jika tidak maka peluang bertahan hidupmu sangatlah sedikit." Peringatan itu dingin dan mutlak.
"Ayolah, Yue Chan. Bukankah setelah menempa tubuhku harusnya sudah bisa mempelajarinya?" tanya Chen Huang, mencoba menantang kebijaksanaan kunonya.
"Tidak, tidak. Aku lebih menyarankan untuk menerobos ke Dou Zhe terlebih dahulu. Jika kau tidak ingin menyesal," ucapnya di benak Chen Huang, tidak memberikan celah untuk perdebatan.
Chen Huang hanya bisa pasrah dengan ucapan Yue Chan itu. Tangannya menghela napas internal. Kemudian, dengan gerakan yang menunjukkan kepatuhan yang enggan, ia memasukkan kembali buku teknik tersebut ke dalam cincin penyimpanan.
Tak lama setelah Chen Huang menyimpan buku tekniknya, suara ketukan pintu terdengar, ketukan yang pelan namun tegas, memecah keheningan yang tersisa dari penempaan semalam. Chen Huang melangkah mendekat ke arah pintu, gerakannya yang kini begitu luwes dan tenang. Ia membuka pintu.
Di hadapannya, berdiri Yun Yuan. Dia hanya diam sejenak, berdiri tegak di ambang pintu, menatap Chen Huang yang terlihat jauh lebih segar, kulitnya bersinar keemasan lembut, seolah telah dibersihkan oleh air surgawi.
"Ah, Yun Yuan. Silahkan masuk." Chen Huang mempersilahkannya dengan anggukan sopan.
Yun Yuan melangkah masuk ke kamarnya Chen Huang, kamar sederhana khas asrama murid, di mana dinding batu dan perabotan kayu membingkai suasana yang kontras dengan kemegahan sekte di luar. Yun Yuan kemudian duduk di ranjang milik Chen Huang. Tatapannya menyelidik, tidak hanya ke seluruh area kamar, tetapi ke aura Chen Huang.
"Chen Huang, kau tau..." Ia memotong ucapannya sejenak, suaranya mengandung beban pengakuan. Gerakannya saat duduk sangat hati-hati, punggungnya tegak, namun ada getaran di bahunya yang menampakkan konflik batinnya.
Chen Huang memiringkan kepalanya, menunggu. lalu Yun Yuan melanjutkan. "Sebenarnya tidak ada orang yang bisa menahan siksaan dari Pil Penempa Ilahi. Di bawah Ranah Dou Wang, itu mustahil."
Chen Huang hanya mengangguk, reaksinya tampak santai. "Jadi?" tanyanya seolah tidak tahu.
"Kau orang pertama yang melakukannya, bodoh!" Nada Yun Yuan kali ini lebih tinggi, ia terlihat kesal dengan pura-pura tidak tahu Chen Huang.
"Sebentar... jadi aku bertaruh dengan kemungkinan berhasil yang tidak ada?!" Chen Huang akhirnya menyadarinya, ekspresi terkejut yang tulus muncul di wajahnya.
"Sudah kubilang, mustahil." Yun Yuan menghela napas panjang, sebuah kelelahan mental. "Aku bahkan tidak mengerti kenapa seseorang sepertimu bisa melakukannya, ini terlalu mengejutkan, aku tidak bisa memikirkannya."
Chen Huang memegangi dahinya. Ia merasa bahwa ia tidak hanya bertaruh, tetapi ia hampir saja melangkah ke neraka. Meskipun sebelumnya ia bertaruh dengan asumsi peluang yang tipis, sekarang kenyataannya adalah 'mustahil'—berarti tidak pernah ada yang berhasil, kecuali dirinya.
"Kenapa kau tidak memberitahuku!" ucapnya dalam benaknya, mengarahkan kemarahan yang tertahan pada Yue Chan.
Yue Chan terdengar tertawa ringan dan geli dalam benak Chen Huang. "Jika kuberitahu apakah kau akan melakukannya?"
Chen Huang kembali menatap Yun Yuan yang duduk di ranjang miliknya, tatapannya kini berubah. Karena ia sudah berhasil, ini saatnya baginya untuk menerima imbalan, meskipun ia merasa pengorbanannya tidak sebanding dengan janji yang ada.
"Jangan menatapku seperti itu, aku mengerti." Yun Yuan menghela napas, lelah oleh tatapan menuntut Chen Huang. "Lakukan saja."
Chen Huang kemudian melangkah perlahan. Ia mendekati Yun Yuan. Mereka saling bertatapan beberapa saat, keheningan diisi oleh udara yang memanas.
Chen Huang mulai menggaruk-garuk kepalanya, kembali ke tingkah kekanak-kanakannya. "Sebenarnya... kultivasi ganda itu, bagaimana?" tanyanya.
Mendengar kata-kata itu, Yun Yuan sontak berdiri, bangkit dengan gerakan cepat yang penuh keterkejutan. Pinggulnya bergoyang karena gerakan mendadaknya. Ia mendekat pada Chen Huang, wajahnya menunjukkan keterkejutan ekstrem. "Hah!? Jadi kau mengajakku untuk melakukan kultivasi ganda, tanpa tau apa itu kultivasi ganda?" ucapnya, nadanya tinggi, dipenuhi rasa tidak percaya.
"Aku sering mendengarnya, tapi tidak tau caranya. Kudengar harus wanita dan pria, karena itulah aku mengajakmu melakukan." Chen Huang langsung berakting seperti yang paling tersakiti. "Tapi kau malah menyerangku, aku bahkan tidak tau letak salahku dimana."
