NovelToon NovelToon
Akad Yang Tak Kuinginkan

Akad Yang Tak Kuinginkan

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / Nikah Kontrak
Popularitas:15.9k
Nilai: 5
Nama Author: Shinta Aryanti

Jingga Nayara tidak pernah membayangkan hidupnya akan hancur hanya karena satu malam. Malam ketika bosnya sendiri, Savero Pradipta dalam keadaan mabuk, memperkosanya. Demi menutup aib, pernikahan kilat pun dipaksakan. Tanpa pesta, tanpa restu hati, hanya akad dingin di rumah besar yang asing.

Bagi Jingga, Savero bukan suami, ia adalah luka. Bagi Savero, Jingga bukan istri, ia adalah konsekuensi dari khilaf yang tak bisa dihapus. Dua hati yang sama-sama terluka kini tinggal di bawah satu atap. Pertengkaran jadi keseharian, sinis dan kebencian jadi bahasa cinta mereka yang pahit.

Tapi takdir selalu punya cara mengejek. Di balik benci, ada ruang kosong yang diam-diam mulai terisi. Pertanyaannya, mungkinkah luka sebesar itu bisa berubah menjadi cinta? Atau justru akan menghancurkan mereka berdua selamanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shinta Aryanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Savero yang Mulai Berperasaan…

Pagi itu, Jingga masuk ke kantor dengan semangat yang dibuat-buat. Matanya masih sedikit sembab, pipinya masih sedikit memerah meski ia berusaha menutupinya dengan bedak tipis dan blush on. Begitu melangkah ke ruangannya, ia langsung menebar senyum.

“Selamat pagi, dunia persilatan!” serunya sambil menjatuhkan tas ke kursinya. “Ada yang kangen sama aku semalam?”

“Yaelah, siapa juga yang mau kangen?” celetuk Riko, salah satu rekan kerjanya.

Jingga langsung menekuk muka pura-pura tersinggung. “Kamu nggak tahu aja, kemarin malam ada cicak nongol di kamar. Cicak itu aja kayaknya nyariin aku, soalnya nempel di dinding terus ngeliatin.”

“Cicak apaan, Jingga? Itu mungkin cicak lapar,” sahut Dina.

“Lapar liat aku? Wah, pantesan dia nggak pergi-pergi.” Jingga menutup mulutnya pura-pura malu.

Seketika tawa meledak di meja mereka. Nisa bahkan hampir menyemburkan kopi yang baru ia teguk. “Gila, kamu ini selalu aja ada bahan buat bikin ketawa,” katanya sambil mengelus dada.

Guyonan itu terus berlanjut. Jingga kembali jadi pusat perhatian, padahal semalam ia habis menangis sejadi-jadinya.

Namun keseruan itu tak bertahan lama. Sekitar jam sebelas siang, suara langkah sepatu tergesa terdengar menghampiri. Manajer keuangan, Pak Bram, muncul dengan wajah merah padam sambil membawa beberapa lembar kertas.

“JINGGA!” suaranya membelah ruangan. Semua kepala langsung menoleh.

Jingga yang baru saja selesai menggambar doodle konyol di sticky note menoleh kaget. “I-iya, Pak?”

“Apa-apaan laporan ini?!” Bram melempar berkas ke mejanya. “Selisihnya ratusan juta! Kamu pikir ini main-main?!”

Jingga terbelalak. “Lho, Pak… itu bukan laporan saya. Saya yakin laporan yang saya buat sudah benar, semua sesuai dengan kuitansi.”

“Jangan ngarang! Nih, buktinya ada di tangan saya.”

Dengan panik, Jingga langsung membuka lacinya. Tangannya merogoh, mencari map biru tempat ia menyimpan laporan yang sudah ia susun dengan teliti dua hari yang lalu sebelum ia libur. Tapi laci itu kosong. Ia merogoh lagi, makin dalam, sampai keringat dingin mulai membasahi pelipisnya.

“Pasti ada, Pak, saya simpan di sini semalam!”

