Arumi Bahira, seorang single mom dengan segala kesederhanaannya, semenjak berpisah dengan suaminya, dia harus bekerja banting tulang untuk membiayai hidup putrinya. Arumi memiliki butik, dan sering mendapatkan pesanan dari para pelanggannya.
Kedatangannya ke rumah keluarga Danendra, membuat dirinya di pertemukan dengan sosok anak kecil, yang meminta dirinya untuk menjadi ibunya.
"Aunty cangat cantik, mau nda jadi mama Lion? Papa Lion duda lho" ujar Rion menggemaskan.
"Eh"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kikoaiko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 25
Suasana di area kolam renang pagi itu begitu meriah. Sorak sorai para orang tua memenuhi udara, menciptakan riuh yang menegangkan namun penuh semangat. Para peserta lomba, lengkap dengan perlengkapan renangnya, telah berbaris rapi di garis start—siap menyelam dalam pertarungan prestasi.
Di antara kerumunan itu, Shaka berdiri kaku. Kacamata renangnya sudah terpasang rapi, namun matanya masih mencari. Ia memindai setiap wajah di tribun, berharap menemukan satu sosok yang ia rindukan: Arumi. Namun harapan itu perlahan-lahan runtuh saat wajah yang dicarinya tak kunjung muncul. Kedua sepupunya pun tak tampak. Hatinya mengerut. Keringat dingin mulai bercampur dengan air mata yang dia tahan mati-matian.
“Papa dan mama saja tidak peduli, apalagi tante Arumi… dia pasti lebih pilih butik ketimbang aku yang bukan siapa-siapanya,” bisiknya lirih pada dirinya sendiri, nyaris tenggelam di antara sorakan yang semakin membahana.
Namun saat aba-aba diberikan dan para peserta mulai bersiap, Shaka menarik napas panjang. Ia mencoba menyingkirkan kekecewaan dan berdiri tegak, walau kakinya bergetar. Di balik kesunyian hatinya, ada bara kecil yang masih menyala—tekad.
Tepat saat itu...
“KAK CHAKA!!”
Teriakan lantang dan nyaring itu menembus riuh penonton. Shaka menoleh cepat. Matanya membelalak—Bella dan Naka, berdiri sambil melompat-lompat dan melambaikan tangan ke arahnya. Di samping mereka, Arumi berdiri, senyumnya lebar, dan matanya berkaca-kaca menatapnya penuh kebanggaan.
“KAK CHAKA, CEMANGAT!” seru Bella dengan semangat membara, sementara Naka ikut berteriak dan menari kecil di tempat. Penonton di sekitarnya ikut tersenyum melihat tingkah dua anak kecil itu.
Senyum tipis akhirnya muncul di wajah Shaka. Ia mengangkat tangannya tinggi-tinggi, membalas lambaian itu, dan rasa hangat menjalari dadanya. Ia tidak sendiri. Ia tidak dilupakan.
“Tante nggak tahu masalah keluarga kamu, Nak... tapi tante harap kamu kuat,” bisik Arumi lirih dari kejauhan.
Sementara itu, di bangku penonton, Bella masih terlihat kesal.
“Kamu cih, pakai acala belak cegala, hampil aja kita ketinggalan gala-gala kamu,” omelnya pada Naka.
“Bukan calah Naka! Itu panggilan alam! Kalau tidak dibuang bica macuk lumah cakit,” balas Naka, membela diri dengan nada polos yang membuat Arumi hanya bisa tersenyum pasrah.
“Sudah, jangan berantem. Duduk, pertandingannya sebentar lagi mulai,” ucap Arumi menengahi. Ia menuntun keduanya ke kursi penonton.
Tepat saat wasit meniup peluit, semua peserta langsung melompat ke dalam air dengan gerakan yang hampir serentak. Air kolam beriak hebat saat mereka menerjang masuk.
"1,"
hitungan pertama terdengar, suara wasit memecah keheningan.
"2," hitungan kedua mengikuti, semakin menambah ketegangan.
"3," dan dengan hitungan terakhir, suasana menjadi riuh saat semua peserta menggunakan kekuatan penuh mereka.
Shaka, yang berada di urutan ketiga, mengayuh dengan cepat. Matanya fokus ke depan, menargetkan dua peserta di depannya. Setiap tarikan nafasnya teratur, setiap gerakan kakinya kuat dan stabil, membelah air dengan kecepatan yang mengagumkan. Otot-ototnya bergerak dalam harmoni sempurna, berusaha keras untuk mendapatkan keunggulan.
Dengan setiap ayunan tangan, dia semakin mendekati peserta di depannya. Air menyembur ke samping saat dia meningkatkan kecepatannya, detak jantungnya berdegup kencang, seakan berpacu dengan ritme yang dia tetapkan dalam renangnya.
