dapat orderan make up tunangan malah berujung dapat tunangan.Diandra Putri Katrina ditarik secara paksa untuk menggantikan Cliennya yang pingsan satu jam sebelum acara dimulai untuk bertunangan dengan Fandi Gentala Dierja, lelaki tampan dengan kulit sawo matang, tinggi 180. Fandi dan Diandra juga punya kisah masa lalu yang cukup lucu namun juga menyakitkan loh? yakin nggak penasaran?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon gongju-nim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
016. Jebakan Jodoh
Diandra tengah berada disalah satu supermarket, keperluan sehari-harinya sudah banyak yang habis. Diandra yang sebenarnya sedang mager keluar karena cuaca sangat panas terpaksa pergi karena stok makanannya juga habis, perutnya sangat lapar. Ingin pesan online tapi kemaren sudah pesan, Diandra memutuskan untuk memasak saja. Kalau Ketahuan sang bundadari, maka Diandra akan dimarahi karena terlalu sering pesan online.
"Masak apa ya enaknya?" Diandra bermonolog sendiri sembari mengetuk pelan dagunya.
"Rendang enak."
Suara sahutan yang tepat di sebelah telinga kanannya membuat Diandra reflek membalikan badan. Fandi tanpa rasa bersalah tersenyum menatap wanita cantik di depannya, jarak keduanya bahkan sangat dekat. Kalau dilihat secara dekat begini Diandra sangat cantik dengan wajah tanpa makeup. Terkesan manis dan sangat imut, namun jika sedang menggunakan makeup, Diandra terlihat seperti wanita judes karena wanita itu sering menggunakan brown makeup sebagai penyempurna penampilannya.
"Mundur." Diandra mendorong kening Fandi menggunakan jari telunjuknya, dirinya tidak lagi bisa menahan salting ketika ditatap sangat dalam oleh Fandi.
"Beli apa?" Fandi bertanya iseng pada Diandra, jika dilihat dari isi troli yang wanita itu dorong, maka dapat dipastikan bahwa Diandra tengah berbelanja bulanan.
"Kepo." Diandra menjawab cuek pertanyaan Fandi, tangannya kembali lincah memilih-milih barang di rak, lalu memasukkannya ke troli.
"Oke." Fandi menganggukkan kepala ringan. "Udah makan?" Fandi ikut membantu Diandra mendorong troli.
"Belum? Kenapa mau beliin?" Diandra melirik singkat pada Fandi.
"Aku juga belum makan, makan siang bareng yuk."
Pernyataan Fandi sukses membuat Diandra terdiam mematung. Wanita itu menatap Fandi yang saat ini memakai loose jeans berwarna denim, kemeja polos hitam lengan panjang sebagai outer, serta kaos putih sebagai outer. Ditambah topi dan sepatu yang juga berwarna hitam membuat ketampanan Fandi bertambah berkali-kali lipat dimata Diandra.
Tapi itu semua Diandra abaikan, perkataan Fandi lah yang membuat Diandra mematung. Diandra ingin baper tapi takut salah dengar, Fandi memakai kata 'aku' saat berbicara dengannya. Gebrakan baru lagi dari lelaki yang mempunyai tinggi 180 itu.
"Apa tadi?" Diandra kembali bertanya untuk memastikan.
"Makan siang bareng aku. Mau?" Fandi mengulangi perkataannya dengan nada lembut.
Ternyata Diandra tidak salah dengar, Fandi memang menyebut dirinya dengan 'aku'. Lutut Diandra rasanya lemas, pasalnya ini kali pertama Fandi menggunakan kata 'aku' saat berbicara dengan dirinya. Dulu Fandi menggunakan kata 'saya', hal itu jelas membuat Diandra sedikit kelabakan mengontrol hati. Jantungnya deg-degan, bibirnya menahan senyum, dan yang paling penting, kakinya. Diandra rasa kakinya tidak sanggup berjalan lagi.
Tapi apa ini semua, tidak mungkinkah Diandra salah tingkah hanya karena Fandi menggunakan kata 'aku'. Sangat tidak mungkin, Diandra mengerjapkan mata. Dirinya harus kembali ke realita. Tidak boleh lagi masuk kedalam perangkap Fandi. Tidak boleh. Diandra segera menggelengkan kepalanya.
"Kenapa? Kamu nggak mau?" Fandi berkata dengan nada yang terdengar frustasi.
Lelaki itu sangat merasa frustasi sekarang. Meluluhkan hati Diandra tidak lagi mudah sekarang. Jujur saja Fandi mengutuk dirinya dimasa lalu. Menyesal karena menyia-nyiakan Diandra. Kini lelaki itu mengerahkan segala kemampuan, daya, dan upaya yang dirinya punya agar Diandra mau dengannya lagi. Kali ini perahu mereka harus berlayar, Fandi agak sedikit memaksa Tuhan agar Diandra menjadi jodohnya.
