Seorang wanita muda bernama Misha, meninggal karena tertembak. Namun, jiwanya tidak ingin meninggalkan dunia ini dan meminta kesempatan kedua.
Misha kemudian terbangun dalam tubuh seorang wanita lain, bernama Vienna, yang sudah menikah dengan seorang pria bernama Rian. Vienna meninggal karena Rian dan Misha harus mengambil alih kehidupannya.
Bagaimana kisahnya? Simak yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AgviRa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ikut Refan
"Diam kamu. Laki-laki kere aja belagu. Udah sana kalian cepat pergi. Aku lama-lama eneg dan jijik melihat kalian."
"Kere-kere begini, kamu mau menerima pemberian dariku. Tapi, anggaplah itu kenang-kenangan terakhir dariku."
Tika memutar bola matanya malas.
"Dia memberimu apa?"
Tika mendadak gugup. Karena niatnya cincin yang dia simpan tadi akan dia rahasiakan dari Rian.
"Oh, em, itu Mas, barang gak ada nilainya. Abaikan aja. Gak usah didengarkan." Jawab Tika.
Sedang Rian menatap Tika penuh tanya. Tika yang mengerti akan tatapan Rian langsung beralih menatap Refan dan Misha untuk menutupi rasa gugupnya.
"Heh, kalian. Cepat pergi dari sini." Usir Tika.
"Kembalikan dulu uang gue."
"Tidak akan." Tika begitu kekeh.
Misha tak mau berbasa-basi lagi. Dia mendekat dan mencengkeram tangan Tika dengan kuat. Tak hanya mencengkeram, Misha pun memelintir tangan Tika.
"Aduh, aduh. Mas Rian. Tolongin."
"Apa-apaan kamu, Misha. Lepaskan Tika."
Misha merebut uang yang digenggam Tika lalu mendorong Tika kearah Rian.
Rian menangkap Tika.
"Dasar kamu wanita gak tahu diuntung. Beraninya kamu."
Rian mendekati Misha hendak melayangkan tangannya untuk menampar Misha.
Plak!
"Akhh,,"
Rian menoleh merasakan pipinya yang terasa panas dan kebas.
Bukannya Rian berhasil menampar Misha, justru sebelum Rian melayangkan tangannya, Misha lebih duluan memberikan hadiah spesial berupa cap 5 jari di pipi Rian.
Mereka semua terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Misha.
Ya bagaimana tidak terkejut? Secara yang mereka tahu, Misha orangnya bucin, polos, penakut, dan cengeng. Sekarang yang mereka lihat Misha sangatlah berbeda.
"Kurang4jar, kamu berani menamparku?" Ucap Rian menggertakkan gigi karena emosi. Tangannya mengepal kuat. Wajahnya terlihat merah padam.
"Ya, laki-laki pengecut seperti loe wajib gue tampar." Jawab Misha dengan sorot mata yang tajam.
Rian melihat sorot mata itu, yang selama ini tak pernah dia lihat.
'Kenapa tatapan Misha, begitu menakutkan?' Batin Rian.
"Udah Mas Refan, ayo kita segera pergi dari sini. Lama-lama disini gerah banget. Sepertinya setan disini kebanyakan dosa." Imbuh Misha.
Refan mengangguk.
Mereka berdua pun pergi meninggalkan kedua manusia toxic tersebut.
Setelah Refan dan Misha pergi, Rian dan Tika malah nampak uring-uringan.
"Kamu gimana sih, Mas? Sama wanita tol0l aja kalah."
"Aku sendiri juga terkejut, sayang. Tiba-tiba dia menamparku. Lagian kamu sih, kenapa harus buat masalah dengan mengambil uangnya?"
"Jadi, kamu nyalahin aku, Mas? Lagian itu uang cuma 500 ribu."
"Iya walau segitu tapi, itu uang dia, sayang."
"Tapi, aku itu gak rela, Mas. Lihat, Handphone saja lebih bagus punya Misha dibanding milikku. Aku tuh maunya melihat dia menderita dan sengsara. Lagian apa Mas Rian gak curiga dia bisa dapat uang dari mana? Dia kan kerjaannya cuma di rumah."
Rian manggut-manggut membenarkan perkataan Tika.
"Iya juga ya! Kok aku baru kepikiran sekarang. Aku aja gak pernah ngasih dia uang. Ah udahlah, lupakan saja. Yang terpenting saat ini kita bisa mendapatkan apa yang kita inginkan selama ini. Kamu juga jangan marah-marah terus. Kasihan calon jagoan kalau kamu marah-marah begini. Senyum dong biar manisnya kelihatan. Kalau kamu senyum itu, manisnya gula aja kalah." Rayu Rian.
