Hidup di tengah-tengah para Pria yang super Possessive tidak membuat Soraya Aleysia Abigail Jonshon merasa Terkekang Ataupun diatur. Karena hanya dia satu-satunya perempuan yang hidup di keluarga itu, baik Ayah maupun kakak-kakaknya, mereka menjaganya dengan super ketat . Bagi mereka, Raya adalah anugrah Tuhan yang harus benar-benar dijaga, gadis itu peninggalan dari Bunda mereka yang telah lama meninggal setelah melahirkan sosok malaikat di tengah-tengah mereka saat ini.
Raya adalah sosok gadis jelmaan dari bundanya. Parasnya yang cantik dan mempesona persis seperti bundanya saat muda. Maka dari Itu baik Ayah maupun Kakak-kakaknya mereka selalu mengawasi Raya dimanapun Gadis itu berada. Secara tidak langsung mereka menjadi Bodyguard untuk adik mereka sendiri.
Penasaran sama kisahnya? kuylah langsung baca.....!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ana_nanresje, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15_Karena Taruhan
Setelah tidak lagi melihat mobil kakaknya Rey, Raya segera melangkahkan kakinya menuju kelas. Matanya memicing saat melihat beberapa objek yang tak jauh dari posisinya saat ini berdiri. Alisnya mengerut melihat keanehan dari mereka.
" Bisa gak sih kalo ngomong gak pake teriak? Sakit nih telinga!" Dengus Ian menutup rapat telinganya.
" Tau udah kaya toa masjid aja!" Timpal Mike menunjukkan muka masamnya.
" Ck. Terserah kita dong mau teriak mau enggak itu hak kita. Kita kan Bos kalian!"
" Dan kalian babu kita!" Timpal Meli membuat kedua pria itu menekuk wajahnya.
" Se-ming-gu!" Lanjut Hana mengingatkan. Ian dan Mike hanya bisa mendengus dan mendumel. Percuma mereka berdebat toh itu memang kenyataannya, kalo mereka kalah taruhan dan harus jadi babu mereka selama seminggu.
Ya tuhan apa yang akan terjadi pada Mike dan Ian? Mereka membuang nafas berat mereka Rasanya mereka ingin teriak sekencangnya saat ini juga.
" Ehem, pagi Guys." Ke empat mahluk itu menoleh melihat siapa yang baru saja bergabung dengan mereka.
" Masih pagi kok mukanya udah di tekuk gitu, kenapa?" Tanya Raya penasaran karena ia tidak mendengarkan awal perbincangan mereka.
" Ini loh Ray, lo kan tau kalo mereka kalah taruhan dan mereka harus jadi babu kita selama seminggu. Tapi mereka gak mau nurut sama kita!" Tutur Meli. Ian dan Mike yang mendengarnya hanya memutar bola matanya jengah.
" Ck. Bukan kita gak mau nurut sama mereka Ray. Merekanya aja yang Lebay! Dasar tuang ngadu!" Ucap Ian membuat Meli dan Hana membulat kan mata sempurna karena tidak percaya dengan penuturan mereka.
" Sembarangan aja kalo ngo--"
" Iya Ray. Udah gitu mereka ngomongnya gak mau pelan. Teriak-teriak mulu kan sakit nih telinga!" Sambung Mike memotong perkataan Hana.
Meli dan Hana terlihat geram dengan penuturan dua pria itu. Sedangkan mereka tersenyum mengejek melihat Hana dan meli yang tidak bisa berbuat apa apa.
Begitupun dengan Raya gadis itu hanya bisa mengesah pelan sambil memijit pelipisannya yang terasa pusing melihat pertengkaran mereka. Kepalanya yang menunduk tidak sengaja melihat sepasang sepatu yang mendekat kearah mereka. Raya mengangkat kepalanya dan ia bisa melihat si pemilik sepatu itu.
Tidak terasa bibirnya tertarik membuat sebuah lengkungan yang manis menghiasi wajahnya. Kedua matanya tidak sengaja berpas-pasan dengan manik hitam milik Si Empu sepatu itu " Shaka, " Gumanya pelan. Shaka mengerutkan kening saat Raya merafalkan namanya, menuntut penjelasan pada Raya yang tengah tersenyum.
