NovelToon NovelToon
Terpaksa Menikah Dengan Kakak Mantan

Terpaksa Menikah Dengan Kakak Mantan

Status: tamat
Genre:CEO / One Night Stand / Hamil di luar nikah / Pengantin Pengganti / Cinta Seiring Waktu / Menikah dengan Kerabat Mantan / Tamat
Popularitas:4.2M
Nilai: 5
Nama Author: Mommy Ghina

Kekhilafan satu malam, membuat Shanum hamil. Ya, ia hamil setelah melakukan hal terlarang yang seharusnya tidak boleh dilakukan dalam agama sebelum ia dan kekasihnya menikah. Kekasihnya berhasil merayu hingga membuat Shanum terlena, dan berjanji akan menikahinya.

Namun sayangnya, di saat hari pernikahan tiba. Renaldi tidak datang, yang datang hanyalah Ervan—kakaknya. Yang mengatakan jika adiknya tidak bisa menikahinya dan memberikan uang 100 juta sebagai ganti rugi. Shanum marah dan kecewa!

Yang lebih menyakitkan lagi, ibu Shanum kena serangan jantung! Semakin sakit hati Shanum.

“Aku memang perempuan bodoh! Tapi aku akan tetap menuntut tanggung jawab dari anak majikan ayahku!”



Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17. Melayani Suami

Langkah-langkah Ervan terdengar mantap saat ia mendekati meja dessert. Setelan jas broken white-nya masih rapi, namun ada aura dingin yang terasa menguar dari gestur tubuhnya yang kaku dan sorot matanya yang tajam. Tia dan Shanum saling melirik sekilas, lalu segera membetulkan senyum ramah mereka. Wajah profesional dipasang sebaik mungkin, seolah tak ada hal aneh yang sedang terjadi.

Shanum berdiri sedikit lebih tegak, menggenggam lap kecil di tangannya erat-erat agar telapak tangannya yang berkeringat tak terlalu terlihat. Ia tahu, Ervan akan berhenti di meja ini. Dan kenyataannya, pria itu benar-benar berhenti di depan mereka.

Ervan melirik Tia dari atas ke bawah dengan cepat, lalu berdecih pelan. “Masih juga ikut-ikutan berdiri di sini,” gumam Ervan, nyaris tak terdengar.

Tia memasang senyum seadanya, menahan diri untuk tidak menyahut. Shanum yang berdiri di sampingnya, hanya melirik sekilas ke arah pria itu, lalu menunduk lagi.

Tanpa basa-basi, Ervan menunjuk beberapa kue di bagian tengah meja.

“Yang itu. Ambilkan buat saya,” ucapnya dingin, lalu menoleh pada Shanum seolah mereka tak saling mengenal. “Kamu, tolong antarkan juga satu cappuccino ke meja kosong di pojok sana. Bukan yang VIP, ya. Yang dekat jendela.”

Shanum hanya mengangguk pelan. “Baik, Pak.”

Tidak ada nada protes. Tidak ada pengakuan. Tidak ada keretakan di suara mereka. Tapi ketegangan itu seperti asap tak kasat mata yang menyelubungi meja dessert mereka.

“Biar aku aja, Sha—” Tia buru-buru menawarkan bantuan, merasa tidak nyaman melihat pria itu begitu merendahkan.

Namun Shanum mengangkat tangan pelan, menolak halus. “Nggak apa-apa, Mbak. Biar Shanum yang antar.”

Ervan tersenyum tipis, entah menghina atau sekadar puas karena permintaannya tidak ditolak. Ia berbalik, melangkah menuju meja yang tadi ia tunjuk. Posisinya memang di sudut ruangan, jauh dari meja VIP, dan agak tersembunyi oleh tirai tanaman rambat yang menghias kaca besar.

Dengan tangan cekatan, Shanum mengambil piring kecil berisi dua potong eclair dan satu macaron warna pastel, lalu menaruhnya di nampan kecil bersama secangkir cappuccino yang ia tuangkan sendiri dari mesin. Tangannya sedikit bergetar, tapi ia menjaga agar tidak ada cairan yang tumpah.

Langkahnya mantap saat menuju meja sudut. Senyum ramah masih bertahan di wajahnya, meski ada perang batin yang mulai menari di benaknya.

Apa maksud semua ini? Kenapa dia bersikap seolah Shanum cuma staf katering biasa? Kenapa dia pura-pura tidak kenal? Ah, ya, sudahlah, bagus kalau begitu.

Tapi Shanum tahu jawabannya. Di dunia seperti ini, rahasia lebih sering dijaga dengan kebohongan daripada kebenaran. Dan dalam permainan ini, mereka berdua sudah tahu perannya masing-masing.

Ervan duduk sambil memainkan layar ponselnya, sembari membaca kartu nama toko kue yang sempat ia ambil di meja dessert. Saat Shanum meletakkan nampan di atas meja, pria itu tidak langsung menatapnya.

