Siti tak bisa mencegah sahabatnya berbuat tak senonoh bersama kekasihnya di sebuah pemandian air panas Gunung Keramat.
Kejadian memalukan itu mengundang kemurkaan para penunggu gunung. Masyarakat setempat sejak dulu percaya ada sejenis siluman ular pertapa di tempat itu, yang mana jika menggeliat bangun longsor tercipta, jika membuka mulutnya maka mata air deras membuat banjir bandang melanda desa-desa di bawahnya.
Malam itu Siti yang nekad menyusul temannya ke pemandian air panas mengalami kerasukan. Rohnya ditukar oleh Siluman ular pertapa itu, Roh Siti ada di alam jin, dan tubuh Siti dalam kendali Saraswati Sang Siluman berkelana di alam manusia, berpura-pura menjadi mahasiswi pada umumnya.
Di alam manusia, Saras dikejar-kejar oleh Mekel dan Jordan, wakil presiden BEM dan Presiden BEM itu sendiri. Sedangkan di alam jin, Siti malah membuat seorang Pangeran harimau bernama Bhre Rakha jatuh hati.
Bhre Rakha mau membantu Siti mendapatkan kembali tubuhnya, asal mau menikah dengannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Lions, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 Presiden BEM Klepek-Klepek
Wira mengangguk kemudian berjalan pulang ke rumah untuk berkemas-kemas. Hanya keluarga kerajaan dan para jin pertapa yang mampu membuka portal gaib ke alam manusia, siapapun jin yang ingin menyeberang harus punya izin resmi dari kerajaan serta mematuhi segala peraturan yang berlaku. Keselamatan kaum jin di alam manusia juga di luar tanggungjawab kerajaan.
Kini Rakha bagaikan kupu-kupu kasmaran yang terbang riang menghampiri bunganya. Siti di sana melipat tangan di depan dada, "ngomong apa aja tadi ? Ngomongin gue ya ?"
"Yeee PD," ujar sang Pangeran mencubit hidung manis itu.
"Sekarang kita mau kemana ? Di sini panas," tanya Siti mengipas-kipas tangannya sendiri.
"Kita cari yang seger-seger di pasar raya jin, ayo !" ajaknya.
"Pasar raya jin ?" gumam mahasiswi ini mengikuti Pangeran Rakha naik kereta kuda.
'Tuk tik tak tik tuk,' kereta kuda sejenis dokar tapi dengan gaya yang elegan dan ditarik 4 ekor itu melaju menuruni perbukitan melewati hutan ke pusat perdagangan bangsa jin.
Jin juga sama seperti manusia, aktivitasnya hampir sama saja, tapi kehidupan mereka lebih sederhana. Siti turun di sebuah pusat perbelanjaan, "mirip pasar tradisional," komentarnya.
"Ini pasar internasional, banyak barang-barang dari luar kerajaan yang dijual pendatang di sini, liat itu ! Itu ada mumi Mesir datang jauh-jauh menjual minyak nyong-nyong," ujar Rakha menunjuk.
Siti bergidik melihat sosok penuh perban dari ujung kepala hingga ujung kaki di salah satu lapak Timur Tengah itu, "orang Arab di alam manusia juga sama jual parfum biasanya."
"Kalau yang itu… itu vampir China," ujar Rakha menunjuk lagi.
"Mereka jual apa ?" tanya Siti kembali ngeri, tapi kan mereka gak bisa jalan normal, jalannya loncat, kalau dikasih jimat gak bisa gerak, yaaah gak seberapa serem sih.
"Jual banyak hal, hampir semua ada, mulai dari cemiti, sendok, manisan, pakaian, kain, perhiasan banyak lah.. tapi jangan terlalu berharap pada kualitasnya," kata Rakha.
"Iya namanya juga made in China," ujar Siti angguk-angguk mengerti.
"Sekarang ayo jalan ke lapak orang Jawa, mereka pedagang terbaik di pasar ini, ayo !" ajak Rakha menggandeng salah satu tangan lembut itu.
Siti tersenyum mengikuti kemana Rakha melangkah, ia tengok ke belakang sebentar, ada sepasukan penjaga bersenjata lengkap mengiring. "Dikawal begini rasanya kayak… spesial banget, gue berasa jadi princess asli," gumam Siti.
"Apa ?" tanya Rakha.
"Gak pape," jawab Siti terus melangkah sambil tengok kanan dan kiri.
Lapak orang Jawa menjual aneka makanan enak, ada sate kijang, ada bubur sruntul jin, ada ayam cemani rica-rica, ada es oyen, semuanya dibungkus daun jati atau daun pisang.
"Buk, es oyen sama sate kijang 2 porsi dimakan di sini," kata Pangeran Rakha memesan.
"Baik, Pangeran, silahkan, saya sediakan meja terbaik," kata penjual yang berpakaian surjan itu, untung saja jin yang satu ini penampilannya lumayan normal.