" Ehem," Raya kembali berdehem cukup keras. Mengintrupsi mereka yang kembali adu mulut, bahkan Raya yakin jika mereka tidak menyadari kedatangan Shaka si pria tampan incaran para kaum Hawa.
" Ian, Mike kalian berdua gak mau kan jadi babu Mereka?"
Mereka mengangguk.
Raya kembali tersenyum membuat mereka tidak mengerti dengan ekspresi wajahnya itu " Oke. Mulai detik ini Kalian bukan babu Hana dan Meli lagi!"
" Serius?" Ucap Mike dan Ian bersamaan. Mata mereka berbinar senang akan penuturan Raya.
" Ray!" Panggil Hana dan Meli tidak terima. Kedua gadis itu merengut menunjukkan wajah masamnya atas tindakan Raya.
" Tapi.... Ada syaratnya." Lanjutnya kembali membuat senyum di wajah Mike dan Ian memudar.
" Syarat?" Ulangi Mike.
Raya mengangguk. Senyum di bibirnya terus menghias indah di wajahnya " Dia, Shaka yang akan menggantikan kalian!" Tunjuknya pada Shaka.
"APA?!"
Mereka terkejut saat Shaka berbicara cukup kencang. Bahkan Mike dan yang lainnya baru menyadari jika pria itu berada di belakang mereka kecuali Raya.
Gadis itu tersenyum sempurna memainkan alisnya menggoda Shaka " Ya itu persyaratannya. Kalo nggak mau ya... sudah berarti kalian masih jadi babu Hana sama Meli. Pikirkan itu baik baik heum."
" Satu lagi, kalo kalian menyetujui syaratnya nggak perlu seminggu cukup dua hari, dua hari." Tegas Raya, lalu gadis itu memasuki kelasnya di susul Hana dan Meli di belakangnya.
Tersisalah Mereka bertiga. Mike dan Ian menatap penuh permohonan dengan sahabatnya itu.
" Ka, Please. Bantu kita lepas dari jeratan toa masjid itu," Pinta Ian memelas.
Mike mengangguk. Kini pria itu yang menatap penuh permohonan padanya " Dua hari. Setelah itu lo bakal bebas. Bantu kita yah?"
" Kita begini juga kan karena Bantuin lo buat dapetin Nom--,"
Belum sempat Ian menyelesaikan perkataannya Shaka sudah terlebih dahulu melangkahkan kakinya masuk kedalam kelas. Meninggalkan Ian dan Mike dengan raut wajah yang kecewa.
" Aku setuju!" Shaka membuang nafasnya kasar saat melihat kebingungan di wajah gadis yang saat ini duduk di sampingnya " Aku setuju dengan syaratmu. Aku akan menggantikan Ian dan Mike menjadi Babu Hana dan Meli. Dua hari. Ingat cuma Dua hari!" Tegasnya.
" Serius?" Shaka mengangguk dengan mantap " Emn gimana kalo kita mulai hari ini?"
" Hari ini?" Ulangi Shaka.
Raya mengangguk " Yah biar cepat selesai juga. Mau gak nih?" Tawar Raya membuat Shaka berfikir sejenak.
" Baiklah!" Akhirnya pria itu mengangguk dan menyetujui perkataan Raya. Walaupun sejujurnya dia tidak ingin melakukan hal seperti ini tapi mau bagaimana lagi? Taruhan itu terjadi karenanya. Dan mungkin jika Shaka tidak meminta Ian dan Mike untuk membantunya mendapatkan Nomor Raya, antara babu dan majikan pun mungkin tidak akan terjadi di antara mereka.
" Oke, kita mulai dengan senyuman?"
Shaka mengerutkan keningnya " Senyuman?"
Raya mengangguk. Kedua Tangan gadis itu menarik kedua sudut bibir Shaka sehingga membentuk sebuah lengkungan " seperti ini."