Tika pun tersenyum dan mencubit genit perut Rian karena gombalan Rian.
"Tuh kan gemes, lebih baik sekarang kita rayakan kemenangan kita di kamar."
"Ih, kamu emang paling bisa. Ya udah yuk."
Mereka berdua akhirnya pergi ke kamar untuk mendayung mengarungi samudera.
Sementara Refan dan Misha berada di dalam mobil kini hanya saling diam membisu. Refan terlihat fokus menyetir tapi, sesekali dia melirik Misha. Sedang Misha hanya diam dan fokus menatap ke depan.
'Misha, pasti kamu saat ini sedang tidak baik-baik saja. Pasti hatimu juga terguncang. Kamu wanita yang tegar. Kamu bisa bertahan selama ini dengan sikap mereka yang seenaknya sendiri memperlakukanmu seperti itu.' Batin Refan.
Refan sengaja tidak mengajak bicara Misha, karena dia tahu, pasti hati Misha sedang terguncang saat ini.
Refan menyalakan musik untuk mengisi kesunyian dan hal itu malah mengundang rasa kantuk Misha datang. Lama-lama Misha tak kuat menahan rasa kantuknya dan matanya pun terpejam.
Refan melirik kearah Misha dan tersenyum.
'Istirahatlah, Misha. Sambutlah hari esok dengan senyuman. Kamu harus tetap kuat agar kamu bisa membalas mereka. Kalian tunggu saja kejutan dariku. Ku pastikan kalian akan menangis darah.' Batin Refan tiba-tiba merasa emosi ketika mengingat mantan istrinya. Kedua tangannya mencengkeram kemudi dengan kuat.
Setelah menempuh waktu 45 menitan, akhirnya Refan sampai juga di depan gerbang rumahnya. Rumah yang selama ini dia sembunyikan dari Tika, mantan istrinya.
Tin! Tin!
Refan membunyikan klakson.
Tak lama seorang satpam membukakan gerbang tersebut.
"Selamat malam, Pak." Sapa satpam tersebut.
"Malam, Pak Yoyo. Terima kasih."
"Siap, Pak." Jawabnya.
Refan melajukan mobilnya masuk. Lalu dia memarkirkan mobilnya sengaja tidak jauh dari pintu rumahnya.
Refan menatap Misha penuh bimbang. Antara kasihan karena sepertinya tidurnya begitu lelap, dengkuran halus dengan ritme stabil. Tapi, kalau tidak dibangunkan, Refan tak mau dianggap mencari kesempatan.
Tak punya pilihan lain, Refan memilih membangunkan Misha.
Refan menepuk bahu Misha dengan lembut. "Misha, Misha, kita sudah sampai."
"Eughh, sudah sampai ya? Maaf, gu-aku ketiduran." Jawab Misha sambil merenggangkan otot-otot tangannya.
Refan dan Misha pun turun.
Misha menatap rumah yang berada di hadapannya saat ini. Misha mengerjapkan kedua matanya, tidak, kurang puas dia mengucek kedua matanya.
"Huaahh, Mas Refan. Ini rumah Mas Refan? Tapi, lebih tepatnya ini istana. Besar dan mewah." Ucap Misha merasa takjub.
Refan tersenyum.
"Udah, dipending dulu rasa takjubmu itu. Lebih baik kita masuk dulu dan segera beristirahat." Jawab Refan.
Misha pun mengangguk.
Refan mengajak Misha masuk ke dalam. Dan kali ini Misha semakin takjub.
'Gila-gila. Ini mah sultan.' Batin Misha.
Misha mengikuti kemana Refan berjalan, Misha tak hentinya menatap kagum seisi rumah tersebut.
"Misha, kamu bisa istirahat di kamar ini malam ini. Aku juga mau langsung istirahat. Kalau kamu merasa lapar bisa langsung ke dapur disebelah sana. Di dalam kulkas ada beberapa makanan dan cemilan. Ya sudah. Aku ke kamarku dulu."
Misha mengangguk.
"Terima kasih, Mas Refan. Selamat malam."
"Hm, selamat malam."
Refan pun melangkah pergi dan Misha masuk ke dalam kamar.
"Wuah, kasurnya gede banget." Misha membuang tasnya kesembarang dan langsung membantingkan tubuhnya ke atas.
"Nyamannya. Beruntung banget hidupku." Misha menatap langit-langit kamar.
"Huaahhhhh." Misha tiba-tiba menguap. "Sepertinya tidurku malam ini bakal nyenyak banget." Celetuknya disaat rasa kantuknya datang kembali.
Misha pun memposisikan tubuhnya dengan senyaman mungkin dan memejamkan kedua matanya.