Cinta bertepuk sebelah tangan sungguh menyakitkan hati Nadila Putri. Nyatanya Abdullah cinta pertamanya justru mencintai wanita lain yaitu Silfia Anwar.
Nadila pun memilih pergi meninggalkan mereka demi persahabatan.
Nadila memilih bekerja di UEA menjadi tkw, tetapi belum ada satu tahun kedua orang tuanya menyuruhnya pulang. Namun, tidak Nadila sangka ketika tiba di Indonesia justru dijodohkan dengan Abdullah.
Apakah Abdullah akan menerima Nadila? Lalu bagaimana nasib Silfia. Kita ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Koper yang teronggok di pinggir lemari, menjadi saksi bisu kesedihan Abdullah. Bukan menyesali keputusan yang ia ambil ketika sudah menikahi dua wanita yang sama-sama ia cintai. Tetapi perlakuannya yang kasar kepada Dila itu membuatnya terjebak dalam penyesalan. Kini Abdullah merasa takut kehilangan dua wanita yang sudah mengisi ruang hatinya. Terdengar egois memang, tapi ia pikir inilah jalan yang harus dia lalui.
Abdullah membuka resleting koper, mengeluarkan isinya, kemudian merapikan pakaian tersebut ke dalam rak lemari yang masih kosong. Ia berharap baju Dila akan tetap mengisi lemari itu dan tidak lagi pindah ke koper.
Puk!
Gelang tangan berwarna hitam jatuh ke lantai, Abdullah segera memungut benda tersebut. Ia ingat satu tahun yang lalu ketika pergi ke pameran membelikan gelang yang terbuat dari kain itu untuk Dila.
Flashback On.
"Kak Abdullah membeli gelang ini untuk aku?" Dila berbinar-binar.
"Iya, aku satu, kamu satu" Abdullah pun memilih gelang yang sama.
"Yaiii... Couple..." Dila memperlihatkan gelang yang sudah ia pakai tampak bahagia sekali. "Gelang ini akan aku simpan untuk kenang-kenangan Kak" lanjutnya mengulum senyum.
"Halah... gelang sepuluh ribu saja mau kamu simpan" ujar Abdullah yang juga mengamati gelang tersebut.
"Bukan harganya Kak, tapi apapun yang Kakak berikan sangat spesial bagi aku."
"Spesial, maksudnya?" Abdullah mengerutkan kening.
"Emmm... lupakan," Dila segera pergi, hampir saja ia keceplosan karena telah lancang mencintai Abdullah.
Flashback Off.
"Jadi, kamu saat itu sudah mencintai aku Dila," Abdullah menyesal, kenapa ia terlambat menyadari.
**************
Seorang wanita telah berbaring lemah di rumah sakit, dikelilingi perlengkapan medis. Walaupun dirawat di ruang eksekutif bukan lantas membuatnya nyaman. Di ranjang pasien ia terus berpikir, bagaimana membayar rumah sakit yang sudah dipastikan sangat mahal. Namun, walaupun begitu ia tetap bersyukur karena masih ada orang baik didunia ini yang menolongnya dengan tulus.
Flashback On.
Dari kediaman Faizah, Dila berjalan kaki tidak tentu arah. Sakit bagian ulu hati semakin menjadi-jadi, tapi belum cukup menjadi peringatan bagi Dila agar istirahat.
Bruk!
Di trotoar, Nadila jatuh tersungkur, darah keluar dari hidung, menjadi perhatian para pejalan kaki yang lain.
"Eh, ada orang pingsan" ucap ibu kepada temannya. Tiga wanita yang berpakaian baju senam itu segera memberi pertolongan, membersihkan darah mimisan.
"Kita bawa ke rumah:sakit saja" kata seorang ibu dengan raut wajah khawatir.
"Benar, tapi kita harus mencari pertolongan secepatnya" jawab ibu yang lain, karena mereka tidak membawa kendaraan.
"Biar aku menyetop taksi" kata ibu membagi tugas, ia menunggu taksi di pinggir jalan, lalu dua ibu lainnya mengurus Dila. Namun, wanita itu panik, karena dua temannya memintanya agar cepat.
"Tidak ada taksi lewat terus bagaimana?" Si ibu minta pendapat. Di saat sedang panik, mobil mewah melintas. Tidak mau tahu milik siapa kendaraan roda empat tersebut si ibu menyetop.
Mobil pun berhenti, pengendara menurunkan kaca. "Ada apa Bu?" Tanya seorang pria dari penampilan sepertinya supir.
"Tolong saya Mas, ada orang pingsan yang butuh pertolongan," ucapnya tidak merasa sungkan.
Bukan supir tersebut yang membuka pintu mobil, melainkan pria tampan melompat turun, mendekati kerumunan di trotoar, karena para pedagang kaki lima rupanya berdatangan. Si ibu minta orang-orang agar memberi jalan pria itu.