"Sate kijang ? Di alam ni satwa dilindungi dimakan juga ?" tanya Siti heran.
"Populasi kijang di tanah ini membludak, mereka bukan satwa dilindungi lagi, tapi kalau kamu nggak kolu bisa aku pesankan sup kerbau," kata Rakha menawarkan.
"Gak papa, sate kijang boleh juga, gua belum pernah makan kijang seumur-umur. Kalau… sate biri-biri ada nggak ? Sate badak juga ada ?" tanya Siti ingin tahu.
"Cantik, aku hampir setiap hari makan biri-biri, kalau badak dagingnya keras, gak ada yang mau makan di sini," jawabnya.
"Ooh," ucap Siti paham.
Sambil menunggu anak Jakarte ini melihat-lihat suasana, pasar ini sangat bersih, hampir tak tercium bau busuk sama sekali. Orang-orangnya jarang ada yang obesitas, para laki-laki hampir semua kekar, perempuannya montok ideal, makanan pokok bukan hanya nasi tapi juga jagung, umbi-umbian dan kacang-kacangan. Padi di alam ini tak pakai pupuk kimia, panen butuh waktu lebih lama, tapi tak pernah terjadi krisis makanan.
"Di sini bersih, apa pabrik plastik dan kresek nggak ada di sini ?" tanya Siti.
"Apa itu plastik ? Kresek ?" tanya Rakha tak mengerti.
"Keren lu, plastik aja kagak ngerti, trus lu tau nggak apa itu LPG ?" tanya Siti lagi.
"Enggak, apa itu ?" tanya Rakha heran.
"Orang-orang di sini masak pake bahan bakar apa ?" tanya Siti bukannya menjawab.
"Kayu lah, hutan melimpah di sini," jawabnya.
"Di sini sering banjir nggak ? Longsor ? Hujan asam ?" tanya gadis itu lagi.
"Nggak pernah, eh pernah 1x terjadi longsor beberapa ratus tahun yang lalu yang mengubur ribuan orang, tapi itu ulah siluman ular pertapa yang nyolong tubuh kamu," jawabnya.
"Kayaknya idup di sini enak banget ya," ujar Siti sembari melirik makanan datang disajikan di atas tembikar beralaskan daun jati.
"Tinggal di sini aja selamanya, sama aku," kata Rakha menyentuh dan memainkan tangan itu lagi.
Siti menggeleng "gue gak bisa, meski di sini nyaman tapi gue ada kewajiban di alam manusia, gue musti balik."
"Ooh yaudah," jawab Rakha melepaskan tangan itu dan mulai menyendok es oyen.
Siti mengaduk-aduk esnya, "eh gimana caranya orang sini bikin es ? Emang di sini ada kulkas ?"
"Ada lapaknya siluman naga dari Timur yang jual es, dia jin yang bisa berubah jadi naga ukuran kecil, sekali sembur semua benda bakal beku," jawabnya.
Siti kedip-kedip, "di sini banyak hal juga yang kagak masuk diakal," katanya.
"Hahaha, itu belum seberapa," kata Rakha mulai mencicipi sate.
"Abang sendiri… wujud asli Abang kayak gimana ?" tanya Siti.
Rakha menelan dulu daging yang ia kunyah agar bisa berpikir, "dia tidak akan pernah menerima wujud asliku, jika dia tahu dia akan ketakutan, aku tak bisa menunjukkannya sekarang," batinnya.
"Kau sudah melihatnya," jawabnya dengan senyuman.
"Gua kagak yakin, Abang pasti jelek banget kan aslinya ?" tanyanya.
"Abang mah dari dulu udah ganteng begini, haha," kata Rakha mengusap rambutnya yang cepak.
Siti memungut sate dan mencicipinya, ia terkejut karena rasanya begitu lezat, "hmmm… ini sate paling enak yang pernah gue makan," ujarnya memuji. Pemilik kedai mesam-mesem mendengarnya.
Setelah makan keduanya menyempatkan melihat-lihat pusat hiburan di alam ini, ada alun-alun, ada sebuah panggung wayang di sana, ada para penari dan penabuh gamelan. Anak-anak jin dari berbagai bentuk dan rupa berlarian riang. Banyak penjual mainan tradisional juga. Siti sempat main layangan dengan anak-anak gendruwo sebelum diajak Rakha latihan menari bersama para penari yang punya kulit setengah bersisik ular.
Di perjalanan pulang, Siti sudah mulai lelah, ia sandarkan kepalanya di pundak Pangeran Rakha. Ia kini paham, berhibur tak melulu melalui hp atau laptop, atau melihat layar TV, hiburan masyarakat sederhana lebih banyak di luar rumah. Penduduk jin bisa hidup panjang, ratusan bahkan ribuan tahun dengan cara hidup seperti ini, mereka tak pernah merasa bosan atau jenuh menjalani hari.
