Mora mendapatkan tawaran menarik untuk menggoda pria beristri. Jika berhasil bayaran sejumlah 100 juta akan ia dapatkan.
Tapi ternyata tawaran itu sangat tidak mudah untuk Mora laksanakan. Pria yang harus ia goda memiliki sikap yang dingin dan juga sangat setia dengan sang istri.
Lalu apakah Mora akan berhasil merebut pria dari istrinya? atau bahkan justru hubungan mereka semakin dekat karna pria tertarik pada Mora?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Madumanis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AKS 15
Sudah beberapa menit berlalu Adam merasa sekitarnya terasa sepi. Ia menatap sekeliling ruangannya, mengalihkan pandangan yang sedari tadi terus saja menuju laptop.
Anehnya tidak ada Mora diruangannya. Mejanya kosong dengan posisi laptop yang masih menyala, sama sekali Adam tidak tahu kemana Mora pergi.
Sama sekali tidak ada pamit padanya. Padahal sedari awal terus saja bicara banyak hal, eh kini malah cepat sekali menghilangnya.
Tiba-tiba Adam tersadar. Kenapa juga terlalu memikirkan wanita gila menurutnya itu, justru tidak ada Mora maka dunianya saat ini akan tenang.
“Seharusnya dari awal seperti ini. Entah kenapa Mora yang gila itu malah ikut lembur. Bukannya membantu pekerjaan malah semakin membuatku sakit kepala.”
Adam jadi teringat dengan segala pertanyaan random dari Mora. Dan tidak hanya itu tapi sikap asal Mora padanya.
“Sampai kapan aku terus membiarkan wanita gila itu terus magang di Perusahaanku ini?” Adam jadi kepikiran sendiri jadinya.
Saat itu Adam tengah fokus dengan pikiran yang terus saja berputar-putar. Saat pintu tiba-tiba saja terbuka membuat Adam tersentak kaget.
Mora muncul dari sana dengan kedua tangan membawa sesuatu hal. Adam tidak tahu itu apa, karena ruangan gelap Adam jadi tidak bisa melihat dengan jelas.
“Kau dari mana saja?” tanya Adam dikala Mora mulai semakin dekat dengannya.
Pantulan lampu dari meja kerjanya membuat Adam bisa melihat dengan jelas wajah cantik Mora. Seperti biasa Mora selalu saja tersenyum manis padanya.
Tidak perduli meskipun Adam saja selalu saja berkata kasar tetap Mora terus memberikan senyuman lebar padanya seolah tidak pernah terjadi apapun.
“Cari sesuatu hal yang lebih enak dari pada makanan yang di bawa Asher tadi,” jawabnya.
Adam belum mengerti. Ia hanya terus saja memperhatikan Mora yang duduk di sofa, meletakkan sesuatu hal yang ternyata dua cup mie instan.
“Tuan, kemarilah. Ayo makan bersama denganku. Kali ini aku traktir, sebagai makanan penyambut hari pertama magangku.”
Wajah Mora berbinar bahagia sekali. Adam sampai terheran, padahal ia ingin menolak ajakan itu. Tapi tidak sampai hati, wajah Mora seolah benar-benar berharap.
Tapi Adam tetap pada keputusan pertamanya. “Tidak… aku tidak pernah makan mie instan, Mora.”
Telah menolak dan juga memberikan alasannya juga. Adam kembali mengalihkan fokusnya pada dokumen, tanpa menghiraukan Mora yang entah apa dikejauhan sana.
“Benar tidak mau? Tuan belum pernah mencobanya bukan? Apa salahnya memakan sedikit saja, siapa tahu jadi suka.”
Adam memejamkan matanya sembari meremas erat dokumennya. Tidak lain tidak bukan karena kesal dengan Mora yang selalu saja memiliki alasan terbaru.
“Jika aku mengatakan tidak.. maka akan tetap tidak. Berhenti memaksa untuk melakukan sesuatu hal yang tidak berguna, mengerti?”
Mora mengangguk mantap saja. Ia mengambil satu cup mie instan karena perutnya juga sudah teramat lapar, membiarkan saja Adam dengan keputusannya.
Karena Mora merasa tidak ada lagi energi untuk tetap memaksa Adam. Ia memakannya dengan penuh seksama, bahkan sambil terus melenguh nikmat akan mie instan kegemarannya.
“Tidak apa kalau tidak mau. Aku bisa makan keduanya sendiri,” ucap Mora yang mana masih Adam dengar.
Cara Mora menyeruput mie benar-benar mengganggu ketenangan Adam. Pria tampan itu melirik kearah Mora yang masih asik makan.
Entah kenapa seolah-seolah pandangan Adam hanya tertuju pada Mora yang tengah menikmati mienya. Perut Adam menjadi lapar apa lagi aroma mie yang menyerbak kemanapun.
“Astaga, apakah memang se nikmat itu?” Adam jadi penasaran.
Perlahan tanpa ada suara Adam bangkit. Menuju sofa, Mora saja tidak sadar karena terlalu asik dengan cup mienya yang sedikit lagi habis.
“Saat tengah lembur begini… makan mie instan adalah yang terbaik,” ucap Mora pada dirinya sendiri.
Akhirnya satu cup sudah habis. Mora masih bisa memakan satunya lagi, tapi saat ia ingin meraih cup yang seharusnya milik Adam malah terkejut akan sesuatu hal.
“Loh, mana?” Secara tiba-tiba saja hilang dari atas meja.
Mora ingat sekali, jika masih ada satu lagi. Terlalu aneh jika tiba-tiba saja menghilang, memangnya siapa yang akan mengambil mie tersebut.
“Tidak mungkin hantu. Masa iya hantu curi mie si?”
Tentunya Mora bingung. Terus saja mencari kesana dan kemari, saat itu pandangannya berhenti pada Adam.
Pria tampan itu terlihat asik makan mie instan yang awalnya ia tolak habis-habisan bahkan terus saja mengatai-ngatai dengan ucapan pedasnya.
Eh kini malah dengan santainya memakan mie yang telah ia hina. Cara menyeruput juga pertanda seolah-olah Adam benar-benar suka dengan mie tersebut.
“Tuan,” Mora melangkah menuju meja kerja Adam. Kedua tangannya bersedekap didada, menatap Adam penuh mengintimidasi.
“Apa? Mie ini milikku bukan? Kau membelinya untukku, apa aku salah memakannya?” tanya Adam sembari menyeruput sisa-sisa kuah mie yang sangat enak menurutnya.