"Astagfirullah... Ini kan wanita pengantar makanan catering" ucap si pria lalu berjongkok memegangi denyut nadi Dila.
"Maaf bu, saya kebetulan mengenal gadis ini, biar saya bawa ke rumah sakit" ucapnya lalu mengangkat tubuh Dila.
Melihat bos menggendong seorang wanita, supir pribadi pria itu pun segera turun dari mobil. Ia membukakan pintu, memandangi si pria yang menidurkan Dila di jok tengah.
"Cepat jalan, Pak" titahnya kepada supir.
"Baik Tuan Tristan" Supir pun melaju cepat setelah si pria yang dipanggil Tristan itu meminta demikian.
Setengah jam kemudian, Dila sudah di tangani oleh dokter Taufik. "Gadis ini mengalami tekanan darah rendah dan ada masalah dengan pencernaan" ucap Taufik setelah selesai memeriksa.
"Kenapa bisa mimisan Dok?" Tristan bingung, karena mimisan biasanya terjadi pada pasien tekanan darah tinggi.
"Kondisi pasien saat ini stres dan kurang tidur, itulah penyebab darah keluar dari hidung" papar dokter Taufik.
Tristan manggut-manggut, setidaknya merasa lega, karena Dila bukan menderita penyakit berbahaya lainnya penyebab mimisan.
Dokter Taufik menyarankan Dila dirawat agar tekanan darah stabil, stres berkurang, hingga bisa istirahat dengan tenang.
"Baik Dok."
Satu jam kemudian, Dila bangun dari pingsannya. "Kak Faizah..." ucapnya lirih, ia hendak bangun, tapi kepalanya terasa sakit.
Tristan yang sedang duduk menunggunya segera bangkit begitu mendengar Dila sadar. "Kamu jangan bangun dulu" Tristan menahan pundak Dila, agar tidur kembali.
"Ka-kakak..." Dila gagap karena kaget begitu menatap pria yang dekat sekali dengan wajahnya. Ia takut kepada pria itu, walaupun sebelumnya pernah bertemu hingga dua kali bahkan rela membantunya, tapi jika satu ruangan berdua seperti sekarang tentu saja ngeri. "Saya mau pulang Kak..." Dila lagi-lagi hendak bangun.
"Kamu jangan keras kepala" Tristan mengatakan jika Dila harus beristirahat total.
"Saya sakit apa Kak... kenapa saya bisa di rumah sakit ini?" Dila ingat ketika berlari dari kediaman Faizah, kepalanya pusing lalu jatuh, selanjutnya tidak ingat lagi.
"Kamu pingsan di jalanan" Tristan menceritakan ketika Dila ditolong ibu-ibu, lalu ia bawa ke rumah sakit.
"Tapi, saya tidak akan mampu membayar rumah sakit ini Kak" Dila sekarang tidak punya tabungan, selain uang tip dari pelanggan catering.
"Sudah, jangan pikirkan itu."
Flashback Off.
"Tuh kan, ngalamun lagi, kamu tidak mendengar nasehat dokter ya, jangan sedih, jangan stres," nasehat pria jangkung yang tak lain adalah Tristan, baru saja masuk ruangan tersebut.
"Saya mau pulang sekarang saja Kak" Dila sudah mengatakan ini berkali-kali, tapi pria yang menolongnya tidak membolehkan.
"Makannya makan, supaya tensi kamu cepat normal, lalu diperbolehkan pulang oleh dokter" Tristan mendekatkan makan malam yang disediakan pihak rumah sakit.
Tidak berkata-kata, Dila pun akhirnya menusuk buah yang sudah dipotong-potong dengan garpu. Ia kunyah buah berwarna hijau itu, walaupun sebenarnya mulutnya terasa pahit, tapi ia paksakan.
"Nasi sama lauknya juga dimakan" Tristan geleng-geleng kepala. Dari kemarin sore ia memperhatikan Dila makan tidak benar.
"Mulut saya pahit Kak," Dila benar-benar tidak berselera. Apa lagi ingat nasib hidupnya yang dipermainkan oleh takdir, itu salah satu penyebabnya tidak mau makan.
"Namanya juga orang sakit pasti tidak enak makan, apa lagi pencernaan kamu bermasalah" Tristan menceritakan.
"Sekarang saya mau tanya, sebenarnya kamu ada masalah apa?" Tristan bisa membaca wajah Dila yang tampak banyak beban.
Dila menunduk mengaduk-aduk nasi, ingin rasanya curhat tapi berpikir seribu kali.
...~Bersambung~...
biarkn dia bahagia sm wanita pilihan yg luar biasa
Perjuangkan humaira mu Imam, tapi hasil akhir tetep author yang menentukan 🤣
Dila nikah dengan Imam
Dila nikah dengan Tristan
Dila nikah dengan pangeran kuda hitam yang belum disebutin namanya oleh author
🤭🤭
Semangat Update terbaruuuu....
kau mmang pintar buat para readers penisirn kak..
lanjut kak...
semngat