***
Sementara itu Saras di alam manusia selesai makan siang di kantin bersama Yuli, "abis ini kita kuliah umum, ntar pulangngnya kita langsung jalan ke rektorat, kata Vano, Jordan mau ke sana minta tanda tangannya rektor buat acara pekan olahraga," ucap Yuli.
"Iya," jawab Siti yang berjalan di sepanjang lorong dari kantin ke ruang seminar.
Saraswati masih memakai pakaian ala-ala bangsa jin, ia tak pernah malu, orang-orang pun tak melarangnya. Mendadak dari arah belakang berjalan rombongan cowok-cowok berjas almamater.
'Dukk !' Pundak kanan ditabrak lagi oleh pria yang sama kapan hari, Mekel.
"Aduh !" keluh Saras mengusapi pundaknya. Mekel sama sekali tak menoleh, ia berjalan lurus pakai kacamata hitam menyalip mendahuluinya ke ruang seminar.
Yuli dan Saras terdiam memandangi para laki-laki itu. "Nabrak-nabrak mulu dia, heran deh, maksudnya apa coba ?" ujar Saras kesal.
"Mas Mekel rada rabun kali, atau silinder, makanya dia sering nabrak, nabrak tiang lalu lintas, nabrak kamu," jawab Yuli.
"Pantesan pake kacamata terus. Eh, kemarin dia nyanyi sambil beli nasi goreng depan kosan kita," kata Saras berjalan lagi menuju ruangan seminar.
"Nyanyi sambil beli nasi goreng ? Kapan ?" tanya Yuli mengingat-ingat.
"Jam 1 pagi," jawabnya.
"Kok kamu bisa tau sih, Sit ?" tanya Yuli.
"Ya tau, semalem aku ke tempat jemuran baca mantra pemikat buat Jordan," jawabnya jujur kacang ijo.
"Gilak, kau pelet Jordan, Sit ?" ujar Yuli meraih pulpen di daftar absensi depan ruangan seminar dan menandatangani kolom yang tersedia.
"Enggak, bukan pelet, cuman biar begitu Jordan liat aku, dia langsung terpikat gitu," katanya.
"Ya sama aja, eh !! Eh kok tanda tanganmu beda sih, Sit ?" ucap Yuli memelototi daftar absen itu.
Saras kebingungan sekarang, "emmm… aku ganti, udah buruan ayo masuk !" katanya mendorong-dorong tubuh sahabat barunya.
Di ruangan seminar satu per satu mahasiswa jurusan pendidikan geografi datang memenuhi kursi yang tersedia, semua kelas dari semua angkatan aktif masuk. Mekel yang bukan anak IPS menyusup ke sana, ia pandangi Siti dari salah satu kursi di pojokan, matanya menatap hampir tak berkedip hingga narasumber pun tiba, Pak Rektor sendiri.
Saat rektor masuk, ia kaget mendapati anak bagong lagi ndomblong, "Mekel, kamu ngapain di sini ?" tanyanya.
Mekel masih terus melamun memandangi Siti. Vano yang duduk di samping sang wakil presiden BEM pun senggol rusuk Mekel sebentar agar sadar, "ehh ! Apa, Pak ? Apa ?" tanyanya.
"Kamu anak IPA ngapain di IPS, Mekel ?" tanya Rektor yang pakai jas rapi.
"Anu… saya… saya ingin tambahan ilmu, Pak, hehehe," jawabnya pringisan.
"Ada-ada saja kamu ini," ucap rektor membiarkan.
Saras awalnya tak memperhatikan, tapi saat ia tak sengaja menoleh ke arah pojok dan mendapati Mekel di sana sedang memandanginya, hatinya mulai menduga-duga.
"Apa ada yang aneh dariku ? Kenapa dia ngeliatin aku begitu ? Mana wajahnya kayak orang dongo ? Ganteng tapi dongo," batin Saras melirik lagi ke arah Mekel.
Saras colek-colek lengan Yuli yang sedang makan risoles, snack konsumsi acara kuliah umum hari ini, "ppsst Yul, itu wakil presiden kenapa ngeliatin aku terus ya ? Liat deh ! Menganga gitu mulutnya," bisiknya.
Yuli pun menengok ke arah Mekel, benar saja, pria itu tak memandang ke narasumber kuliah umum malah memandang ke arah Siti, "iya ya ? Kenapa ya ? Hmmm… udah gak papa, kita cuekin aja," katanya.
"Baik, ada pertanyaan ?" ujar Rektor yang memegang mic di depan layar presentasinya di depan sana.
Semua mahasiswa terdiam, ini adalah kuliah umum tentang Analisis Masalah dan Dampak Lingkungan (Amdal), biasanya kalau mau mendirikan pabrik atau tempat usaha yang ada limbahnya harus ada izin Amdalnya dulu, kuliah hari ini penting sekali. Penjelasan Rektor juga sangat jelas.
