NovelToon NovelToon
Rahasia Di Balik Cinta Terlarang

Rahasia Di Balik Cinta Terlarang

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Duniahiburan / Rumahhantu / Mafia / Cintapertama / Berondong
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Ulina Simanullang

Di Universitas Harapan Bangsa, cinta tumbuh di antara dua insan dari dunia yang berbeda. Stefanus, pemuda cerdas yang hidup serba kekurangan, menempuh pendidikan berkat beasiswa.Di sisi lain, ada Stefany, gadis cantik dan pintar, putri tunggal Pak Arman, seorang pengusaha kaya yang ternyata menyimpan rahasia kelam Ia adalah bos mafia kejam.Pertemuan sederhana di kampus membawa Stefanus dan Stefany pada perasaan yang tak bisa mereka tolak. Namun, cinta mereka terhalang restu keluarga. Pak Arman menentang hubungan itu, bukan hanya karena perbedaan status sosial,hingga suatu malam, takdir membawa malapetaka. Stefanus tanpa sengaja menyaksikan sendiri aksi brutal Pak Arman dan komplotannya membunuh seorang pengkhianat mafia. Rahasia berdarah itu membuat Stefanus menjadi target pembunuhan.Akhirnya Stefanus meninggal ditangan pak Arman.stelah meninggalnya Stefanus,Stefany bertemu dengan Ceo yang mirip dengan Stefanus namanya Julian.Apakah Julian itu adalah Stefanus?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ulina Simanullang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 13: Skenario Mafia

Pak Arman berdiri agak jauh, mengawasi semua dengan wajah tanpa emosi.

“Buat seperti kecelakaan,” ujarnya pelan. “Orang harus percaya dia mati karena tertabrak mobil ketika kabur. Jangan ada yang curiga sedikit pun.”

“Siap, Pak,” jawab Boris.

Mereka sudah tahu persis apa yang harus dilakukan. Tubuh Stefanus akan dipindahkan ke pinggir jalan sepi di luar kota, tempat yang rawan kecelakaan. Seolah-olah Stefanus lari dari kejaran dan tertabrak mobil yang melintas kencang. Dengan begitu, polisi, warga, bahkan Stefany sendiri hanya akan melihatnya sebagai musibah biasa.

Di luar gudang, suara mobil bising terdengar. Sebuah van hitam sudah menunggu. Dua pria mengangkat mayat Stefanus dengan hati-hati, memasukkannya ke dalam bagasi yang dilapisi terpal lain supaya darah tidak menetes ke mana-mana.

Boris menutup pintu bagasi dengan suara keras, lalu melirik Pak Arman. “Semuanya akan beres sebelum pagi, Pak.”

Pak Arman hanya mengangguk. Wajahnya tetap dingin. Tak ada rasa bersalah, tak ada penyesalan. Seolah membunuh seorang pemuda hanyalah bagian kecil dari bisnis yang dijalaninya.

Malam itu, di sebuah desa kecil di pinggiran kota, Paman Surya satu-satunya keluarga Stefanus yang tersisa dikejutkan oleh suara mobil yang berhenti di depan rumahnya.

Beberapa orang turun, salah satunya berpakaian seperti petugas kepolisian.

“Apakah Anda keluarga Stefanus?” tanya pria itu.

Paman Surya mengangguk bingung. “Iya… saya pamannya. Ada apa, Pak?”

Pria itu menunduk sebentar sebelum berkata dengan nada serius, “Kami… menyesal memberi tahu. Stefanus… ditemukan meninggal. Katanya dia dikejar sekelompok orang tak dikenal, dan dalam pelariannya… dia tertabrak mobil.”

Dunia Paman Surya serasa runtuh. Lututnya lemas, napasnya tercekat. “Tertabrak…? Tidak… tidak mungkin…”

Para “petugas” itu membuka bagasi mobil. Di sana, tubuh Stefanus yang sudah terbungkus rapi dikeluarkan perlahan. Paman Surya berlari mendekat, berlutut di samping tubuh kaku keponakannya itu.

“Stefanus… keponakanku…,” suaranya pecah, tangisnya meledak di tengah malam yang sunyi.

Boris yang berdiri agak jauh hanya memperhatikan dalam diam. Ia bahkan memerintahkan anak buahnya memasang wajah berduka pura-pura, supaya semuanya terlihat alami.

“Kami sudah menghubungi pihak berwenang,” salah satu dari mereka berkata. “Jenazah bisa dimakamkan setelah proses identifikasi selesai.”

Paman Surya hanya mengangguk lemah, air matanya terus mengalir.

Sementara itu, di rumah mewah Pak Arman, Stefany menerima kabar dari ayahnya sendiri.

