NovelToon NovelToon
Di Ujung Asa

Di Ujung Asa

Status: sedang berlangsung
Genre:Ibu Mertua Kejam / Penyesalan Suami
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: Mama Baim

Amira wanita cantik itu, menatap suaminya dengan perasaan yang sulit di artikan. bagaimana tidak, dua tahun yang lalu, dia melepaskan kepergian Andika untuk bekerja ke kota, dengan harapan perekonomian rumah tangga mereka akan lebih mapan, keluar dari kemiskinan. tapi harapan itu hanyalah angan-angan kosong. suami yang begitu di cintanya, suami yang setiap malam selalu di ucapkan dalam sujudnya, telah mengkhianatinya, menusuknya tanpa berdarah. bagaimana Amira menghadapi pengkhianatan suaminya dengan seorang wanita yang tak lain adalah anak dari bos dimana tempat Andika bekerja? ikuti yuk lika-liku kehidupan Amira beserta buah hatinya..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Baim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

20

         "Dek..."Panggil Andika perlahan. Suaranya terhenti sesaat.

         Amira hanya diam. Detik berikutnya, suara Andika kembali terdengar.

       "Mas rindu sama kalian."

       Amira tersenyum. Sebagai seorang istri yang sudah sebulan belum pernah bertemu dengan suaminya, tentu saja Amira juga sangat merindukan suaminya itu.

       "Mira juga rindu sama Mas..jangan pernah lupakan Mira sama Alif ya Mas, Mira sangat sayang Mas.

       Andika yang mendengar suara ungkapan hati istrinya, tersenyum lebar. "Makasih ya sayang, udah mau bertahan dengan Mas. Mas juga sangat mencintai kamu dan Alif. Mas harap terus seperti ini walau apapun yang terjadi."

      Suasana terasa sepi sesaat. Tak lama kemudian suara Andika kembali terdengar.

     "Dek...apa Mas boleh nanya sesuatu? Tapi Mas harap kamu jangan marah atau tersinggung. Bisa kan?"Tanya Andika dengan hati-hati. Suaranya begitu pelan. Bukan takut di dengar Yanto yang sedang menonton televisi. Tapi dia khawatir jangan sampai istrinya itu tersinggung.

     "Mas mau nanya apa? Mira nggak papa?"

      Dada Amira berdebar-debar. Pikirannya langsung tertuju pada pengusiran Ibu mertuanya tadi malam.

      "Apa kamu sama Ibu bertengkar semalam?"Tanya Andika langsung. Tapi nada suaranya pelan.

      "Emangnya Ibu bilang apa sama Mas?"Spontan Amira kembali bertanya.

      "Dek...."

       "Mira nanya, Ibu ngomong apa sama Mas?"

       "Ibu...."

        Suara Andika mengambang. Dia tidak ingin mengatakan yang sebenarnya. Biar bagaimanapun, baik buruknya perkataan wanita itu, itu adalah Ibunya. Wanita yang sudah melahirkan dirinya ke dunia ini. Wanita yang sudah berjuang membesarkan dirinya hingga dia seperti ini.

       "Mas.."

        Desahan napas panjang terdengar dari Andika. Dia ragu. Tapi ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Dia harus dengar juga dari fersi istrinya.

       "Ibu bilang kamu keluar dari rumah. Pergi sama Dimas berboncengan. Kamu.."

       "Mas.." Amira memotong ucapan suaminya. Bukan karena tidak menghargai suaminya. Tapi dia tidak ingin mendengar fitnah yang di ciptakan oleh Ibu mertuanya.

         "Mas percaya dengan omongan Ibu?"

       Jantung Amira berdetak kencang, menunggu jawaban dari suaminya. Hingga beberapa Detik menunggu, Amira tidak mendengar jawaban itu.

      Tes..tes..tes...air mata Amira akhirnya jatuh satu persatu. Hatinya begitu nelangsa. Satu-satunya laki-laki yang begitu dia percayai, laki-laki yang menjadi penolongnya, laki-laki yang begitu dia cintai dan dirindukannya, cuma diam saja. Air matanya terus membanjiri pipinya. Bahkan suara isaknya tidak terdengar. Amira menahan tangisnya. Digigit bibir bawahnya hingga terasa perih. Tapi dia tidak menghiraukannya.

     "Ya sudah kalau Mas lebih percaya omongan Ibu. Mira nggak papa kok."Suaranya terdengar bergetar. Amira kecewa.

       "Mira cuma berharap, Mas masih menaruh sedikit kepercayaan sama Mira. Mas tau Mira itu orangnya seperti apa. Mas bisa menilai sendiri. Mira cuma nggak mau Mas sama Ibu jadi bertengkar, gara-gara Mira membela diri."

     Amira berhenti sejenak. Menarik napasnya dalam-dalam. Tapi sebelum Amira melanjutkan ucapannya, Andika langsung menyambung.

      "Dek, bukan itu maksud Mas. Kamu tau, Mas selalu percaya sama kamu. Kamu nggak mungkin lakukan itu. Mas bertanya, agar Mas juga harus dengar dari mulut kamu, bukan cuma dari Ibu. Ngerti kan maksud Mas?"

       Amira memejamkan matanya sebentar. Dia paham dengan ucapan suaminya. Tapi hatinya sudah terlanjur kecewa. Suaminya itu, bahkan tidak menanyakan mereka tinggal di mana setelah terusir dari rumah Ibunya.

