"Setelah aku pulang dari dinas di luar kota, kita akan langsung bercerai."
Aryan mengucapkan kata-kata itu dengan nada datar cenderung tegas. Ia meraih kopernya. Berjalan dengan langkah mantap keluar dari rumah.
"Baik, Mas," angguk Anjani dengan suara serak.
Kali ini, dia tak akan menahan langkah Aryan lagi. Kali ini, Anjani memutuskan untuk berhenti bertahan.
Jika kebahagiaan suaminya terletak pada saudari tirinya, maka Anjani akan menyerah. Demi kebahagiaan dua orang itu, dan juga demi kebahagiaan dirinya sendiri, Anjani memutuskan untuk meninggalkan segalanya.
Ya, walaupun dia tahu bahwa konsekuensi yang akan dia hadapi sangatlah berat. Terutama, dari sang Ibu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itha Sulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengumuman di depan semua orang
"Sudah kumpul semua rupanya," tukas Sandi Djatmiko yang bergabung paling terakhir di meja makan.
Aryan langsung berdiri menyapa sang Ayah. Sementara, Anjani hanya diam saja di kursinya sambil memainkan kuku jarinya yang tampak cantik.
Melihat penampilan baru Anjani, Sandi pun tampak mengerutkan alisnya. Dia merasa sedikit familiar dengan sosok wanita cantik yang ada didepannya.
"Aryan, dia siapa?" tanya Sandi sembari menunjuk ke arah Anjani.
"Dia Anjani, Pa," jawab Aryan. "Anjani, cepat beri salam pada Papa!" titahnya kepada sang istri.
Anjani hanya menoleh kemudian menganggukkan kepala. Dia tak berdiri lalu buru-buru menghampiri Sandi seperti dulu. Kali ini, Anjani benar-benar bersikap cuek.
"Anjani? Kamu benar-benar Anjani?" tanya Sandi yang terlihat cukup terkejut dengan perubahan drastis sang menantu.
"Iya. Ini aku, Anjani," jawab Anjani.
"Hahahaha... Ternyata kamu sudah mulai diet, ya? Baguslah! Sekarang, kamu sudah terlihat pantas berdiri disamping Aryan. Lain kali, jika ada acara resmi, Papa pasti akan meminta Aryan untuk membawamu. Bukan membawa Luna lagi."
Satu fakta terkuak lagi. Ternyata, selama ini Aryan selalu membawa Luna ke setiap acara resmi. Sementara, Anjani yang merupakan istri sah justru dikurung didalam rumah.
Parahnya, seluruh anggota keluarga sepertinya tahu. Lihatlah, cara mereka menatap Anjani saat ini. Tatapan mereka terlihat seperti kagum namun juga terlihat mengejek di waktu bersamaan. Terutama, tatapan dari kedua bibi Aryan.
"Anjani, mana sup herbal untuk Papa?" tanya Sandi kepada sang menantu.
"Tidak ada," jawab Anjani singkat.
"Kamu belum membuatnya?" tanya Sandi lagi. Sup herbal buatan Anjani adalah yang terbaik. Dia sangat suka dengan sup herbal buatan sang menantu.
"Kenapa aku harus membuatnya?" balas Anjani.
"Karena Papa sangat ingin meminumnya," timpal Sandi. "Kamu ini benar-benar menantu yang nggak berbakti. Cepat ke dapur dan buatkan semangkuk sup herbal untukku!" imbuhnya memberi perintah yang tak mau dibantah.
"Membuat sup herbal butuh waktu tiga jam lebih. Makan malam keburu selesai jika aku melakukannya sekarang."
"Ini hanya makan malam. Memangnya, kenapa kalau kamu tidak makan, hah? Kamu kan bisa makan di dapur saja sambil membuat sup herbal."
Mendengar ucapan sang Ayah mertua, Anjani rasanya ingin tertawa keras. Dia muak dengan keluarga ini. Andai bukan karena memandang kebaikan mendiang Kakek Sahrul, mustahil Anjani masih bertahan di rumah ini.
"Sebenarnya, aku menantu atau pembantu?" tanya Anjani dengan sorot mata tajam.
"Kamu berani membantah perintahku?" tanya Sandi tak percaya.
Brak!
Anjani menggebrak meja hingga semua orang reflek tersentak kaget.
"Sup herbal bisa dibuat oleh pembantu. Kenapa harus aku yang mengerjakannya?" balasnya dengan suara keras.
"Kak Anjani, kenapa Kakak harus seperti ini? Om Sandi hanya meminta semangkuk sup herbal. Masa' Kak Anjani tidak bisa membuatkannya? Kan, hanya butuh waktu tiga jam. Tiga jam itu kan waktu yang sangat singkat."
Luna mulai berani unjuk gigi. Dia berusaha untuk mencuri perhatian semua orang dengan berpura-pura menjadi orang yang bijak.
"Lihat, Anjani! Bahkan, Luna jauh lebih pengertian dibanding dirimu!" kata Sandi menghardik.
"Kalau tiga jam memang waktu yang singkat, kenapa bukan kamu saja yang membuatnya?" tanya Anjani kepada Luna.