Diandra ingin menolak, namun rasa laparnya tidak bisa lagi ditoleransi. Selain itu dirinya juga ingat petuah yang Ferdinand berikan, lelaki gemulai itu sempat berkata 'porotin, anggap aja itu sebagai kompensasi rasa sakit lu dimasa lalu'. Kalimat itulah yang Ferdinand gaungkan ketika Githa mengungkapkan siapa Fandi ketika keempat sahabat itu bercerita tentang siapa Fandi, Randu, dan Jerry.
"Yaudah, aku mau bayar dulu. Di restoran depan aja. Aku laper banget." Diandra akhirnya mengikuti kata hatinya dan membiarkan egonya kalah lagi kali ini. Lain kali, Diandra akan memakai egonya untuk menolak Fandi. Lain kali.
Fandi dan Diandra segera berjalan menuju kasir. Keperluan Diandra juga sudah dimasukkan kedalam troli semua, bahkan snacks juga sudah. Drama di depan kasir kembali terjadi, Fandi ingin membayar semua belanjaan Diandra dan menggabungkannya dengan belanjaan dirinya namun Diandra menolak. Dan Diandra kembali kalah, kasir supermarket keburu mengambil debit card yang Fandi sodorkan ketika Diandra sedang riweh mengorek isi tas untuk mencari debit card miliknya.
"Nanti giliran aku yang bayar." Diandra berbisik pelan pada Fandi yang berdiri disampingnya.
Fandi terkekeh pelan mendengar perkataan Diandra. Keduanya tengah menunggu kasir mencetak struk belanjaan. Drama singkat yang terjadi di depan meja kasir tentu saja menarik perhatian orang-orang yang sedang antre dibelakang mereka.
"Aduh, langgeng ya kalian. Ibu jadi ingat pas masih pacaran dulu. Suka rebutan siapa yang bayar juga." Seorang ibu-ibu tiba tiba menyeletuk dari belakang.
Celetukan tersebut membuat Fandi dan Diandra saling pandang. Fandi kembali terkekeh, sedangkan Diandra terlihat cemberut.
"Ibu bisa aja. Calon istri saya memang beda dari yang lain Bu." Fandi menjawab asal yang sukses membuat Diandra makin cemberut.
Setelah kasir memberikan struk dan debit card, Diandra segera mengambil kantong-kantong belanjaannya. Lalu berpamitan kepada ibu-ibu itu dengan ramah. Fandi kembali terkekeh, dirinya segera mengambil debit card dan meminta tolong kasir membuang struk belanjaannya.
"Saya duluan ya Bu." Fandi sedikit menundukkan kepala pada ibu-ibu tersebut.
"Oh iya mas, semoga lancar sampai hari H ya mas." Ibu-ibu tersebut kembali nyeletuk setelah tak sengaja melihat cincin yang melingkar di jari manis Fandi dan Diandra.
"Aah, iya. Terimakasih Bu sekali lagi."
Fandi segera menyusul Diandra keluar, dirinya sempat bingung bagaimana ibu-ibu itu bisa tau sedangkan dirinya sendiri tidak mengenal siapa ibu-ibu itu. Diandra juga sepertinya tidak mengenal melihat gelagat wanita itu. Tak ingin ambil pusing, Fandi menghampiri Diandra yang tengah berdiri sembari membawa dua kantong penuh belanjaan dimasing-masing tangan kanan dan kirinya.
"Kamu bawa mobil?" Diandra bertanya ketika Fandi berdiri tepat disebelahnya.
"Bawa. Kamu nggak bawa?"
Fandi menatap Diandra tepat di bola mata gadis itu. Bola mata berwarna coklat terang yang masih menjadi favorit Fandi hingga kini.
"Enggak, tadi aku naik ojek. Aku titip barang dulu boleh?"
"Boleh. Sini aku aja yang bawa."
Fandi mengambil kantong-kantong belanjaan milik Diandra lalu membawanya kearah dimana mobilnya terparkir. Setelah membuka kunci, Fandi membuka bagasi lalu memasukan empat kantong belanjaan Diandra kedalam sana.
"Kamu beli apa? Kok kayak nggak bawa apa-apa?" Diandra bertanya heran.
Wanita itu baru sadar bahwa Fandi tidak membawa apapun sejak mendadak berbisik di sampingnya.
"Beli minum, sama rokok." Fandi mengeluarkan minumannya dari saku belakang celananya.
Diandra hanya mengangguk saja. Pantas barang belanjaannya tidak terlihat, Fandi menyimpannya di saku belakang yang tertutup oleh kemeja lelaki itu. Diandra sedikit heran, banyak minimarket disekitar sini tapi kenapa Fandi justru singgah ke supermarket hanya untuk membeli dua barang saja.