“BERHENTI ngeles! Kalau kerja nggak becus, jangan pura-pura laporang hilang segala!” bentak Bram.

Nisa berdiri dari kursinya. “Pak, saya lihat sendiri kok Jingga ngerjain laporan itu. Dia lembur sampai malam. Laporannya rapi banget, nggak mungkin salah segitu banyak.”

Namun bukannya reda, kemarahan Bram makin menjadi. “Kamu jangan ikut-ikutan membela! Ini bukan urusanmu, Nisa!”

Ruangan hening. Beberapa rekan kerja menunduk, tak tega melihat Jingga dipermalukan. Hanya satu orang yang tampak menikmati: Lidya. Dari balik komputernya, sudut bibirnya terangkat licik. Ia bahkan tak repot-repot menyembunyikan senyum puasnya.

“Sudah! Sekarang kamu ikut saya. Hadapi Pak Savero. Biar dia yang memutuskan,” kata Bram tegas.

Wajah Jingga pucat. Seolah-olah semua tenaga tersedot habis. Ia menarik napas panjang, lalu berdiri. Ya sudahlah, potong gaji lagi, pasti. Kalau bukan potong, ya skors. Mati aku. Batin Jingga

Langkahnya berat saat menuju ruangan Savero. Pintu itu terasa seperti gerbang pengadilan. Begitu masuk, ia terkejut melihat Savero menatapnya dengan ekspresi yang aneh, bukan dingin, bukan datar seperti biasanya, melainkan… canggung. Bahkan pria itu sempat mengalihkan pandangannya, seakan mengusir bayangan kejadian di pasar dan di depan rumah Jingga yang kembali muncul di kepalanya.

“Pak,” Bram membuka suara duluan, “pegawai ini membuat laporan keuangan kacau. Selisih ratusan juta. Kalau tidak segera ditindak, perusahaan bisa rugi besar.”

Savero menerima berkas itu, membacanya perlahan. Alisnya sedikit berkerut. Jelas-jelas laporan ini kacau. Ia mengangkat wajah, menatap Jingga. Tapi tatapan itu berbeda dari biasanya… ada iba, ada keraguan, seakan ia tak sanggup menambah beban gadis itu lagi.

Bram sudah siap dengan kalimat selanjutnya. “Saya sarankan, Pak, pegawai ini langsung di-skors.”

Savero terdiam sejenak, lalu berdehem pelan. Ia menyodorkan berkas itu ke arah Jingga.

“Kerjakan ulang,” katanya lembut. “Saya tunggu sore ini, ya.”

Jingga terperangah. Lagi kesambet apa Bapak super jutek ini?

“Ta-tapi Pak…” Bram gelagapan. “Ini kesalahan fatal. Biasanya Bapak tidak akan… “

Tatapan Savero menusuk, dingin dan tegas. “Berikan dulu kesempatan pada Jingga. Masih ada waktu, kan?”

Bram terdiam. Ia menunduk, mengangguk pelan meski wajahnya penuh tanda tanya. Ini jelas bukan Savero yang biasa ia kenal.

Begitu keluar dari ruangan itu, Jingga disambut tatapan penuh rasa ingin tahu. Nisa langsung menghampiri.

“Gimana? Berapa persen gaji kamu yang dipotong? Lima puluh? Atau tujuh puluh?” tanyanya setengah berbisik, wajah khawatir.

Riko menimpali, “Atau kamu disuruh push-up di parkiran kayak waktu gue salah entry data?!”

“Jangan-jangan disuruh nginap di kantor buat bikin laporan untuk seminggu ke depan?” celetuk yang lain.

Jingga mengangkat bahu, lalu tersenyum lebar. “Enggak, kok. Cuma disuruh bikin ulang laporan. Sore ini dikumpulin.”

“APA?!” hampir serempak semua orang bersuara.

“Gila, baru kali ini ada yang dikasih kesempatan kedua sama Pak Savero!” Riko melotot.

“Mana mungkin? Dia kan nggak pernah kompromi, apalagi soal duit,” sambung Dina.

Nisa ternganga. “Serius cuma gitu doang? Nggak ada potong gaji? Nggak ada hukuman tambahan?”