Wajahnya menunjukkan determinasi yang kuat, tak ada keraguan atau kelelahan yang terlihat, hanya keinginan murni untuk mencapai garis finish lebih dulu. Shaka terus mendorong dirinya, setiap detik di dalam air adalah perjuangan untuk menjadi yang terdepan.
"AYO SAYANG, SEMANGAT! KAMU BISA" teriak Arumi.
Suara teriakan Arumi bergema di stadion renang, menyemangati Shaka, yang dengan gigih berenang melawan arus kompetisi. Di sampingnya, Bella dan Naka mengibarkan bendera kecil dengan wajah Shaka tercetak di sana.
Di sampingnya, Bella dan Naka mengibarkan bendera kecil bergambar wajah Shaka. “KAK CHAKA, CEPAT CUCUL MELEKA CEMUA!!” seru Bella heboh, sementara Naka menirukan gaya berenang dengan lucunya.
Di dalam kolam, Shaka, yang awalnya tertinggal, terpacu oleh sorakan yang memenuhi telinganya. Setiap kali lengannya menarik air, dia bisa mendengar suara Arumi dan ke dua sepupunya, yang memberinya kekuatan ekstra.
Wajahnya yang tadinya tegang mulai tersenyum tipis, merasakan dukungan yang tak terhingga dari keluarganya. Dengan dorongan adrenalin yang baru, dia mengejar dan akhirnya melampaui satu per satu pesaingnya, mendekati garis finish dengan kecepatan yang meningkat.
Arumi, dengan mata yang berbinar, menggenggam tangan Bella dan Naka, merasakan setiap detik pertarungan yang dilalui oleh Shaka. Sorakan mereka semakin keras, seakan-akan memberikan kekuatan super kepada Alvaro yang kini hanya tinggal beberapa meter dari kemenangan.
Pritttt!
Peluit kembali terdengar. Perlombaan usai.
“Yeaaaay!! Kak Chaka menang!” jerit Bella dan Naka serempak, menari-nari di tempat. Beberapa penonton bahkan tertawa gemas melihat aksi mereka.
“Ayo kita samperin kakak, kita kasih selamat!” ajak Arumi. Mereka bertiga segera turun, bergegas menuju Shaka.
Shaka berlari menghampiri mereka, masih meneteskan air dari tubuhnya. “Tante! Aku menang!” serunya bahagia, lalu memeluk Arumi erat-erat.
Arumi membalas pelukan itu dengan lembut. “Kamu memang hebat, Nak. Papa dan mama kamu pasti bangga punya anak seperti kamu.”
Tapi Shaka menatapnya, senyumnya sedikit pudar. “Nggak mungkin. Sampai sekarang pun mereka nggak pernah telepon.”
Arumi mengusap bahunya lembut. “Jangan begitu, sayang. Mungkin mereka sedang sibuk, sedang berjuang buat kamu. Lain kali, kamu hubungi mereka dulu ya, jangan tunggu. Mungkin mereka tidak tahu. Tapi tante percaya, mereka pasti sayang.”
Shaka hanya mengangguk. Ia sadar, selama ini ia hanya diam, menunggu, bukan mencoba.
Namun sebelum suasana terlalu haru...
“Selamat, jagoan om. Om yakin kamu pasti menang hari ini.”
Suara itu membuat semua menoleh.
“OM AL!” pekik Shaka.
Di sana, berdiri Alvaro, mengenakan kemeja santai dengan tangan terbuka lebar. Shaka langsung melesat ke dalam pelukannya. Air matanya nyaris tumpah lagi, kali ini bukan karena kecewa, tapi karena lega.
“Om datang buat support. Maaf kalau selama ini om sibuk,” ujar Alvaro sambil mengusap kepala Shaka.
Shaka mengangguk cepat. Kehadiran pamannya menghapus seluruh rasa sedih yang tadi menggelayuti dadanya.
Arumi tersenyum lega. Ia tahu, kehadiran Alvaro berarti besar untuk Shaka. Tepat waktu, meski nyaris saja terlambat.
Flashback On
Setelah meeting panjang dengan klien, Alvaro melirik jam tangannya.
“Masih sempat nggak, Jun?” tanyanya pada asistennya.
Ajun menjawab mantap, “Kalau buru-buru, sempat, Tuan.”
Alvaro mengangguk. “Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Sudah terlalu sering dia kecewa.”
Ajun segera melajukan mobil dengan cepat menuju sekolah Shaka.
Flashback Off
Dan di tepi kolam renang itu, Shaka berdiri tegak—bukan hanya sebagai pemenang lomba, tapi juga sebagai anak yang akhirnya merasa cukup. Cukup dicintai, cukup dihargai, dan cukup berharga.
seharusnya ganti tanya Arumi
bagaimana servisku jg lbh enakan mana sm clara wkwkwk
Alvaro menyesal menghianati clara
kok minta jatah lagi sama arumi
itu mah suka al