Karena pengaruh obat, Atharya sampai menjadikan gadis desa sebagai pelampiasan nafsunya. Tanpa di sadari dia telah menghancurkan masa depan seorang gadis cantik, yaitu Hulya Ramadhani.
Akan kah Hulya ihklas menerima ini semua? Apakah Atharya akan bertanggung jawab?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desty Cynthia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kegelisahan Hulya
"Jadi gimana mas? Mas mau kerja sama opah?"
"Enggak tahu sayang, mas bingung dan tidak mengerti hehehe. Masalahnya aku dari dulu enggak tertarik sayang. Lagian opah aneh aneh aja." Celetuk Athar.
Hulya mengangguk pelan, ia di mintai tolong oleh omah dan opah supaya Athar mau mengelola perusahaan turun temurun keluarga Dewantara. Namun sepertinya suaminya tak minat sama sekali.
"Sayang..."
"Iya mas..."
Athar mengikis jarak dan mencium bibir merah istrinya. Senyum Hulya terbit saat suaminya menyentuhnya. Athar merapatkan pinggang keduanya. Ia membawa istrinya ke kasur tanpa melepaskan pagutannya.
"Cantik... Istriku cantik, ini punya aku..!" Colek Atharya pada wajah istrinya. Hulya tersenyum hangat, suaminya ini manja sekali padanya. Athar melepaskan semua pakaian dirinya dan istrinya dan melempar begitu saja.
Tangan Hulya mengalung di leher suaminya, ia melebarkan kakinya supaya suaminya lebih mudah. Athar melanjutkan aksinya. Ia menyesap dan melumat leher putih istrinya.
Mata Hulya sayu, lemah tak berdaya. Ia tak munafik, ia sangat menikmati setiap sentuhan dari suaminya ini.
"Ahhh... Mas... "
Ciuman Athar menjalar ke dua gunung kembar yang semakin padat dan berisi. Ia memainkan chococips istrinya hingga tubuh istrinya menggeliat hebat.
Athar mencium perut rata istrinya yang sudah terisi anaknya. "Sehat sehat ya dedek sayang." Ciuman itu berlanjut ke pertempuran panas yang sesungguhnya.
-
-
-
Selesai mandi Hulya memoles wajah cantiknya di meja rias. Suaminya masih ada di dalam kamar mandi kala itu. Namun ponsel Athar tergeletak di atas meja rias. Bunyi ponsel suaminya mengusik pikiran Hulya.
Hulya dengan ragu membuka pesan di ponsel suaminya. Ternyata Maira mengajaknya bertemu. Hati Hulya bagai tercabik cabik, baru saja tempo hari ia berbaik hati pada Maira tapi sekarang wanita yang pernah di cintai suaminya dahulu semakin ngelunjak.
Istri Atharya itu menaruh lagi ponselnya, ia menyemprot kan parfume ke seluruh tubuhnya. Hulya tak akan pernah membiarkan Maira merusak rumah tangganya.
Pintu kamar mandi terbuka, Atharya muncul dengan memakai handuk sepinggang. Ia berjalan mencium aroma parfume istrinya yang semerbak.
"Wangi banget sayang... Udah cantik aja istrinya aku." Athar memeluk istrinya dari belakang dan mengecup pipi chubby Hulya.
"Cepat sana pakai baju mas dingin."
Athar meminta di pakaikan baju oleh istrinya. Hulya tertawa kecil melihat kelakuan suaminya yang sudah seperti bocah. Ia memakaikan pakaian ke suaminya, ia juga mengeringkan rambut pria bertato itu sambil berdiri.
Tangan Athar mendekap perut istrinya dan menciumnya di sela sela kegiatan istrinya terhadapnya. Athar merasa istrinya sedikit pendiam. Padahal barusan mereka baru saja bercinta.
"Sayang..."
"Hmm iya mas."
Athar mendongakkan kepalanya menatap wajah istrinya yang serius mengeringkan rambutnya. "Kamu kenapa? Ada yang di pikirkan?"
Mau tak mau Hulya menceritakan soal Maira yang mengirim chat ke ponsel Atharya. Juga Hulya minta maaf pada suaminya sudah lancang membuka ponsesl suaminya.
"Aku akan bicara dengan om Ethan. Mungkin beliau bisa menasihati Maira." Ucap Athar.
Athar sama sekali tidak marah jika istrinya membuka ponselnya. Baginya itu hal yang wajar. Ia juga tidak menyimpan rahasia apapun dari istrinya.
"Semoga ya mas. Semoga mas setia sampai akhir." Lirih Hulya dengan tatapan sendunya.