“Cuma disuruh bikin ulang,” kata Jingga enteng sambil memutar kursi.

Keributan kecil pecah di ruangan itu. Semua membicarakan ketidakpercayaan mereka. Sementara Lidya, dari balik mejanya, hanya bisa menatap dengan rahang mengeras. Bibirnya sempat ternganga. Lalu gumam geram lolos dari mulutnya, “Sial…”

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Sore menjelang, ruangan kerja mulai lengang. Beberapa karyawan sudah berkemas, sebagian lagi hanya menunggu waktu pulang sambil berselancar di internet. Tapi di sudut meja dekat jendela, Jingga masih sibuk menunduk, matanya terpaku pada layar laptop.

Lembaran kuitansi berserakan di meja. Highlighter kuning, bolpoin, dan penggaris berjajar seperti pasukan tempur. Rambutnya yang panjang diikat asal, beberapa helai terlepas menutupi wajah. Sesekali ia menghembuskan napas panjang, lalu mengetik cepat, menghitung ulang angka demi angka.

Nisa menghampiri sambil membawa dua cangkir kopi sachet. Ia meletakkannya di meja Jingga.

“Nih, buat penyemangat kamu. Jangan sampai kamu pingsan, ya. Aku tahu kamu belum makan siang tadi.”

Jingga mendongak, tersenyum lelah. “Makasih, Nis. Kamu emang malaikatku.” Ucapnya.

Nisa menepuk bahu sahabatnya. “Kerjain aja, aku yakin kamu bisa. Dan kali ini… jangan ada yang tiba-tiba hilang dari laci lagi.”

Keduanya saling tatap, sama-sama sadar ada yang janggal, tapi tak berani bicara lebih jauh.

Sementara itu, dari balik kaca besar ruangannya, Savero berdiri diam. Tangannya terlipat di dada, tatapannya lurus pada Jingga yang tekun bekerja. Ada sesuatu yang membuat dadanya sesak, gadis itu berusaha keras, bahkan di saat orang lain mungkin sudah menyerah.

Kenapa dia harus selalu terlihat sekuat itu, padahal jelas-jelas rapuh? batin Savero. Potongan kejadian semalam kembali muncul: Jingga yang duduk di depan tembok kosong, menangis sejadi-jadinya. Pemandangan itu membekas, menghantam sisi hatinya yang lama terkubur.

Bram, manajer keuangan, masuk tanpa mengetuk. “Pak, saya masih nggak paham kenapa Anda kasih dia kesempatan. Itu laporan kacau sekali, bahkan bisa jadi bukti kuat kalau dia memang… “

“Sudah, Bram,” potong Savero tegas. “Saya yang ambil keputusan. Kamu tidak perlu khawatir, hasil akhirnya tetap harus benar, kan?”

Bram terdiam. Ia menunduk, tak berani melawan. “Baik, Pak.”

Savero kembali menatap keluar. Ia melihat Jingga meraih kopi, menyesap sedikit, lalu meringis karena panas. Gadis itu mengipas-ngipas mulutnya yang kepanasan, membuat Nisa tertawa kecil di sebelahnya. Seketika, sudut bibir Savero hampir terangkat… nyaris, sebelum ia buru-buru menghela napas panjang, menahan dirinya.

Di meja lain, Lidya memperhatikan semua itu. Ia menggertakkan gigi. Kenapa? Kenapa dia beruntung sekali kali ini? Tangannya mengepal di pangkuan, sementara wajahnya tetap sumringah agar tak menimbulkan kecurigaan.

Jam dinding berdetak pelan. Jarum panjang makin mendekati angka lima. Jingga mengetik dengan cepat, memeriksa ulang untuk ketiga kalinya. Keringat membasahi pelipisnya, tapi kali ini ia hatinya merasa puas.

“Berhasil,” bisiknya lirih, senyum merekah. Ia menatap Nisa yang mengacungkan jempol penuh semangat.

