"Salahkah aku mencintainya?" -Regina-
"Ini hanya tidur bersama semalam, itu adalah hal biasa" -Arian-
-
Semuanya berawal dari kesalahan semalam, meski pria yang tidur bersamanya adalah pria yang menggetarkan hati. Namun, Regina tidak pernah menyangka jika malam itu adalah awal dari petaka dalam hidupnya.
Rasa rindu, cinta, yang dia rasakan pada pria yang tidak jelas hubungannya dengannya. Seharusnya dia tidak menaruh hati padanya.
Ketika sebuah kabar pertunangan di umumkan, maka Regina harus menerima dan perlahan pergi dari pria yang hanya menganggapnya teman tidur.
Salahkah aku mencintainya? Ketika Regina harus berada diantara pasangan yang sudah terikat perjodohan sejak kecil. Apakan kali ini takdir akan berpihak padanya atau mungkin dia yang harus menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengubah Hal Tidak Mungkin, Menjadi Mungkin
Arian memukul pintu kaca mobil karena Regina yang sama sekali tidak merespon ketika dia memanggilnya. Kepalanya terlihat terbentur ke kemudi.
Memukul beberapa kali karena kaca jendela mobil cukup keras dan tebal, sampai tangan Arian juga berdarah dan memar baru kaca jendela mulai hancur dan pecah. Arian memasukan satu tangannya ke dalam dan membuka kunci hingga pintu mobil bisa terbuka sekarang.
Arian mengeluarkan Regina dan tasnya juga dengan menggendongnya. Mengabaikan tangannya yang masih terasa sakit.
"Arian?" Regina membuka kedua matanya, kepalanya terasa pusing sekali dan seluruh tubuhnya terasa sakit.
Arian memasukan Regina ke dalam mobilnya, mengambil minum di belakang dan memberikan padanya. Melihat darah yang mengalir di kening gadis itu membuat Arian semakin cemas.
"Minum dulu, kita ke rumah sakit sekarang"
"Argh... Kaki aku sakit"
Arian langsung memeriksa pergelangan kaki wanitanya itu. Melihat ada memar di pegerlangan kakinya. "Kita ke rumah sakit sekarang"
Setelah memberi Regina minum, Arian segera membawanya ke rumah sakit. Meski masih cukup terkejut dan panik dengan apa yang baru saja terjadi, tapi Arian mencoba untuk tetap tenang, ketika dia melihat Regina yang sekarang menyandarkan kepalanya dengan lemah ke sandaran kursi. Darah masih mengalir dari keningnya.
Arian sampai di rumah sakit, dia menggendong Regina untuk membawanya masuk.
"Argh... sakit"
"Iya Sayang, sabar dulu. Sekarang kita sudah sampai di rumah sakit, Dokter akan segera menangani kamu"
Aran membawa Regina ke dalam rumah sakit, memanggil Dokter untuk segera menanganinya. Regina di letakan di atas brangkar dan perawat itu membawanya ke ruangan pemeriksaan darurat.
Arian hanya duduk diluar ruangan dengan gelisah. Beberapa kali dia mengusap wajah kasar dan mengacak rambutnya frustasi. Luka ditangannya bahkan dia abaikan, rasa sakit tidak dia hiraukan karena pikirannya yang hanya tertuju pada Regina.
"Ya Tuhan, tolong jangan biarkan wanitaku kenapa-napa"
Menunggu hampir satu jam, Dokter baru keluar dari ruangan. Arian segera berdiri dan bertanya tentang keadaan Regina.
"Bersyukur pasien masih mengendalikan kesadaran, luka di kepalanya cukup dalam dan mengeluarkan banyak darah. Tapi sudah kami lakukan transfusi darah, karena pasien kehilangan cukup banyak darah"
"Tadi dia mengeluh kakinya sakit Dok, apa tidak papa?"
"Ah, itu hanya terkilir saja. Sudah kami pasangkan gips, untuk sementara pasien di rawat inap dulu beberapa hari sampai keadaannya benar-benar pulih"
Arian hanya mengangguk saja, setelah Dokter dan perawat itu pergi, Arian segera masuk ke dalam ruangan. Melihat Regina yang terbaring lemah di atas ranjang pasien. Jantungnya terasa hampir berhenti berdetak saat melihatnya kecelakaan. Sekarang melihat keadaannya yang seperti ini, juga membuat Arian merasa sangat lemah. Merasa dia tidak bisa menjaga Regina.