“Silakan, Pak,” ucap Shanum datar, sopan, namun tanpa emosi.

Ervan mendongak. Pandangan mereka bertemu hanya sekilas, tapi cukup untuk saling menyampaikan ribuan kata yang tak bisa diucapkan. Mata Shanum jernih, tapi terlihat mengeras. Ia menatap Ervan seperti seorang asing—bukan suami.

“Terima kasih,” jawab Ervan akhirnya, masih dengan nada yang dibuat formal.

Shanum mengangguk, lalu membalikkan badan. Tapi belum sempat ia benar-benar melangkah pergi, suara Ervan memanggil pelan namun jelas.

“Tunggu.”

Langkah Shanum terhenti. Ia menoleh, hanya sedikit. “Ada yang bisa saya bantu lagi, Pak?”

Ervan bersandar ke kursinya. Pria menatap wajah istrinya itu. Wajah yang belum lama dikenalnya, tapi sudah mulai menguasai pikirannya selama beberapa hari ini.

“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Ervan setengah berbisik. “Kenapa harus ada di acara ini, atau jangan-jangan kamu punya rencana licik?”

Shanum tersenyum tipis. “Karena saya bekerja, Pak. Bukan kebetulan. Saya dapat job dari vendor utama untuk handle bagian dessert table. Tugas saya hari ini membuat semua tamu senang, termasuk Bapak.”

Nada sopan itu terdengar seperti tamparan bagi Ervan. Ia ingin berkata sesuatu lagi, tapi Shanum mendahuluinya.

“Ck, bekerja, bukannya kemarin kamu habis melayani p—“

“Kalau tidak ada yang perlu dibantu lagi, saya pamit dulu. Masih banyak tamu lain yang harus saya layani.” Selaan itu disertai anggukan kecil, lalu Shanum benar-benar pergi, meninggalkan pria itu sendiri di meja yang belum menyelesaikan ucapannya.

Ervan hanya bisa memandangi punggungnya. Ada sesak dan kesal yang tiba-tiba menjalar ke dada. Ia menengadahkan kepala, tangannya terkepal kuat. Jawaban Shanum tampaknya tidak memuaskan jiwanya yang penuh dengan tanda tanya.

Isi kepalanya sudah penuh, tapi tak bisa ia keluarkan pada saat itu juga. Andaikan saja bertemu di tempat yang berbeda, mungkin Ervan sudah mencecarnya dengan berbagai pertanyaan.

...***...

Sementara itu, di dekat meja utama, Tia memandangi Shanum dengan tatapan khawatir. “Kamu nggak apa-apa?”

Shanum tersenyum, kali ini lebih lembut. “Shanum nggak apa-apa, Mbak. Serius.”

Tia mengangguk pelan. “Kalau kamu mau istirahat sebentar, aku bisa jagain di sini.”

Shanum menggeleng. “Mbak Tia aja dulu yang duluan makan siang, setelah itu baru Shanum.”

Kembali ia berdiri tegak, kembali melayani tamu-tamu lain yang datang. Dalam hati, Shanum tahu hari ini tidak akan mudah. Tapi ia juga tahu, kehadirannya hari ini bukan untuk menangisi masa lalu, melainkan menunjukkan bahwa ia bisa berdiri, dengan atau tanpa Ervan bahkan Renaldi.

Dan saat Shanum sibuk membereskan piring-piring kosong, Meidina dan Ervan kembali berkeliling. Kini mereka tampak berdiri cukup lama di dekat spot selfie booth, dikerubungi kamera dari para tamu dan fotografer resmi acara.

“Senangnya bisa punya pasangan yang mendukung seperti Pak Ervan,” ujar seorang tamu wanita sambil tersenyum iri.

Meidina tertawa kecil. “Saya yang beruntung punya dia.”

Ervan hanya tersenyum kaku. Matanya sesekali melirik ke arah Shanum yang tak jauh dari sana, seolah ingin memastikan keadaan perempuan itu. Tapi Shanum tidak menoleh. Ia terlalu sibuk dengan pekerjaannya, dan lebih sibuk lagi dengan pikirannya sendiri.

...***...

Menjelang pukul 13.30 siang, suasana acara mulai lebih longgar. Beberapa tamu mulai berpamitan, sebagian sibuk mengambil foto terakhir.

Meidina berjalan mendekati Shanum kembali, kali ini membawa dua piring kecil kosong.

“Terima kasih, ya. Ini acaranya jadi sempurna banget berkat kerja keras kalian,” ujarnya ramah.

Shanum mengangguk sopan. “Kami senang bisa membantu, Bu. Terima kasih sudah mempercayai tim kami.”

Meidina sempat menatap wajah Shanum sejenak. Ada sedikit kerutan di alisnya, seperti menyadari sesuatu, tapi tak mengatakan apa-apa. Ia hanya tersenyum, lalu menyerahkan piring ke gadis itu.