Yun Yuan menepuk dahinya. "Aku sungguh bodoh, bahkan lupa kalau dia ini tidak berpengetahuan," batinnya. Semua taruhan harga dirinya ternyata didasari oleh kesalahpahaman belaka.
Chen Huang kembali menanyakannya, suaranya polos. "Jadi bagaimana caranya?"
Yun Yuan begitu kesal, ia telah mempertaruhkan segalanya, dan semuanya ternyata hanya sebuah kekonyolan. "Aghhh!" teriaknya, sebuah teriakan frustrasi yang melepaskan semua emosi yang mengganjal. "Janji adalah janji!"
Yun Yuan, didorong oleh gelombang emosi yang tak tertahankan bertindak cepat. Ia menarik lengan Chen Huang, menggunakannya sebagai titik tumpu, dan mendorongnya ke ranjang. Chen Huang terbaring di atas permukaan yang empuk, tubuhnya menegang karena terkejut.
"Kau mau apa?" tanyanya, suaranya sedikit tercekat oleh kejutan yang luar biasa.
Sebelum Chen Huang sempat bertanya lebih banyak, Yun Yuan sudah mendudukinya. Ia berlutut di atas pinggul Chen Huang, tubuhnya yang ramping bergetar. Ia kemudian memegang leher Chen Huang, jemarinya yang dingin menyentuh kulitnya. Kepalanya mulai mendekat, seperti komet yang ditarik oleh gravitasi takdir.
Ketika hidung mereka saling bersentuhan, Chen Huang bisa merasakan hembusan napas Yun Yuan yang hangat dan harum menerpa wajahnya. Ia bahkan belum sempat bicara, ketika Yun Yuan menutup jarak sepenuhnya, menempelkan bibirnya pada bibir Chen Huang.
"Eummggh."
Yun Yuan telah mencuri ciuman pertama milik Chen Huang. Chen Huang bisa merasakannya, lidah Yun Yuan, lembut namun bersemangat, mulai menggeledah mulutnya. Lidah mereka berdua saling bersentuhan, laksana dua Dou Qi yang saling berperang dan bertukar esensi kehidupan dalam ciuman yang dalam dan penuh gairah.
Usai ciuman yang memabukkan itu, Yun Yuan bangkit, napasnya terengah-engah, iramanya cepat. Matanya memancarkan campuran rasa malu yang membakar, tekad yang kuat, dan gairah yang membara.
"Lihat baik-baik."
Jemari lentiknya bergerak dengan ketenangan yang menghanyutkan, menyentuh simpul jubah luarnya seolah sedang memetik senar guqin yang tak kasat mata.
Kain sutra halus itu perlahan meluncur turun, berdesir lirih saat bergesekan dengan kulitnya yang seputih giok, sebelum akhirnya terkulai pasrah di lantai. Saat beban kain itu sirna, bahunya yang mulus dan tulang selangkanya yang menonjol indah terekspos, bermandi cahaya remang-remang yang menciptakan bayangan menggoda di setiap lekukannya.
Tangannya kembali bergerak, kali ini menuju lapisan terakhir—pakaian dalamnya yang tipis. Setiap tarikan napasnya membuat dadanya naik turun, menciptakan getaran halus pada sepasang bukit salju yang masih tersembunyi di balik kain itu.
Dengan gerakan yang sengaja diperlambat, ia menarik tali pengikatnya. Tubuhnya meliuk sedikit, sebuah gerakan alami namun mematikan, pinggangnya yang ramping dan lunak bergoyang lembut bagaikan ranting pohon willow yang dibelai angin malam, menonjolkan kurva pinggul yang memanjakan mata.
Ketika kain terakhir itu ditarik lepas, sepasang puncak kembar yang ranum dan kenyal itu terbebas, memantul pelan seiring gerak tubuhnya yang berhenti, menantang gravitasi dengan keindahan yang menyesakkan dada.
Kini, tidak ada lagi yang menghalangi. Di hadapan Chen Huang, ia berdiri sepenuhnya tanpa sehelai benang pun. Kulitnya memancarkan kilau porselen yang nyaris suci, kontras dengan atmosfer ruangan yang redup.
Yun Yuan tampak seperti peri surgawi yang turun ke bumi, atau mahakarya yang dipahat sempurna oleh tangan dewa, mempersembahkan keindahannya yang paling murni dan telanjang tepat di hadapan mata Chen Huang.
Tubuhnya begitu indah, kulitnya seputih salju, dihiasi oleh lekuk pinggul yang menawan yang memanjang ke atas, dan puncak kembar yang kini bergoyang lembut mengikuti irama napasnya yang cepat. Setiap lekuk tubuhnya begitu menawan, memancing nafsu primitif Chen Huang.
Tanpa ia sadari, ia merasakan kebangkitan yang panas dan mendesak dalam dirinya, sebuah respons alamiah dari tubuh yang baru ditempa.
Kemudian Yun Yuan kembali ke ranjang, memeluk Chen Huang. Ia mengajarkan cara untuk berhubungan, bukan melalui kata-kata yang rumit, melainkan dengan tindakan yang mengalir, intuitif, dan penuh gairah. Itu adalah penyatuan tanpa bahasa.
"Ahh... Kyaa~" Ketika Chen Huang mulai menyentuhnya, desahan lembut, seperti melodi surga, keluar dari mulut Yun Yuan.
Tubuhnya bergetar di bawah sentuhan Chen Huang. Keduanya mulai menyatu di dalam kamar itu, Dou Qi mereka berputar dan bertukar, Yin-Yang saling melengkapi. Satu kehilangan keperawanannya, yang lain akhirnya mengerti apa itu kultivasi ganda.