Arian duduk di pinggir tempat tidur, meraih tangan Regina dan mengenggamnya. "Kau hampir membuatku berhenti bernapas"
Regina menatap Arian, dia menipiskan bibirnya. "Aku juga tidak tahu akan menabrak pohon"
Arian menghembuskan napas kasar, dia mengecup punggung tangan Regina dengan lembut. "Dasar keras kepala! Aku sudah berteriak untuk kau berhenti dan minggir. Tapi, kau malah terus melaju dengan cepat"
"Karena aku marah sama kamu, kenapa harus datang ke rumah Alea dan mengacaukan semuanya. Adikku tidak pernah tahu tentang apa yang terjadi diantara kita"
Arian menghembuskan napas kasar, masih mencoba untuk menghilangkan rasa panik dan cemas. "Kau pergi dan tidak bisa aku hubungi. Bagaimana aku tidak cemas dengan itu? Sekarang kita buat perjanjian, agar aku tidak mencemaskanmu lagi jika kau pergi. Kemana pun kau pergi harus bicara dulu padaku, meski itu ke rumah adikmu"
Regina terdiam, menatap Arian dengan lekat. Masih berpikir jika sebenarnya diantara mereka tidak ada hubungan yang jelas. Tapi, sikap Arian benar-benar seolah dia memang memiliki Regina seutuhnya. Lamunan Regina teralihkan ketika dia melihat tangan jemari Arian yang berdarah dan luka. Regina langsung mengelus lembut darah yang mengering di jemari tangan Arian.
"Kenapa tidak mengobati luka ini?"
Arian langsung mengikuti arah pandang Regina pada tanganya. Dia menyadari jika lukanya memang cukup parah juga di tangannya ini. Memukul kaca mobil hingga pecah membuat tangannya berdarah dan memar.
"Ini tidak papa, aku hanya panik melihatmu tidak sadarkan diri tadi"
Regina mengingat sekilas bagaimana Arian yang terus memanggil namanya dengan terus memukul kaca jendela mobil agar pecah. Dia jadi merasa bersalah karena sudah membuat pria ini terluka karenanya.
"Obati dulu lukanya ya, baru kita bicara lagi. Kamu tidak bisa membiarkan luka itu terus seperti itu. Nanti bisa tambah parah"
"Kau mengkhawatirkan aku?"
Regina terdiam, memalingkan wajahnya yang tiba-tiba terasa panas. "Kamu pikir saja sendiri! Tapi kalau memang kamu tidak mau mengobati lukamu sendiri, yasudah"
Arian tersenyum lucu melihat Regina yang terlihat marah padanya karena dia yang tidak mau mengobati luka dan malah bertele-tele.
"Baiklah, aku akan obati lukanya. Sekarang kau merasakan khawatir padaku karena luka ini. Lalu, bagaimana aku yang melihatmu kecelakaan di depan mataku sendiri. Kau hampir membuatku mati"
Regina hanya mencebikan bibirnya, kecelakaan itu beruntung tidak begitu parah. Jika saja sampai keadaan Regina yang mungkin lebih parah dan mencemaskan daripada ini, Arian benar-benar bisa gila.
"Obati dulu lukanya"
"Iya, iya"
*
Arian juga tidak mungkin tidak memberitahu Alea tentang kakaknya yang mengalami kecelakaan. Akhirnya dia menghubungi Rean dan memberitahu tentang keadaan Regina sekarang.
Ketika Alea masuk ke dalam ruangan untuk melihat keadaan kakaknya, Rean malah menarik tangan sepupunya ini menuju ke taman rumah sakit. Mereka berdiri saling berhadapan di bawah lampu taman yang menyinari malam.
"Ada apa?"
"Jelaskan saja padaku, sebenarnya apa yang telah terjadi diantara kalian? Kau tidak bisa berbohong padaku, Arian"
Arian menghela napas pelan, mungkin memang tidak mungkin Rean tidak menyadari tentang hubungannya dengan Regina. Kejadian tadi di rumahnya seharusnya menjadi sebuah tanda tanya cukup besar bagi Rean.
"Kau menyukainya?" tanya Rean dengan tatapan menyelidik.
Arian kembali menghembuskan napas kasar. "Tidak hanya suka, tapi aku mencintainya"
Rean mengusap wajah kasar, dia sudah menduga tentang hal ini. Melihat sikap Arian yang tidak biasanya saat menyusul Regina di rumahnya tadi, sudah cukup membuat Rean melihat tatapan yang berbeda dari Arian pada Regina.
"Arian, kau bahkan sudah terikat perjodohan sejak kecil. Rasanya tidak mungkin jika kalian harus bersama sekarang"
"Aku tahu, tapi aku akan berusaha untuk bisa bersamanya"
Berusaha mengubah hal yang tidak mungkin, menjadi mungkin.
Bersambung
semoga reghina slalu baik baik dan kandungan nya sehat,,,Samuel beri perlindungan pada reghina..takut ada yg mencelakai nya
Mungkin ada keajaiban esok hari