Ketika wanita itu berbalik dan menggamit lengan Ervan yang kembali berdiri di sampingnya, tatapan Ervan dan Shanum kembali bertemu. Kali ini, Shanum tersenyum tipis—bukan getir, bukan sedih. Hanya senyum tenang. Senyum yang memberi tahu bahwa ia akan baik-baik saja, tanpa harus menjadi siapa-siapa di kehidupan pria itu.

Dan Ervan? Ia hanya bisa menatap kembali, membiarkan senyum itu menghantui pikirannya.

...***...

Tepat saat Shanum mengangkat nampan kosong dan bersiap untuk membawa ke belakang, Mama Diba ada di hadapannya.

Bersambung ... ✍️

1
Sandisalbiah
LUAR BIASA
Sandisalbiah
selalu keren karya² mom Ghina tp tetep gak bisa move on dr cerita Ghina dan Richard..
Sandisalbiah
dia tdk berniat menyakiti Ervan tp.. dia niat banget buat menyakiti Shanum.. sama aja itu dodol....
Sandisalbiah
jd kasihan ama Ikhsan.. pontang panting sampe gak ada waktu buat istirahat krn bos nya...
Sandisalbiah
Meirin emang gak waras dia.. stres krn kehilangan segalanya... ATM berjalan plus klinik hasil dr morotin duit Evan..
Sandisalbiah
hah.. dasar rubah licik.. udah hancur hidupnya tp masih berulah.. sekalian di blangsakin aja itu si Mending, biar buat vidio tik tok dia di jeruji besi
Sandisalbiah
hah.. emang itu org gak lihat berita viral ya.. kan udah di klarifikasi semua ama Ervan dan org kantor tentang isu murahan yg di tebar Meidina... tp emang dasarnya rubah.. temennya juga pasti satu spesies ama dia, jelas belain itu rubah betina lha
Sandisalbiah
hem.. mas Ervan...!!
Sandisalbiah
sikapmu ini semakin membuktikan, Meidina kalau perasaanmu ke Ervan itu adalah obsesi bukan cinta, kau terlalu nyaman krn Ervan selalu memanjakan mu secara pinansial makannya kamu gak rela kehilangan dia, sumber uangmu..
Sandisalbiah
berawal dr kesadaran Reinaldi dan semuanya akan menyusul menjadi lebih baik dannn itu artinya.. awal kehancuran utk Meidina dan keluarganya...
Sandisalbiah
wajar Shanum histeris... dan Meidina... giliranmu buat gak bisa tdr nyenyak... siap siap buat kehilangan semua ketenangan dlm hidupmu, bahkan mungkin kamu akan segera kehilangan kewarasanmu walau nyatanya kamu memang sudah tdk waras dgn membuat berita hoax ini
Sandisalbiah
jgn terlalu jumawa dgn pencapaiannya saat ini, Meidina... hal apapun yg di awali dgn kecurangan, kelicikan.. sebagus apapun itu gak akan pernah berakhir baik.. siap siap aja utk meratapi nasib burukmu nanti...
Sandisalbiah
kalau jaman dulu cinta di tolak dukun bertindak tp jaman sekarang cinta di tolak berita viral bertindak.. mereka memanfaatkan media sosial buat menebar gosip, fitnah dan bahkan ujaran kebencian...
Sandisalbiah
hati-hati Meidina... jgn sampai ini justru menjadi jalan buat kehancuran mulai sendiri..
Sandisalbiah
si tuan labil yg berakhir jd bucin..
Sandisalbiah
hem.. takdir membuat Ervan harus berada di sana dan kondisi Shanum juga jd alasan si bibi harus mengizinkan Ervan buat mendekat krn kondisi Shanum lebih utama
Sandisalbiah
usia hanya deretan angka.. tua tak menjamin seseorang bisa bersikap dewasa dan bijaksana.. contohnya Diba dan Nunuk.. walau usia Nunuk lebih muda tp cara pandang, sikap dia jauh lebih bijaksana dr Diba yg notabene nya sebagai kakak...
Sandisalbiah
ini org ngomong pd gak pake otak ya.. bilang masih cinta tp menyakiti sampai sedalam itu... hah..
Sandisalbiah
nyatanya anak anda yg kalian banggakan selepel gak lebih baik dr seorang perampok.. sempurna bibit bebet bobot tp nyatanya kalian gak lebih dr keluarga linta penghisap.. yg akhirnya akan jd benalu dlm hidup Ervan... pantas aja kalian gak terima ank kalian di tinggalkan Ervan krn kalian gak mau kehilangan tambang emas yg akan menopang hidup kalian.. dasar siluman rubah..
Sandisalbiah
* 𝓴𝓪𝓵𝓪𝓾 𝓼𝓾𝓭𝓪𝓱 𝓽𝓲𝓪𝓭𝓪 𝓫𝓪𝓻𝓾 𝓽𝓮𝓻𝓪𝓼𝓪 *
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!