Athar menarik istrinya ke pangkuannya. Ibu jarinya mengelus pipi merah merona itu. Athar menatap dalam bola mata istrinya. Begitu juga dengan Hulya.
"Mas mencintai ku? Mas sayang aku?" Tanya Hulya tiba tiba.
"Tentu! Aku sangat mencintai dan menyayangi mu. Tidak perlu meragukan cinta ku." Jawab Athar.
Senyum Hulya mulai muncul lagi. Ia sudah tak terlalu pendiam seperti tadi. Athar mengajaknya keluar. Keduanya pergi ke mall besar yang ada di kota itu.
-
-
-
Athar memakaikan jaket pada istrinya. Ia tak ingin jika wanita yang amat sangat ia cintai ini sampai sakit apalagi istrinya sedang hamil muda.
Tangan Athar menggenggam erat jemari istrinya. Keduanya berjalan jalan di dalam mall itu. Athar juga membawa istrinya berbelanja baju dan kebutuhan lainnya.
Ponsel Athar berdering lagi kali ini teman kuliahnya yang menghubunginya. "Ya hallo, Kat." Ucap Athar.
Athar mendengarkan temannya bicara, ternyata ia di undang temannya untuk datang ke acara pertunangan temannya itu sabtu ini. "Oke... Aku akan kesana. Bye." Athar menutup posnelnya.
Hulya menunggu suaminya selesai bicara. Ia juga bertanya siapa yang menghubungi Athar. Apakah Maira lagi atau bukan.
"Katy, teman kuliahku. Dia mau bertunangan. Kita di undang ke sana. Kamu temani aku ya sayang. Kita cari baju dulu."
"Apa... Mas enggak malu bawa aku? Maaf tapi... Aku tidak setara dengan lingkungan mas." Ucap Hulya yang sedikit gugup.
"Malu? Cantik gini kok malu? Justru aku mau kenalin istri aku yang shalehah ini ke semua orang. Biar mereka tahu kalau aku punya istri yang cantik dan menggemaskan."
Athar membawa istrinya ke butik langganan mamihnya. Pastinya butik itu milik seorang designer terkenal. Ia meminta di buatkan baju untuk sang istri tercintanya.
"Gampang... Kita bisa lembur malam ini demi nyonya Dewantara." Ucap seorang designer yang bernama Wanda.
"Terima kasih yah kak." Tutur Hulya lembut.
Wanda mulai mengukur setiap inchi tubuh Hulya. Ia juga mengukur tubuh Athar. "Catat semua yah." Ucapnya, pada asistennya.
Athar meminta Wanda agar bagian perut istrinya jangan terlalu ketat karena Hulya sedang hamil. Wanda mengiyakan permintaan klien vvip-nya ini.
Masih ada waktu empat hari lagi. Baju Athar dan Hulya akan di kirim setelah selesai di buat. Kini keduanya pamit dari sana dan melanjutkan lagi jalan jalannya.
Hulya menyandarkan kepalanya ke lengan suaminya. Athar tersenyum simpul melihat istrinya. "Mau makan apa sayang?"
"Apa aja mas, yang penting enggak bikin mual."
"Kamu lemes banget sayang hari ini."
"Enggak tahu mas. Aku takut kehilangan kamu mas." Lirih Hulya.
Athar berhenti berjalan dan memandang istrinya yang di liputi kecemasan semenjak Maira menghubunginya. Ia berusaha meyakinkan istrinya agar tak khawatir.
Pria berbadan atletis ini tahu dari mamihnya jika wanita hamil sangat sensitif. Sebisa mungkin dirinya akan membuat istrinya ini tak berpikir macam macam padanya.
"Kita makan dulu habis itu pulang yah."
"Iya mas."
-
-
-
Tangan Hulya sedari tadi hanya mengaduk-aduk makanan. Athar yang meliriknya langsung mengambil sendok di tangan istrinya. Lamunan Hulya buyar, ia meminta lagi sendok yang diambil suaminya.
"Aku aja yang suapin kamu lama. Jangan terlalu banyak berpikir. Tidak akan terjadi apapun." Ucap Athar yang sedikit mengulti istrinya agar tak berpikiran buruk.
"Iya mas."
Athar menyuapi istrinya dengan lembut. Senyum Hulya yang teduh membuat Athar semakin mencintainya.
Banyak mata memandang ke arah pasangan ini. Beberapa wanita yang melihatnya juga merasa tersentuh atas sikap Athar.
"Makasih ya mas. Aku bisa makan sendiri kok."
"Cukup pikirkan aku dan anak kita, mengerti?"
"Iya mas."