" Senyum!" Titah Raya saat Shaka kembali menunjukkan wajah datarnya " Iss senyum Ka, senyum. Nggak capek aja tuh muka datar terus. Jalan tol yang mulus juga ada belokannya, ada tanjakannya, ada lubangnya, lah ini? datar kaya papan triplek. Di coba Ka, senyum!"
Raya menunjukkan pada Shaka bagaimana caranya tersenyum. Tapi Pria itu masih saja enggan untuk mengikutinya sehingga membuat Raya kembali menarik sudut bibirnya " Tahan, tahan. Nah seperti itu. Iya oke. Nah kan manis kalo Senyum gitu!" Puji Raya membuat hatinya menjadi hangat.
" Tunggu," Ujar Shaka menyadari ada kejanggalan.
" Yah kok datar lagi sih? Senyumannya mana?" Tanya Raya saat Shaka kembali datar seperti Awal.
" Kenapa malah kamu yang nyuruh-nyuruh aku, seolah-olah kamu yang menjadi majikannya!"
" Orang itu kenyataannya!" Ucap Raya merengut memanyunkan bibirnya.
" Bukannya Meli Dan Han---,"
" Sekarang Aku. Aku yang jadi majikannya. Kan persyaratan itu aku yang ngajuin otomatis Aku juga yang jadi Bosnya!" Jelas Raya ketus.
" Tapi Ke---"
" Ini hukuman buat kamu. Karena kamu Bohongin Aku. Kamu bilang mereka lagi Kencan nyatanya apa? Mereka lagi taruhan dan itu semua pasti suruhan kamu!" Ucap Raya kembali yang berhasil memotong ucapan Shaka.
" Bisa diem dulu gak? Lama lama kamu juga Berisik Kaya Meli sama Hana!"
" Kamu?!" Raya mengepal tangannya tak terima saat mendengar penuturan Shaka " Terus kalo Aku berisik kaya mereka kamu mau apa? Mau ngatain aku? Gitu? Mau ngeluh juga kaya Ian sama Mike? Gitu?"
" Aww. Sakit Ka," Raya mengusap Keningnya yang baru saja di sentil Shaka. Gadis itu kembali Mendengus dan mendumel tidak jelas. Entah apa yang Raya katakan Shaka tidak peduli itu. Justru saat ini Shaka tertarik dengan Aksi Menggemaskan gadis yang ada di hadapannya, kadang mengembungkan mulutnya dan sesekali gadis itu memanyunkan bibirnya sebelum kembali mengomel tidak jelas dan Aksinya itu sukses menarik perhatiannya Sehingga tidak sadar membuat pria itu tersenyum lembut.
"Nah gitu dong senyum," Raya melihat senyuman milik Shaka yang menurutnya sangat manis. Tapi sayang itu hanya sesaat karena buru buru si empu kembali ke wajah datarnya. Tapi Raya tidak mempermasalahkan itu. Setidaknya Raya sudah berusaha untuk membuat Shaka tersenyum. Dan itu sedikit membuahkan hasil dan Raya senang Akan hal itu.
" Aku yakin. Suatu hari nanti kamu akan terus tersenyum di hadapanku. Tidak di hadapan semua orang juga!"
" Awwsss "
" Eh sorry sorry, seriusan sakit?" Tutur Raya saat tidak sengaja memukul bahu kiri milik Shaka.
" Awwwss jangan di sentuh!" Raya segera mengangkat tangannya dari bahu Shaka saat ia kembali meringis kesakitan.
" Bahu kamu sakit? Kenapa?" Raya terlihat cemas dengan Kondisinya, dia terlihat meringis kesakitan menahan rasa sakit di bahunya.
" Ini karena Aku kan?" Shaka mengangkat kepalanya yang tertunduk melihat Raya yang terlihat murung.
" Bukan kok,"
" Nggak usah bohong Ka, udah jelas itu bekas kemaren kan?"
" Nggak Ray,"
" Aku tuh emang ceroboh. Bisa-bisanya tidur pules di bahu kamu. Nggak belajar dari yang udah-udah. Pasti sakit banget ya? Ke dokter aja gimana? Mau ya?"