Rektor menaruh perhatian lagi pada anak donatur terkaya di kampus ini, "Mekel, mungkin ada yang mau ditanyakan ?"
"Eh !! Apa ? Saya, Pak ?" ujar Mekel kaget kelabakan langsung berdiri.
"Ya, kamu ada dari penjelasan Bapak tadi yang ingin kamu tanyakan ?" tanya Rektor.
"Emmm… enggak, Pak," jawabnya.
Rektor tak yakin, ia lihat dari tadi Mekel ndomblong saja, "kesimpulan apa yang bisa kamu dapat setelah menyimak seminar ini, Mekel ?" katanya balik bertanya.
Mekel adem panas sekarang, ia lihat background presentasi ada gambar area Porong Sidoarjo yang tertutup lumpur sebagai contoh materi hari ini, karena sebuah kesalahan pengeboran sumber minyak bumi di tengah-tengah area pemukiman, "anu… hehe… lumpur lapindo Pak," katanya.
"Iya kenapa dengan lapindo ?" tanya rektor lagi.
Semua mahasiswa di ruangan termasuk Saras dan Yuli ikut gugup menyimak Rektor yang sedang menguji Mekel. Tiba-tiba Mekel menjawab, "muncrat Pak."
"Huuuu !!!! Hahahahhaa," semua orang tertawa mendengarnya.
Rektor geleng-geleng kepala dan menjelaskan kembali contoh kasus lumpur lapindo itu. Mekel kembali duduk, ia sangat malu, lagi-lagi ia lirik Saras di sana yang sedang ketawa-ketiwi menertawakan kekonyolan Mekel.
"Haduuh ! Dia pasti ngira aku ini o'on oneng," batin Mekel.
Selesai acara kuliah umum, Yuli dan Saras ngibrit ke gedung rektorat. Rektor sudah kembali lebih dulu naik mobil, dan Jordan menunggu di ruang tunggu depan kantornya Rektor membawa proposal kegiatan. Yuli langsung mengeluarkan puch make upnya, 'plok plok plok plok,' ia bedakin Saras lagi.
"Aku pura-pura liat mading, trus kamu jalan nemuin Jordan, pura-pura jatuh kek, apa kek, cari perhatian dia, ngobrol dikit trus minta nopenya ya !" ucap Yuli mendikte.
"Tenang aja, gak usah pake aneh-aneh segala, yang penting aku gimana ? Aku cantik kan ?" tanya Saras.
"Udah," jawabnya.
"Yaudah," kata Saras langsung menjinjing jariknya berjalan menaiki tangga ke lantai atas.
Di ujung lorong Saras menghirup nafas dalam-dalam dan berjalan sangat anggun. Jordan baru keluar dari ruangan rektor setelah mendapatkan tanda tangan, ia berpapasan dengan Siti. Awalnya memang tak ada yang aneh, biasa saja, Jordan tampak tidak tertarik, namun begitu Saras meliriknya… hatinya seakan-akan langsung tertusuk batang bunga mawar mekar berduri.
"Lu… kayaknya kita pernah ketemu ya ?" ucap sang presiden BEM berbalik badan.
Saras pura-pura jual mahal, "oh ya ? Perasaan enggak deh."
"Entahlah, kayaknya kita udah kenal lama deket, gue ngerasanya kayak gitu," ucap Jordan berjalan mendekat.
Saras tersenyum menanggapi, "mantranya berhasil, mampus deh lu klepek-klepek lu sama gua hahahah," batinnya.
"Kamu salah orang," kata Saras anggunly.
Jordan mengulurkan tangannya, "oh kalau gitu kenalin… gua Jordan, gua Presiden BEM di kampus ini, lu ?" katanya.
Saras mengulurkan tangannya sambil tersenyum, tak hanya membalas salaman biasa, ia kerahkan jari telunjuknya menggelitik telapak tangan Jordan, "Siti."
"Siti… wah… nama lu kayak nama nenek gua," katanya.
"Hahahaha," Saras tertawa-tawa lebay mendengarnya.
"Kurang asem," batinnya.
"Lu suka nonton bola nggak, Sit ? Ntar malem jam 10 ada pertandingan Indonesia VS Yaman, gimana klo kita nobar bareng ? Ya ? Gue jemput ntar di kosan lu," ajak si Jordan yang sudah mabuk kepayang.
ya emg loe dan siti g bisa bersmaa ya harus iklas
~ "^janji misteri ratu kidul "^~
sama jin mau... sama nonis mau... udah lah .. Siti nggak ngasih kesempatan buat ku ngejelasin. dah ... pulang lah... dari pada sakit hati... orang yang kamu anggap teman juga nikung tuh...