"A-aku..." Luna yang ditembak secara tiba-tiba tidak tahu harus berkata apa. "A-aku kan tidak tahu cara membuatnya."
"Nanti ku ajarkan. Bagaimana?" tanya Anjani menawarkan.
"Kak Aryan," rengek Luna meminta bantuan kepada Aryan. Dia tak mau membuat sup herbal yang sangat merepotkan itu.
"Sudah!" ujar Aryan menengahi. "Ini acara makan malam keluarga. Sebaiknya, jangan ada yang membuat keributan," tukasnya sembari menatap ke arah Anjani.
"Apa kamu sedang menuduh kalau aku yang membuat keributan?" tanya Anjani kepada pria itu.
Aryan tak menjawab. Dia sengaja membuang pandangan ke arah lain.
"Anjani, apa seperti itu caramu berbicara dengan suamimu?" tegur sang Ibu mertua.
"Memangnya, berbicara dengan suami yang selingkuh harus seperti apa, Mama mertua?" balas Anjani tak mau kalah.
Seringai di sudut bibirnya benar-benar sangat menganggu. Orang-orang yang biasanya bebas membully dirinya, hari ini tak bisa berbuat banyak.
"Sudah! Aku bilang, cukup! lebih baik kita makan saja," kata Aryan yang tak mau perdebatan semakin melebar dan bertambah besar.
"Tapi, sup herbal Papa bagaimana?" tanya Sandi.
"Papa minta pembantu saja untuk membuatnya," jawab Aryan.
Sandi tampak terlihat sangat kesal. Dia benar-benar tak menyangka jika Anjani berani menolak permintaannya untuk pertama kali.
"Kak, aku ingin makan udang," rengek Luna seperti anak kecil saat makan malam sedang berlangsung.
Dengan sabar dan telaten, Aryan langsung memberikan udang ke piring Luna. Tentu saja, udang tersebut sudah dikupas Aryan terlebih dulu.
"Kak, mau ayam goreng itu juga," pinta Luna lagi.
Dan, Aryan terus melayani permintaan gadis itu hingga lupa dengan makanannya sendiri.
"Romantis sekali kalian," puji Bella sambil tersenyum senang.
"Ah, Tante bisa saja," sahut Luna sambil tersenyum malu-malu.
"Andai, Luna saja yang jadi menantuku, pasti aku akan sangat senang sekali," lanjut Bella yang sengaja memanas-manasi Anjani.
"Mama tenang saja! Sebentar lagi, keinginan Mama akan segera terwujud," sahut Anjani.
"Apa maksud kamu, Anjani?" tanya Rieke.
"Jadi, begini..." Anjani meletakkan kedua tangan di sisi meja. Dia menatap Aryan sambil bertanya dengan nada santai. "Kamu atau aku yang harus mengumumkan kabar gembira ini, Aryan?"
Degh!
Jantung Aryan rasanya hampir copot. Apa-apaan ini? Apa Anjani berniat mengungkap rencana perceraian mereka ditengah-tengah keluarga?
"Anjani, jangan gegabah!" bisik Aryan tertahan. Dia memang duduk ditengah-tengah, dengan Anjani dan Luna di sisi kanan dan kirinya.
Sayangnya, Anjani tak peduli dengan peringatan Aryan. Dengan lantang dan penuh percaya diri, dia mengumumkan rencana perceraian mereka ditengah-tengah keluarga besar Djatmiko.
"Aku dan Aryan akan segera bercerai," kata Anjani yang seketika membuat semua orang jadi mematung ditempat.
"Apa?" lirih Sandi Djatmiko tak percaya. "Ke-kenapa? Bukankah selama ini kalian baik-baik saja?"
"Baik-baik saja?" tanya Anjani. "Papa tidak lihat, kalau di sini sudah ada perempuan lain yang sudah sangat tidak sabar untuk menduduki posisiku?" lanjutnya sambil menunjuk Luna.
"Selama ini, kalian sangat mendukung Aryan dan Lun, kan? Kalian selalu bilang kalau Aryan dan Luna baru pasangan yang serasi. Oleh sebab itu, aku dengan senang hati akan mengabulkan keinginan semua orang. Aku akan bercerai dengan Aryan. Secepatnya."
"Anjani, kenapa kamu harus mengatakan soal ini sekarang?" protes Aryan panik.
Belakangan, dia mulai mempertanyakan tindakannya sendiri. Apakah bercerai dengan Anjani adalah keputusan yang bijak? Entahlah! Mendadak, dia merasa ragu disaat-saat terakhir.
"Kamu duluan yang mengajukan usul soal perceraian ini, kan? Kamu bilang, kekasih kesayanganmu mendesak untuk segera diberikan status. Tapi, kenapa kamu tiba-tiba terlihat ragu, Aryan?" tanya Anjani.
Dia mendekat. Menempelkan tubuh bagian depannya ke dada bidang Aryan. "Jangan bilang... Kamu mulai tertarik dengan tubuh seksiku ini?" tanyanya dengan senyum dan tatapan yang sangat menggoda.
Aryan meneguk ludah. Sebagai pria normal, jelas dia terpancing oleh provokasi yang diberikan oleh Anjani.
😄👍👍👍