" Raya,"
" Maaf," Cicitnya menunduk.
Shaka mengesah pelan sebelum kembali berucap " Aku baik baik aja. Dan bahu aku cuma keram aja kok, bentar lagi pasti ilang sakitnya. Kamu tenang saja Okey."
" Yaudah kamu tunggu disini, aku mau beli minum dulu."
Baru saja Shaka hendak pergi ke kantin, tiba-tiba sebotol air mineral terulur pada Raya.
" Minumlah,"
" K....key." Gumam Raya setelah mengangkat kepalanya untuk melihat siapa yang memberikan minuman itu.
" Minumlah!" Ulangnya kembali.
" Tapi--"
" Aku masih punya satu. Dan itu untuk kamu!" Ucapnya sembari menunjukkan botol yang lainnya.
" Eemm makasih ya," Raya menerima minuman itu lalu minumnya. Key tersenyum senang saat melihat Rahang Shaka yang Mengetat bahkan kedua tangannya sudah terkepal di samping tubuhnya.
" Ka," Raya menarik tangan pria itu sehingga pria itu kembali terduduk di kursinya.
" Nih, minum dulu." Titahnya pada Shaka " Tenang aja kamu nggak akan terkena rabies setelah minum dari botol yang sama denganku. Kamu haus juga kan? Nih, cepet minum!" Shaka melihat kearah botol yang berada di ti tangan Raya lalu beralih pada Key yang ikut melihat kearah yang sama. Seringaian muncul di wajah Shaka dan kali ini Key mengetatkan rahangnya.
Shaka menerima botol itu lalu meminumnya.
"Sha-ka" Terlambat. Shaka sudah Meminumnya dengan cara menempelkan botol itu pada bibirnya. Belum sempat Raya menjelaskan dan memintanya untuk tidak menempelkan bibirnya pada botol itu tapi pria itu sudah mendahuluinya.
" Kok Airnya manis?"
" Masa Sih?" Tanya Raya tidak percaya " Perasaan tadi biasa aja deh. Itukan air mineral mana bisa ada Rasanya!"
" Tapi Aku serius. Rasanya manis!"
" Coba sini," Raya merebut botol itu dari tangan Shaka lalu kembali meminumnya.
" Orang biasa aja kok. Lidah kamunya kali yang bermasalah." Ucap Raya memberitahu.
" Masa sih? Coba sini aku minum lagi." Raya kembali menyerahkan botol itu padanya.
" Orang manis kok Ray," Tutur Shaka kembali.
" Rasanya tawar, lidah kamunya aja kali yang bermasalah!"
" Iya tah? Tapi Kok rasanya manis ya?"
" Mana Aku Tau!" Ucap Raya mengangkat bahunya Acuh.
" Aku Tahu," Seru Shaka membuat Raya terkejut karena pria itu menggebrak meja.
" Bukan Air nya yang manis tapi botol Bekas bibir kamu yang manis. So manis itu berasal dari bibir kamu Ray, Sangat manis sehingga sekarang aku masih bisa merasakannya!"
" Jadi," Raya membulatkan matanya sempurna. Jadi sedari tadi Shaka mempermainkannya?
" Mungkin lain waktu aku akan merasakan manis ini langsung dari bibir kamu!" Ujarnya membuat pipi Raya memanas dan emosi secara bersamaan.
Raya memukul dada bidang milik Shaka menunjukkan Aksi protes dengan perkataanya. Tapi Shaka mengabaikan itu. Toh pukulan Raya tidak berasa apa apa terhadapnya. Justru saat ini, Shaka lebih tertarik dengan kekalahan Key. Pria yang sedang menatapnya tajam dengan kedua tangan yang sudah mengepal kuat.
Shaka kembali tersenyum meremehkan, bahkan Shaka hampir tertawa melihat Key yang sudah tersulut emosi karena kalah darinya. Bahkan pria itu sempat mengatainya ' Bastard'. Dan Shaka mengabaikan itu.