“Fany… Papa ada kabar buruk,” katanya pura-pura sedih. “Stefanus… dia meninggal. Katanya kecelakaan.”

Stefany terpaku. Dunia seolah berhenti berputar. “Tidak… tidak mungkin, Pa… Tidak mungkin…” Air matanya mengalir deras, ia jatuh terduduk di lantai.

Pak Arman memeluk putrinya, pura-pura ikut berduka. “Papa juga sedih, Nak… tapi ini sudah takdir…”

Di balik pelukan itu, senyum dingin muncul di sudut bibirnya, cepat sekali lenyap sebelum Stefany menyadarinya.

Malam itu, kota terasa begitu sunyi. Di rumah kecil Paman Surya, jasad Stefanus sudah ada dirumah pak Surya.Tak ada yang tahu bahwa di balik semua air mata duka itu, tersembunyi kebenaran kelam: pemuda itu bukan mati karena kecelakaan, melainkan eksekusi dingin di tangan ayah kekasihnya sendiri.

Boris dan anak buah mafia menghilang dalam kegelapan malam, meninggalkan jejak yang bersih. Skenario sudah disusun rapi. Tak ada yang akan mengira bahwa seorang mafia berperan di balik tragedi ini.

Stefany menangis sepanjang malam, memeluk foto Stefanus, tidak pernah tahu bahwa ayah yang memeluknya dengan penuh kasih palsu itulah orang yang memerintahkan kematian lelaki yang ia cintai.

Di suatu tempat, Pak Arman duduk di ruang kerjanya, menyesap minuman mahal, menatap keluar jendela. Wajahnya tenang, dingin, seolah tak ada nyawa yang baru saja melayang karena perintahnya.

Bagi dunia luar, Stefanus hanyalah korban kecelakaan.

Bagi Stefany, ia adalah cinta yang hilang.

Bagi Pak Arman, ia hanyalah masalah yang sudah diselesaikan.

Dan semua orang percaya kebohongan itu.

Langit pagi itu seolah ikut berduka. Awan kelabu menggantung berat di langit Universitas Harapan Bangsa, tempat biasanya Stefany dan Stefanus bercanda, saling bertukar senyum, dan membicarakan masa depan mereka. Namun hari ini, tidak ada lagi tawa. Tidak ada lagi senyum hangat dari Stefanus yang selalu berhasil membuat Stefany lupa akan kerasnya dunia.

Kabar kematian Stefanus menyebar cepat. Semua orang hanya tahu satu versi: Stefanus, mahasiswa pintar penerima beasiswa, meninggal setelah ditabrak mobil ketika berusaha kabur dari orang-orang tak dikenal. Tidak ada yang tahu detailnya. Tidak ada yang tahu siapa dalang di balik semua ini. Dan tidak ada yang tahu bahwa kebenaran sebenarnya jauh lebih gelap dari sekadar kecelakaan tragis.

Di rumah Paman Surya, suasana duka menyelimuti udara. Tetangga-tetangga berdatangan, membawa bunga dan doa. Di tengah ruang tamu sederhana itu, sebuah peti mati kayu cokelat terletak diam, dengan tubuh Stefanus terbujur kaku di dalamnya. Wajahnya terlihat tenang, seolah sedang tidur panjang, padahal luka-luka di tubuhnya sudah ditutupi dengan hati-hati agar tak terlihat oleh siapa pun.

Paman Surya duduk di sudut ruangan, wajahnya pucat, mata sembab. Ia kehilangan satu-satunya keponakan yang ia anggap seperti anaknya sendiri.

Namun kesedihan terbesar ada di hati seorang gadis yang baru saja tiba Stefany.

Stefany melangkah masuk dengan langkah gemetar. Rambutnya yang biasanya tertata rapi kini berantakan diterpa angin. Matanya bengkak karena menangis di perjalanan. Ia bahkan hampir tidak mengenali dirinya sendiri ketika melihat pantulan wajahnya di jendela rumah Paman Surya tadi.

Di tangannya, Stefany memegang seikat bunga lili putih—bunga kesukaan Stefanus. Bunga itu bergetar di genggamannya, seperti hatinya yang hancur berkeping-keping.

"Stefanus…" suara itu nyaris tidak terdengar ketika ia memanggil nama pacarnya.

Semua orang di ruangan terdiam ketika Stefany mendekat ke peti mati. Mereka tahu hubungan Stefany dan Stefanus. Mereka tahu betapa gadis kaya dari keluarga terpandang itu mencintai pemuda miskin ini dengan tulus.

Paman Surya berdiri dan memandang Stefany dengan mata berkaca-kaca.

"Stefany… dia… dia sudah pergi, Nak," ucapnya lirih, suaranya serak karena terlalu banyak menangis.