Dengan map biru di tangan, Jingga berdiri. Langkahnya masih ragu, tapi kali ini ada sedikit keyakinan di hatinya. Ia mengetuk pintu ruangan Savero.

“Masuk,” suara berat itu terdengar.

Jingga masuk, lalu meletakkan laporannya di atas meja. “Ini, Pak. Laporan baru. Semua sudah saya periksa ulang, sesuai kuitansi. Mohon dicek kembali.”

Savero menatapnya sekilas, lalu menunduk membaca laporan itu dengan teliti, baris per baris, tiap angka, tiap huruf yang tertera disana. Beberapa menit hening, hanya suara kertas dibalik dan bunyi detik jam.

Jingga menahan napas, tangannya terkepal di samping tubuh. Ya Tuhan, kalau sampai ada salah lagi, habis aku. Batinnya.

Tak lama Savero mengangguk pelan. “Sudah benar. Bagus.”

Kata-kata itu sederhana, tapi bagi Jingga terasa seperti hadiah termahal. Matanya langsung berkaca-kaca, tapi ia buru-buru menunduk agar tak terlihat.

“Terima kasih, Pak,” suaranya bergetar.

Savero menutup map itu, lalu menatap Jingga lama. Ada banyak hal yang ingin ia ucapkan, tapi akhirnya hanya satu kalimat yang keluar.

“Pulanglah. Kamu butuh istirahat.”

Jingga mengangguk, menelan haru yang membuncah. Ia berbalik, melangkah keluar. Di balik punggungnya, Savero masih memandanginya, mata pria itu melembut, penuh perasaan.

(Bersambung)…

1
Purnama Pasedu
ooo,,,,savero baru tahu,,,pelan pelan ya
Purnama Pasedu
pas tahu jingga dah nikah,gimana Kevin y
Mar lina
Semoga Kak Savaro
langsung mp sama Jingga...
biar Kevin gak ngejar-ngejar Jingga
lanjut thor ceritanya
di tunggu updatenya
Nuriati Mulian Ani26
ohhh kasihan jingga
Nuriati Mulian Ani26
😄😄😄😄😄. Thor lucu banget aduhhh
Nuriati Mulian Ani26
😄😄😄😄. keren alurnya thor
Purnama Pasedu
nikmatilah jingga
Nuriati Mulian Ani26
lucuuuuuuu
Nuriati Mulian Ani26
bagusss ceritanya
𝙋𝙚𝙣𝙖𝙥𝙞𝙖𝙣𝙤𝙝📝: halo kak baca juga d novel ku 𝘼𝙙𝙯𝙖𝙙𝙞𝙣𝙖 𝙞𝙨𝙩𝙧𝙞 𝙨𝙖𝙣𝙜 𝙂𝙪𝙨 𝙧𝙖𝙝𝙖𝙨𝙞𝙖 atau klik akun profil ku ya😌
total 1 replies
Mar lina
aku mampir
Nuriati Mulian Ani26
😄😄😄😄😄 lucu menarik sekali
Nuriati Mulian Ani26
aku sangat tertarik kekanjutanya ..keren dari awal ceritanya
Halimatus Syadiah
lanjut pool
Lily and Rose: Siap Kak 🥰
total 1 replies
Purnama Pasedu
survei resepsi pernikahan ya jingga
Lily and Rose: Ide bagus… bisa jadi tempat buat mereka resepsi juga tuh Kak 😁
total 1 replies
Purnama Pasedu
kamu salah jingga
Lily and Rose: Iya, Jingga salah paham terus 😂
total 1 replies
Halimatus Syadiah
Thor up dete kelamaan ya, tiap hari nungguin trus , kl bisa tiap hari ya 👍
Lily and Rose: Siap Kak, Author update sesering mungkin pokoknya 🥰
total 1 replies
Desi Permatasari
update kak
Lily and Rose: Done ya Kak…
total 1 replies
Purnama Pasedu
ada kevin
Lily and Rose: Ide bagus 🥰
total 1 replies
Cookies
lanjut
Lily and Rose: Siap Kak
total 1 replies
Purnama Pasedu
Nisa yg lapor ya pa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!