       "Mas...apa kalau Mira ceritain yang sebenarnya, apakah Mas mau percaya sama Mira?"

        Tidak ada jawaban yang Amira dengar. Hanya kesunyian di antara mereka berdua.

        "Jawab Mira Mas, apa Mas akan percaya sama Mira?"Amira kembali mengulang pertanyaannya.

        Di seberang sana, Andika masih diam. Sementara Amira yang sedang menunggu jawaban suaminya, tersenyum miris.

        "Ya sudah Mas, mungkin Mas harus berpikir. Mira tutup ya...Assalamu'alaikum."

        Tidak ingin menunggu terlalu lama, Amira segera mengakhiri obrolannya. Dengan air mata yang terus berderai, Amira menatap ponsel jadulnya, yang layar kaca nya sudah retak, dengan hati nelangsa.

        "Astaghfirullah hal'azim...ampuni hamba ya Allah. Ampuni hamba."

        Amira terisak. Tubuh mungilnya di baringkan di atas lantai. Amira lelah. Suami yang sangat di cintai nya terlihat ragu.

         "Tok..tok..tok..."

          Suara ketukkan pitu dari arah depan, membuat Amira mengangkat badannya dari atas lantai. Lalu menghapus air matanya. Suara ketukkan kembali terdengar.

         "Mira."

          Sebelum Amira bertanya, suara seseorang memanggilnya. Dan Amira mengenal suara itu. Buru-buru dia bangkit dari duduknya, menghampiri pintu dan membukanya.

         "Hesti.."Panggil Amira sesaat setelah pintu terbuka.

        "Iya Mir...maaf ya bertamu malam-malam, soalnya aku baru pulang kerja.""Ucap Hesti tersenyum malu-malu. Merasa tidak enak hati pada tetangganya itu.

        "Nggak papa, aku juga belum tidur kok, ayo masuk!"

       Amira membuka pintu lebih besar lagi, agar Hesti bisa lebih leluasa untuk masuk.

       "Nggak usah Mir, aku bawakan ini saja buat kamu sama Alif..maaf ya, aku ganggu kamu malam-malam. Aku balik aja ya Mir, takutnya suami kamu nggak suka ada tetangga yang bertamu malam-malam."Tolak Hesti.

       "Suami ku nggak ada, ayo masuk, kita ngobrol nya di dalam."

       "Iya kah, emangnya suami kamu ke mana?"

       "Udah jangan banyak nanya."

       Amira menarik tangan sahabat lamanya itu, agar masuk kedalam. Hesti menurut saja. Gadis berjilbab itu, belum menyadari perubahan pada raut wajah Amira. Hesti duduk bersila di depan TV.

         "Apa itu?"Tanya Amira, sewaktu melihat Hesti membuka sebuah kresek hitam yang tadi dibawah masuk.

        "Ini, aku membeli martabak telur kesukaan kamu. Kamu ingatkan setiap gajian kamu selalu membeli makanan kesukaan kamu ini di kedainya Pak Dadang. Yang anak cowok gantengnya naksir berat sama kamu."Cerita Hesti mengingat saat-saat kebersamaan mereka sewaktu Amira masih bekerja.

      Amira tersenyum mengingat itu semua. Anaknya Pak Dadang yang bernama Seno, seorang mahasiswa di sebuah universitas di kota mereka, cowok ganteng yang naksir sama Amira. Tapi sayang jodoh Amira bukan sama Seno, tapi Andika seorang sarjana tapi bekerja sebagai seorang tukang ojek.

        "Mir...kamu habis nangis?"Tanya Hesti, yang baru menyadari kalau kedua kelopak mata Amira terlihat bengkak.

        "Hmmm."

         Hesti memicingkan matanya. Wajahnya terlihat bingung dengan jawaban singkat Amira. Dia meletakan bawaannya begitu saja di atas lantai.

       "Nangis kenapa?"

       "Sedih aja."

       "Amira....suami kamu nyakitin kamu?"

        Amira cuma mengangkat kedua bahunya. Tangannya mengambil kresek hitam itu, lalu dibukanya.

       "Martabaknya enak."Ucap Amira, saat sepotong martabak masuk ke dalam mulutnya.

        "Makan yang banyak..badan kamu kurus sekali. Apa suamimu nggak kasih kanu makan? Sampai kurus kerempeng begini. Apa jangan-jangan kamu ini mengalami gizi buruk?"

        "Sembarang aja kamu."

         Tangan Amira mendarat di paha Hesti. Dia sangat tidak suka dengan ucapan sahabatnya itu barusan.

        "Apa kamu sudah lupa kalau badanku memang sudah begini sedari dulu?"Sambung Amira. Dengan mata melotot tajam.

        "Tapi makasih ya besti. Kamu sangat baik dari dulu sampai sekarang. Aku sangat bersyukur bisa ketemu kamu lagi setelah sekian lama kita berpisah."

       Tiba-tiba saja Amira memeluk sahabatnya itu. Entah apa yang dia rasakan, Amira langsung menangis di pelukan Hesti.

Bersambung.........

1
tanpa nama
Dsni perannya amira trlalu bodoh, trllu lemah. Udah bener d belain suami, mlah bersikap bodoh.
Jd gmes bcanya bkin emosi

Thor jgn bkin amira jd org bego. Toh itu cm mertua bkn ibu kndungnya
tanpa nama
Smngt nulis kryanya thor😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!