Namun Stefany tidak menjawab. Ia berlutut di samping peti mati itu. Matanya menatap wajah Stefanus yang pucat. Bibirnya bergetar. Air mata jatuh tanpa bisa ia tahan.

"Kenapa…?" bisiknya.

"Kenapa kau pergi secepat ini, Stefanus? Bukankah kita baru saja memulai segalanya? Bukankah kau bilang akan selalu bersamaku…?"

Suara tangisnya pecah, memenuhi ruangan yang sebelumnya hening. Beberapa tetangga ikut mengusap mata mereka, terharu melihat kesedihan yang begitu nyata dari seorang gadis muda yang kehilangan cinta sejatinya.

Ingatan yang Menghantui

Stefany memejamkan mata, dan bayangan-bayangan kenangan menyeruak masuk begitu saja.

Hari ketika Stefanus menyatakan cinta di taman kampus.

Hari ketika mereka berjalan berdua di bawah hujan karena lupa membawa payung.

Hari ketika Stefanus berkata bahwa ia ingin membahagiakan Stefany meski dirinya bukan siapa-siapa.

Semua itu kini terasa seperti mimpi yang dipaksa berakhir terlalu cepat.

"Stefanus… kau tahu tidak… aku sudah siap melawan siapa pun demi kita. Bahkan Ayahku…" Stefany terisak. "Tapi kenapa kau meninggalkanku seperti ini…?"

Tidak ada jawaban, hanya keheningan dan bau bunga melati di ruangan itu.

Prosesi Pemakaman

Keesokan paginya, langit masih mendung ketika prosesi pemakaman dimulai. Mobil jenazah sederhana membawa tubuh Stefanus menuju pemakaman desa.

Stefany berjalan di belakang mobil itu, wajahnya pucat, tubuhnya lunglai. Beberapa teman kampusnya datang untuk memberikan dukungan. Namun Stefany hampir tidak menyadari kehadiran mereka. Matanya hanya tertuju pada peti mati itu.

Di pemakaman, tanah merah sudah menunggu. Para penggali kubur berdiri di samping, siap menurunkan peti itu ke peristirahatan terakhir.

Ketika peti perlahan-lahan diturunkan, tangisan Stefany kembali pecah. Ia berlari mendekat, memegang sisi peti itu, seolah-olah tidak rela melepaskan orang yang ia cintai.

"Tunggu! Jangan dulu! Aku belum siap…" suaranya serak, putus asa.

Paman Surya memeluk Stefany, mencoba menenangkannya meski dirinya sendiri hampir roboh karena kesedihan.

"Stefany… dia sudah tenang sekarang. Biarkan dia pergi dengan damai," kata Paman Surya pelan.

Namun Stefany hanya menggeleng, air matanya tidak berhenti mengalir.

"Dia tidak boleh pergi… tidak sekarang… bukan seperti ini…"

Suara tanah yang ditimbun di atas peti menjadi suara paling menyakitkan yang pernah didengar Stefany dalam hidupnya.

Kesedihan yang Mendalam

Setelah pemakaman selesai, para pelayat satu per satu pergi. Namun Stefany tetap berdiri di samping pusara Stefanus. Bajunya basah karena gerimis yang mulai turun.

Ia berlutut di depan nisan sederhana itu. Tangannya menyentuh tanah yang masih basah.

"Stefanus… maafkan aku…" bisiknya dengan suara nyaris tak terdengar.

"Seandainya aku bisa memutar waktu… aku akan melindungimu… aku akan melakukan apa pun agar kau tidak meninggalkanku…"

Hujan turun semakin deras, seolah langit ikut menangisi kepergian pemuda itu.

Stefany tidak peduli. Ia tetap di sana sampai malam hampir tiba, sampai tubuhnya menggigil kedinginan. Namun tidak ada yang bisa memaksanya pergi.

Karena di sanalah, di bawah tanah yang basah itu, terkubur semua mimpi dan harapannya bersama Stefanus.

Stefany tidak tahu bahwa di balik semua ini ada rahasia besar. Bahwa kematian Stefanus bukanlah kecelakaan biasa. Bahwa ayahnya sendiri terlibat dalam tragedi yang merenggut nyawa orang yang ia cintai.

Yang ia tahu hanya satu: hidupnya tidak akan pernah sama lagi.

Dan di lubuk hatinya yang terdalam, api dendam mulai menyala meski Stefany sendiri belum menyadarinya.

1
Ida Bolon Ida Borsimbolon
mantap,Tetap semangat berkarya💪☺️
argen tambunan
istriku jenius bgt lah♥️♥️
argen tambunan
mantap
Risno Simanullang
mkasi kk
Aiko
Gila keren!
Lourdes zabala
Ngangenin ceritanya!
Risno Simanullang: mkasi kk
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!